Sistem Pembelajaran Jarak Jauh Dijadikan Permanen, Komisi X: Tidak Realistis
Abdul menilai apabila PJJ dijadikan permanen di seluruh Tanah Air sangatlah tidak mungkin dan tidak realistis.
Penulis:
Vincentius Jyestha Candraditya
Editor:
Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih angkat bicara soal sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang akan dijadikan permanen oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Abdul menilai apabila PJJ dijadikan permanen di seluruh Tanah Air sangatlah tidak mungkin dan tidak realistis.
Alasannya PJJ sendiri merupakan budaya baru yang muncul akibat pandemi Covid-19.
Baca: Dokter PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Meninggal Akibat Covid-19
Baca: Berikut 7 Hal yang Harus Diperhatikan Guru dan Murid Saat Pembelajaran Jarak Jauh
"Kalau semua jadi PJJ, saya kira tidak mungkin dan tidak realistis. Karena daring ini budaya baru," ujar Abdul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (6/7/2020).
Menurutnya yang bisa cepat menyesuaikan dengan sistem PJJ adalah penduduk kota.
Padahal, fakta di lapangan memperlihatkan bangsa Indonesia yang tinggal di kota dan memiliki budaya kota (urban culture, - red) maksimal hanya 20 persen saja.
Oleh karenanya, Abdul menegaskan tidak realistis secara geografis dan demografis apabila sistem PJJ nantinya dipermanenkan.
"Sedang 80 persen masyarakat kita tinggal di daerah pedesaan (rural area, - red) dengan segala habituasinya. Sehingga kalau PJJ ini dipermanenkan untuk semua, ini tidak realistis secara geografis maupun demografis," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan pandemi Covid-19 telah mengubah peta jalan dan sistem pendidikan di tanah air.
Oleh sebab itu, Nadiem menyebut pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam dunia pendidikan dapat diterapkan selamanya meski pandemi Covid-19 telah berakhir.
"Pembelajaran jarak jauh, ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model," kata Nadiem saat rapat dengan Komisi X DPR secara virtual, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Menurut Nadiem, pelajar, guru, hingga kepala sekolah saat ini memang masih mengalami kesulitan dalam penerapan PJJ, karena sebelum-sebelumnya dilakukan tatap muka di sekolah.
"Jadi kesempatan kita untuk melakukan berbagai macam efisiensi dan teknologi dengan software, dengan aplikasi dan memberikan kesempatan bagi guru, kepala sekolah, siswa melakukan berbagai macam hybrid model atau school learning management system," papar Nadiem.
"Ini merupakan sebuah tantangan dan ke depan akan menjadi suatu kesempatan untuk kita," sambung Nadiem.
Nadiem mengaku telah membuat satu tim khusus untuk memaksimalkan sistem PJJ.
"PJJ ini masih banyak belum optimal, jadi ada satu tim khusus dari Balitbang kami yang sedang merumuskan bagaimana mereformasi atau melakukan perubahan kurikulum selama masa PJJ," kata Nadiem.
Nadiem menyebut, perumusan yang sedang disusun Kemendikbud diharapkan dapat menjawab tantanganya yang ada di lapangan dan akhirnya sistem PJJ di berbagai sekolah dapat lebih efektif.
"Ada kisi-kisi terkait rancangan kurikulum dalam PJJ ini, pertama menyederhanakan tiga komponen, literasi, numerasi dan pendidikan karakter," ujar Nadiem.
Nantinya akan ada panduan modul untuk guru, orang tua atau pendamping siswa saat belajar di rumah, dan untuk pelajar.
"Hipotesanya kalau semua dikerjakan dengan PJJ, maka akan sulit dikerjakan," ucap Nadiem.