Setujui Hibah Alutsista AS ke Kemhan, Ketua Komisi I Ingatkan Prinsip Kehati-hatian
Adapun alutsista yang diberikan yakni 14 unit drone ScanEagle dan upgrade tiga unit Helikopter Bell 412.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menanggapi soal pemberian hibah alutsista dari Amerika Serikat kepada Indonesia melalui Kementerian Pertahanan.
Adapun alutsista yang diberikan yakni 14 unit drone ScanEagle dan upgrade tiga unit Helikopter Bell 412.
Komisi I pun, dikatakan Meutya, menyetujui pemberian hibah itu. Namun Meutya memberikan catatan atas persetujuan tersebut.
"Tentu barangnya diperiksa dulu, kelayakannya diperiksa dulu, kemudian juga misalnya alat deteksi dan lain-lain harus dibersihkan terlebih dahulu dari hibah tersebut," ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).
Baca: Kemhan Minta Persetujuan Hibah 14 Drone dan Upgrade 3 Helikopter dari AS
Meutya menambahkan Indonesia bermitra dengan banyak negara dalam hal pertahanan, terutama dengan AS. Maka itu, pemberian hibah menurutnya menjadi hal yang lumrah bagi kedua negara, dan mekanisme hibah harus melalui persetujuan DPR RJ
"Bahwa negara yang punya kerja sama pertahanan itu saling memberikan, jadi tidak perlu ada kecurigaan yang berlebihan juga. Tetapi kehati-hatian perlu. Jadi kita enggak usah berpikir nanti bagaimana kalau barangnya begini, saya rasa itu tidak strategis. Negara ingin memberi bantuan saya rasa kita ambil positifnya dengan prinsip kehati-hatian," pungkasnya.
Seperti diketahui, Drone ScanEagle memiliki nilai US$28,3 juta. Sementara untuk upgrade peralatan Helikopter Bell 412 dengan nilai US$6,3 juta dibutuhkan TNI AL untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan meningkatkan kemampuan pertahanan negara.
Baca: Observasi 188 WNI: 39 Dokter Spesialis Dikerahkan ke Pulau Sebaru
Alutsista tersebut dibutuhkan TNI AL untuk meningkatkan kemampuan ISR maritim guna memperkuat pertahanan negara.
Adapun ScanEagle adalah bagian dari ScanEagle Unmanned Aircraft Systems, yang dikembangkan dan dibangun oleh Insitu Inc., anak perusahaan The Boeing Company. UAV didasarkan pada pesawat miniatur robot SeaScan Insitu yang dikembangkan untuk industri perikanan komersial.
ScanEagle akan digunakan untuk melaksanakan patroli maritim, integrasi ISR (intelijen, pengawasan, dan pengintaian).
Merujuk laman Boeing, drone ScanEagle dapat beroperasi di atas 15.000 kaki (4.572 m) dan berkeliaran di medan perang untuk misi yang diperpanjang hingga 20 jam. Drone dengan bobot maksimum tempat pilot diizinkan untuk lepas landas atau maximum takeoff weight (MTOW) 22 kg ini, digerakkan mesin piston model pusher berdaya 15 hp.
Kecepatan terbang jelajah ScanEagle berada di kisaran 111 km/jam dan kecepatan maksimum 148 km/jam. Batas ketinggian terbang mencapai 5.950 m. ScanEagle sanggup berada di udara dengan lama terbang (endurance) lebih dari 24 jam.
Di kawasan Asia Tenggara-Pasifik, drone ScanEagle sudah digunakan oleh Angkatan Laut Singapura. Pengguna lainnya adalah AL dan Angkatan Darat Australia. Bahkan, ScanEagle milik Militer Australia telah teruji perang (battle proven) di Irak.