Minggu, 5 Oktober 2025

Pakar Sospol Soroti Pernyataan Jokowi Soal Beda Mudik dan Pulang Kampung: Bisa Jadi Bahasa Politik

Pakar sosial dan Politik dari UNS, Dr Drajat Tri Kartono, M.Si turut menanggapi pernyataan Jokowi soal beda mudik dan pulang kampung.

Penulis: Inza Maliana
(Warta Kota/Henry Lopulala)
Ilustrasi mudik lebaran 2020 (Warta Kota/Henry Lopulala) 

TRIBUNNEWS.COM - Istilah mudik dan pulang kampung kini tengah ramai diperbincangkan masyarakat.

Hal itu terkait dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut istilah mudik berbeda dengan pulang kampung.

Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Jokowi dalam tayangan Mata Najwa di Trans7, Rabu (22/4/2020) malam.

Pakar Sosial Politik (Sospol) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si ikut berkomentar mengenai hal itu. 

Menurut Drajat, sapaannya, pernyataan Presiden itu bisa mengandung cerminan budaya dan juga makna bahasa yang berunsur politik.

Suasana penumpang di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Rabu (22/4/2020). Awak bus dan karyawan perusahaan bus resah dengan kebijakan pemerintah melarang mudik yang berlaku mulai tanggal 24 April 2020 karena akan menghilangkan mata pencaharian mereka dan meminta kompensasi selama tidak bekerja. Tribunnews/Herudin
Suasana penumpang di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Rabu (22/4/2020). Awak bus dan karyawan perusahaan bus resah dengan kebijakan pemerintah melarang mudik yang berlaku mulai tanggal 24 April 2020 karena akan menghilangkan mata pencaharian mereka dan meminta kompensasi selama tidak bekerja. Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)

Baca: Ramai Warga Tinggalkan Perantauan akibat Corona, Jokowi: Itu Bukan Mudik, Namanya Pulang Kampung

"Kalau menurut critical discourse analysis, itu memang tata bahasa yang mengandung konteks atau makna."

"Karena bahasa juga menjadi alat untuk berpolitik," tuturnya kepada Tribunnews.com, Kamis (23/4/2020), melalui sambungan telepon.

Di satu sisi, lanjut Drajat, pernyataan Jokowi mengandung cerminan budaya yang mudah dipahami oleh orang Jawa.

"Sebenarnya pernyataan Presiden Jokowi soal perbedaan mudik dan pulang kampung, itu bisa dipahami oleh orang-orang Jawa."

"Karena mudik konteksnya digunakan oleh orang-orang perantau dari desa yang ingin menjalankan ritual lebaran di kampung halamannya."

"Misalnya bertandang ke makam atau nyekar dan sungkem kepada orang tua, maka itu dipahami istilahnya memang mudik," ungkap Drajat.

Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas virtual tentang ketahanan pangan dan larangan mudik Lebaran 2020, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/4/2020). Dalam upaya meminimalisir penyebaran Covid-19 Presiden Jokowi mengeluarkan peraturan terkait larangan mudik Lebaran 2020 bagi seluruh warga Indonesia. TRIBUNNEWS/HO/BIRO PERS
Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas virtual tentang ketahanan pangan dan larangan mudik Lebaran 2020, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/4/2020). Dalam upaya meminimalisir penyebaran Covid-19 Presiden Jokowi mengeluarkan peraturan terkait larangan mudik Lebaran 2020 bagi seluruh warga Indonesia. TRIBUNNEWS/HO/BIRO PERS (TRIBUN/HO/BIRO PERS)

Baca: Presiden Jokowi: Gotong Royong Kunci Kita Hadapi COVID-19

Lebih lanjut, Drajat menerangkan, hal itu berbeda dengan istilah pulang kampung.

Pulang kampung, bisa dilakukan kapan saja dan tidak terikat dengan momen lebaran.

Kendati demikian, menurut Drajat, pernyataan Presiden juga dapat mengandung unsur politik.

Pasalnya, banyak warga yang telah mencuri start untuk mudik di tengah wabah corona.

"Orang juga bisa menafsirkan pernyataan itu sebagai alat pembelaan Presiden Jokowi yang 'kecolongan'."

"Karena banyak warga yang sudah pulang terlebih dahulu ke kampung halamannya, di tengah pandemi Covid-19," jelasnya.

Untuk itu, Drajat menjelaskan, unsur politik juga dapat dimaknai sebagai pembelaan agar Presiden Jokowi tidak disalahkan mengenai persoalan ratusan ribu warga yang mencuri start untuk mudik.

"Karena di Indonesia banyak variasi bahasa, maka bahasa itu bisa dipahami sebagai penghalusan untuk pembelaannya," terangnya.

Ribuan pemudik dari wilayah Semarang dan beberapa wilayah di Jawa Tengah terlihat memadati Stasiun Tawang Semarang, Kamis (21/6/19). Para penumpang yang memadati Stasiun Tawang pada umumnya kebanyakan akan kembali bekerja ke sejumlah wilayah seperti Jakarta dan Surabaya. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)
Ribuan pemudik dari wilayah Semarang dan beberapa wilayah di Jawa Tengah terlihat memadati Stasiun Tawang Semarang, Kamis (21/6/19). Para penumpang yang memadati Stasiun Tawang pada umumnya kebanyakan akan kembali bekerja ke sejumlah wilayah seperti Jakarta dan Surabaya. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) (TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Baca: Susi Pudjiastuti Jelaskan Beda Mudik dengan Pulang Kampung

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi melarang semua masyarakat untuk mudik.

Keputusan tersebut sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona ke berbagai daerah di Indonesia.

Presiden juga meminta para jajarannya untuk menyiapkan kebijakan larangan mudik tersebut.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas yang disiarkan di Kompas TV, Selasa (21/4/2020).

"Mudik semuanya akan kita larang, oleh sebab itu persiapan-persiapan yang berkaitan dengan ini harus mulai disiapkan," ujar Jokowi.

Keputusan itu didasari oleh data lapangan dan survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan.

"Hasil kajian di lapangan, dari survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan, disampaikan bahwa yang tidak mudik 68 persen, yang bersikeras mudik 24 persen, yang sudah mudik 7 persen."

"Artinya masih ada angka yang sangat besar yaitu 24 persen tadi," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Maliana)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved