Virus Corona
Marak Hand Sanitizer Palsu di Tengah Covid-19, Psikolog: Ada Kesempatan dan Peluang
Psikolog sebut adanya kesempatan dan peluang yang besar membuat maraknya penjual hand sanitizer di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM - Pandemi virus corona (Covid-19) telah mengakibatkan kepanikan di tengah masyarakat khususnya dalam pembelian antiseptik hand sanitizer.
Seperti diberitakan penggunaan hand sanitizer dinilai sebagai langkah mudah dalam mencegah penularan Covid-19.
Akibatnya terjadi kelangkaan stok dan lonjakan harga berkali-kali lipat.
Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang gencar menjual hand sanitizer palsu.
Menurut Psikolog dari Lembaga Psikologi Anava, Solo, Jawa Tengah, Maya Savitri, ada beberapa faktor orang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan di pandemi Covid-19 ini.
Satu di antaranya yakni adanya kesempatan dan peluang yang menguntungkan.

Dimana hand sanitizer palsu yang mereka jual akan laku di pasaran, karena adanya panic buying di tengah masyarakat.
"Karena orang yang jual tahu bahwa menjual hal-hal tersebut akan laku di pasaran," ujar Maya kepada Tribunnews, Senin (30/3/2020).
"Mengingat adanya kondisi orang-orang yang panik dengan wabah ini."
"Serta kelangkaan barang-barang yg dibutuhkan masyarakat," sambungnya.
Lebih lanjut, Maya menyebut, adanya prinsip mereka yang sempit dalam memanfaatkan situasi ini membuat oknum nakal ini tidak memperhatikan kemungkinan efek berbahaya yang terkandung dalam hand sanitizer palsu.
"Tapi di sisi lain orang-orang tersebut tidak melihat efek apa yg akan terjadi (kepada konsumen)."
"Karena prinsip mereka cukup sempit memanfaatkan di tengah-tengah kepanikan masyarakat dan kelangkaan barang," sambungnya.
Baca: Jokowi Minta Ketersediaan Alat Kesehatan Bagi Tim Medis Menjadi Prioritas
Maya menyebut lakunya hand sanitizer palsu di pasaran karena beluma adanya sosialisasi sampai ke tingkat bawah.
Sehingga masih banyak pembeli yang tidak paham akan hal tersebut.
"Semua karena ada kesempatan dan peluang tanpa ada edukasi sehingga muncul sistem ekonomi jual dan beli," jelasnya.
Oleh karena itu, Maya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan lebih selektif dalam membeli hand sanitizer.
Tidak hanya itu, ia juga meminta masyarakat agar membeli ditempat yang terpercaya.
"Untuk masyarakat yang mau membeli hendaknya menanyakan kandungan yg ada, ada kah No Kemenkes nya," ujarnya.
"Belilah di tempat yg benar-benar bisa di percaya, jangan hanya melihat harga nya saja."
"Tetap tenang, jangan panik. Karena situasi panik akan membuat seseorang mengabaikan logika berpikir nya," imbuhnya.
Bagi para penjual hand sanitizer palsu, Maya meminta agar tidak memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk mencari keuntungan, gunakan empati, lihat efek yg akan terjadi.
Baca: Penggunaan Hand Sanitizer Bagi Perokok Ternyata Berbahaya
Sementara itu menurut psikolog di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, seharusnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lebih pro aktif dalam melakukan pengecekan sampel hand sanitizer yang dijual di pasaran.
"Menurut saya yang membuat hand sanitizer pastilah orang-orang yang paham dalam penggunaan bahan kimia," ujarnya Adib saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (30/3/2020).
"Mungkin kalau mereka harus menunggu nomor dari Badan POM, kasihan masyarakat keburu wabah ini menyebar kemana-kemana."
"Seharusnya Badan POM lebih pro aktif dalam melakukan pengecekan sampel terkait hand sanitizer tersebut," imbuhnya.
Namun Adib menuturkan jika terdapat oknum tidak bertanggung jawab yang menjual hand sanitizer yang dapat mencelakai konsumen maka harus ditindak dengan tegas.
Terkait ancaman hukumannya, Pakar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Agus Riwanto menyebut para penjual hand sanitizer palsu ini dapat dijerat dengan undang-undang kesehatan serta undang-undang konsumen.
Adapun yang dimaksud dalam Undang - Undang Kesehatan yakni Pasal 197.
Baca: Jangan Salah! Ternyata Sabun Lebih Efektif Bunuh Virus Corona daripada Hand Sanitizer
Dimana setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dapat dipidana paling lama 15 tahun penjara.
Serta denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00.
"Sementara di undang-undang konsumen itu diterangkan bagaimana setiap produk itu harus sesuai dengan peraturan dari pemerintah untuk melindungi konsumen," kata Agus yang dihubungi Tribunnews.
Kendati demikian, Dosen Fakultas Hukum UNS ini menuturkan jika masyarakat membuat hand sanitizer hanya untuk konsumsi sendiri atau keluarga itu tidak apa-apa.
"Kalau itu bagian dari hidup bertahan masyrakat karena memang ada kelangkaan hand sanitizer yang diproduksi oleh badan-badan atau perusahaan resmi yang berizin itu tidak menjadi masalah," jelasnya.
"Kan itu hanya dikonsumsi oleh keluarga, atau komunitas kecil, itu tidak apa-apa," imbuhnya.
Namun yang menjadi masalah yakni kalau itu dijual belikan kepada masyarakat luas.
"Pasalnya harus ada pertanggung jawaban secara bahan-bahan pembuatannya ya, serta izin dari BPOM atau pun perusahaan," ungkap Agus.
"Apakah itu memenuhi syarat tertentu tidak, atau malah menimbulkan resiko-resiko," sambungnya.
"Nah kalau ini diproduksi secara masal dan digunakan untuk banyak orang tanpa ada standarisasi menurut perspektif kesehatan, itu akan membhayakan orang lain," ujarnya.
"Apalagi kalau orang ini mengambil kesempatan di air keruh gitu yakni mencari keuntungan itu yang berbahaya," tegas Agus.
(Tribunnews/Isnaya)