PTUN Vonis Bersalah Presiden dan Menkominfo, Ini Tanggapan Politikus Nasdem
Farhan, sebagai kader dari Partai Nasdem sama seperti Johnny, mengatakan pihaknya menghormati proses hukum tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.
Menanggapi putusan itu, Anggota Komisi I DPR Fraksi Nasdem Muhammad Farhan menilai perlu ada pemberian waktu kepada pemerintah untuk menanggapinya.
"Tentunya kita perlu memberi waktu kepada pemerintah untuk merespon sesuai hak dan ketentuan hukumnya," ujar Farhan ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (4/6/2020).
Salah satu tergugat dalam kasus ini adalah Menkominfo.
Meski kala itu yang melaksanakan kebijakan adalah Rudiantara, namun kini jabatan itu diemban oleh Johnny G Plate.
Farhan, sebagai kader dari Partai Nasdem sama seperti Johnny, mengatakan pihaknya menghormati proses hukum tersebut.
"Tentu kami hormati proses hukum ini dan sangat menghargai putusan yang menunjukan bahwa di mata hukum kita semua sederajat," kata dia.
Di sisi lain, terlepas dari kasus hukumnya Farhan mengatakan tindakan pemerintah di Papua waktu itu cukup efektif memadamkan kerusuhan yang makin besar.
Terutama dikarenakan penyebaran berita hoax dan provokasi antar kelompok.
Berkaca dari hal tersebut, Farhan pun mengajak semua pihak untuk memberdayakan Badan Sandi Siber Nasional.
Dengan begitu, ancaman dari dalam dan luar Indonesia terutama dari siber dapat diamankan.
"Maka yang perlu kita lihat bersama sekarang adalah bagaimana kita bisa memberdayakan BSSN sebagai elemen utama pertahanan cyber dan ketahanan digital di Indonesia dari ancaman di dalam dan luar Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.
Sidang pembacaan putusan digelar di PTUN Jakarta, pada Rabu (3/6/2020).
"Mengabulkan gugatan para tergugat untuk seluruhnya. Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan," kata Hakim PTUN, saat membacakan putusan, Rabu (3/6/2020).
Kebebasan internet warga Papua dan Papua Barat dibatasi dengan dalih meredam hoaks, sejak 19 Agustus 2019.
Semula, pemerintah melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa daerah.
Tindakan itu dikabarkan hanya melalui siaran pers.
Pelambatan akses internet berlanjut hingga pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat, pada 21 Agustus 2019.
Kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 digugat SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan terdaftar di PTUN dengan nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta.
Sebagai tergugat Menkominfo dan Presiden Joko Widodo.
Pada putusan itu, hakim memerintahkan pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
"Menghukum para tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.
Selain itu, pemerintah diwajibkan memuat permintaan maaf atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, tiga stasiun radio selama sepekan.
Ini wajib dilakukan maksimal sebulan setelah putusan.
Permintaan maaf kepada seluruh pekerja pers dan enam stasiun televisi, Metro TV, RCTI, SCTV, TV ONE, TRANS TV dan Kompas TV, maksimal satu bulan setelah putusan. Kemudian tiga stasiun radio, Elshinta, KBR, dan RRI selama satu minggu.
"Dengan redaksi sebagai berikut, Kami Pemerintah Republik Indonesia dengan ini menyatakan: 'Meminta Maaf kepada Seluruh Pekerja Pers dan Warga Negara Indonesia atas tindakan Kami yang tidak profesional dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat," bunyi amar putusan.
Apabila, pemerintah melakukan upaya hukum banding, hakim menyebut vonis ini tetap dapat dilaksanakan.
Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum.
Untuk diketahui pemerintah memblokir internet di Papua dan papua Barat saat terjadi kerusuhan di Manokwari, Papua 2019 lalu.
Dua kali pemerintah membatasi akses internet di wilayah paling Timur Indonesia tersebut . Pertama yakni pembatasan akses pada 19 Agustus 2019 dan pemblokiran penuh pada 21 Agustus 2019.
Berdasarkan keterangan Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu saat itu, pemblokiran dilakukan setelah pihak Kementerian Kominfo berkoordinasi dengan penegak hukum dan instansi terkait.
"Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan data telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana tanah Papua kembali kondusif dan normal," kata Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, (21/8/2019).
Adapun tergugat kasus pemblokiran akses layan internet tersebut yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menkominfo.
Pada saat itu Menkominfo masih dijabat Rudiantara sebelum kemudian diganti Johnny Plate Oktober 2019.