Senin, 6 Oktober 2025

Berharap Perma Bui Seumur Hidup untuk Koruptor Hanya Jadi Petunjuk Teknis Hakim

Namun dalam perspektif peraturan perundangan, Perma itu telah mengatur yang seharusnya diatur dalam KUHP.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PKS Nasir Djamil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Dalam Perma tersebut disebutkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor dapat dipidana seumur hidup bila merugikan negara lebih dari Rp100 miliar. 

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil berharap Perma tersebut hanya menjadi petunjuk teknis bagi hakim nantinya. 

"Hakim itu kan mandiri. Karenanya kami  berharap Perma itu hanya sebagai petunjuk teknis bagi hakim," ujar Nasir, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (3/8/2020). 

Baca: Perma Bui Seumur Hidup bagi Koruptor, Politikus Demokrat Minta MA Jaga Independensi Hakim 

Artinya, kata Nasir, hakim harus menangkap semangat pemberantasan korupsi dari Perma tersebut.

Namun dalam perspektif peraturan perundangan, Perma itu telah mengatur yang seharusnya diatur dalam KUHP.

Oleh karenanya, Nasir menilai tidak seharusnya hakim dapat didikte atau diarahkan dalam menjatuhkan hukuman bagi koruptor.

Hakim bagi Nasir harus memiliki independensi dalam menjatuhkan vonis kepada pelaku tindak pidana korupsi. 

"Sejatinya hakim itu tidak bisa didikte dalam menjatuhkan hukuman. Semangat untuk memberikan hukuman kepada koruptor patu diapresiasi, tapi masalah korupsi tidak mudah membuktikannya. Karena itu panduan tersebut membuat hakim tidak independen dan bebas dalam menjatuhkan vonis," kata dia. 

Selain itu, politikus PKS tersebut menyarankan agar diadakan konsultasi antar pimpinan lembaga negara yang pengaturannya diatur konstitusi. 

Tujuannya, lanjut Nasir, agar apa yang dihasilkan oleh lembaga negara sinkrilon dengan cita-cita negara dan tidak menimbulkan multi tafsir yang justru berpotensi menimbulkan polemik. 

"Saya menyarankan agar dihidupkan kembali pertemuan konsultasi antarpimpinan lembaga negara yang pengaturannya diatur konstitusi. Agar apapun yang dibuat oleh masing-masing lembaga negara itu bisa sinkron dengan cita-cita negara hukum dan tidak menimbulkan multi tafsir," pungkasnya. 

Sebelumnya diberitakan, korupsi merupakan kasus yang masih terus terjadi di Indonesia. Hingga kini masih banyak bermunculan kasus korupsi yang terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terkait kejahatan ini, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun, pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah terkait terdakwa korupsi yang merugikan keuangan negara.

Beleid ini diteken oleh Ketua MA Syarifuddin dan diundangkan pada 24 Juli 2020 lalu.

Adapun, pada intinya beleid ini memungkinkan pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor dipidana seumur hidup bila merugikan negara di atas Rp 100 miliar.  

MA dalam pertimbangannya merilis Perma i1/2020 adalah untuk k menghindari disparitas hukuman pada kasus yang serupa.

"Untuk menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa, diperlukan pedoman pemidanaan," ungkap pertimbangan poin b dalam Perma tersebut seperti dikutip KONTAN, Minggu (2/8).

Perma 1/2020 ini sendiri membagi hukuman menjadi lima kategori, yakni;

Kategori paling berat, yaitu kerugian negara lebih dari Rp 100 miliar. Kategori berat, yaitu kerugian negara Rp 25 miliar-Rp 100 miliar. Kategori sedang, yaitu kerugian negara Rp 1 miliar-Rp 25 miliar. Kategori ringan, yaitu kerugian negara Rp 200 juta-Rp 1 miliar. Kategori paling ringan, yakni kerugian negara kurang dari Rp 200 juta.

Selain faktor uang negara yang dicuri, hukuman yang dijatuhkan mempertimbangkan kesalahan, dampak, dan keuntungan bagi si koruptor. Ada tiga jenis kesalahan, yaitu:

1. Kesalahan tinggi, dampak tinggi dan keuntungan terdakwa tinggi
2. Kesalahan sedang, dampak sedang dan keuntungan terdakwa sedang
3. Kesalahan rendah, dampak rendah dan keuntungan terdakwa rendah

Berikut ini simulasi hukuman paling berat sesuai Perma 1/2020:

Penjara seumur hidup atau penjara 16-20 tahun: terdakwa korupsi Rp 100 miliar lebih, kesalahan tinggi, dampak tinggi dan keuntungan terdakwa tinggi. Penjara 13-16 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 100 miliar lebih, kesalahan sedang dampak sedang dan keuntungan terdakwa sedang. Penjara 10-13 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 100 miliar lebih, kesalahan ringan, dampak ringan dan keuntungan terdakwa ringan. 
 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved