Minggu, 5 Oktober 2025

Virus Corona

Dianggap Abaikan Kelompok Rentan di Tengah Wabah Covid-19, Pembahasan 3 RUU Ini Diminta Ditunda

Tiga RUU tersebut yaitu RUU Omnibus Law Cipta Kerja, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dan RUU Lembaga Pemasyarakatan

Surya/Ahmad Zaimul Haq
Ribuan buruh yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur menggelar aksi pemanasan menolak Omnibus Law, di Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (11/3/2020). Aksi yang sengaja dipusatkan di Bundaran Waru karena tempatnya strategis untuk menyuarakan penolakan Omnibus Law dan 11 Maret ini merupakan momen penting untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat agar tidak membahas RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) dengan DPR RI. Surya/Ahmad Zaimul Haq 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berpotensi mengabaikan perlindungan terhadap kelompok rentan selama masa darurat pandemi virus corona atau Covid-19 diminta ditunda pembahasannya.

Tiga RUU tersebut yaitu RUU Omnibus Law Cipta Kerja, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dan RUU Lembaga Pemasyarakatan.

Baca: Ada Kasus Positif Covid-19 Tanpa Gejala di Indonesia: Sering Kehausan, Tanpa Demam dan Batuk

“Kami menyampaikan rekomendasi mengingat hasil Rapat Paripurna DPR RI pada 2 April 2020 yang memutuskan untuk tetap melanjutkan pembahasan RUU," ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, dalam keterangannya, Rabu (8/4/2020).

Dia mengungkapkan setidaknya terdapat 32 isu normal dalam RKUHP yang memuat ketimpangan relasi gender atau relasi kuasa yang timpang.

Hal tersebut berpotensi menimbulkan diskriminasi dan kekerasan, kerugian fisik, ekonomi, psikis, seksual bagi kelompok rentan khususnya perempuan.

Selain itu, dia mengungkapkan, sejumlah pasal kontroversial yang mengancam hak asasi kelompok masyarakat rentan di Indonesia.

Hak-hak itu diantaranya hak perempuan, hak anak, hak masyarakat adat, hak masyarakat miskin, hak penghayat kepercayaan, dan kelompok masyarakat rentan lainnya.

Dia menilai para pembuat undang-undang belum membuka ruang dialog dan konsultasi publik terhadap sejumlah pasal kontroversial yang perlu dibahas ulang.

"Perlu dipersiapkan secara matang agar dapat diakses secara luas dan substantif, serta mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat," kata Siti Aminah.

Namun, di tengah pandemi Corona, kata dia, dialog dan konsultasi publik tidak dapat dilakukan.

Hal itu, terang dia, dikarenakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjembatani ruang konsultasi belum diatur dalam tata tertib DPR.

Baca: 130 Petugas Medis di Jakarta Positif Virus Corona, 21 Telah Sembuh dan Seorang Meninggal Dunia

Dia menambahkan, pengabaian masukan berdasarkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) adalah bentuk miscarriage of justice atau gugurnya keadilan.

“Pengabaian tersebut, berpotensi menempatkan negara secara aktif melakukan pelanggaran HAM melalui peraturan perundang-undangan,” tambahnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved