Selama Ada di Indonesia, KPK Optimis Bisa Temukan Nurhadi
"Selama masih di Indonesia kita tetap optimis ya," kata Alex saat dimintai konfirmasi, Sabtu (22/2/2020)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku optimis pihaknya bisa menemukan bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Asalkan, katanya, Nurhadi ada di Indonesia.
Baca: Hadiah 2 Unit iPhone 11 Diserahkan ke KPK, Ada Informan yang Tahu Lokasi Harun Masiku dan Nurhadi
"Selama masih di Indonesia kita tetap optimis ya," kata Alex saat dimintai konfirmasi, Sabtu (22/2/2020).
KPK menetapkan Nurhadi sebagai buronan atau DPO karena dua kali mangkir dari pemanggilan sebagai tersangka tanpa ada respons.
Selain Nurhadi, KPK juga memasang status DPO terhadap Rezky Herbiyono, menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Ketiganya merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016.
Pimpinan KPK dua periode itu mengujarkan, sampai hari ini tim penyidik yang ditugaskan masih bergerak untuk menangkap Nurhadi.
"Oh, masih, sampai sekarang belum ketemu. Bahkan, kami sudah kirimkan DPO, ya, dibantu oleh kepolisian, kemarin Pak Idham Azis (Kapolri) juga sudah menyampaikan akan membantu KPK untuk cari," ujar dia.
Menurut Alex, setiap informasi yang diterima terkait dengan keberadaan Nurhadi akan ditindaklanjuti oleh tim penyidik.
Namun saat dikonfirmasi apakah sudah ada lokasi yang dipantau tim penyidik, dia enggan menjelaskannya secara rinci.
"Sejauh mana penyidik melakukan monitoring itu jadi tugas penyidik, tempatnya tidak perlu saya sampaikan. Kadang-kadang pimpinan juga tidak tahu di mana akan cari itu. Berdasarkan info yang diterima penyidik, itulah yang kami pasti akan pantau," kata Alex.
Baca: Mengintip Vila Mewah Nurhadi Bagian Kedua: Warga Mengira Nurhadi Anggota DPR
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menyebut Nurhadi dan Rezky mendapatkan proteksi yang mewah sehingga KPK menjadi takut menangkap keduanya.
"Cuma juga mereka dapat perlindungan yang premium, golden premium protection yang KPK kok jadi kaya penakut gini tidak berani ambil orang tersebut dan akhirnya pengungkapan kasus ini jadi terbelengkalai," kata Haris.
Mahkamah Agung enggan terlibat