Eksklusif Tribunnews
Mahasiswa Indonesia di Wuhan: Banyak Hoaks Soal Virus Corona
Dalam pesan tersebut, Eros mengaku merasa terlalu banyak pemberitaan yang tidak benar terkait virus Corona yang beredar di media sosial
Anda bilang kondisi WNI di Wuhan mencapai 90an orang, 100 an orang di Provinsi Hubei baik-baik saja karena diawasi secara ketat oleh pihak kampus. Apakah mahasiswa Indonesia di sana berkumpul di asrama masing-masing kampus? Artinya tidak ada yang berkumpul di satu titik tertentu yang isinya dari berbagai kampus?
Jadi mahasiswa Indonesia itu wajib tinggal di asrama khusus mahasiswa internasional. Mereka yang masih di sana otomatis harus berada di asramanya mereka. Jadi mereka berada di dalam kamarnya mereka.
Untuk makanan nanti disediakan pihak kampus, ada masker, dan ada jam tertentu yang mereka dicek suhu tubuhnya. Jadi mereka sangat diperhatikan dengan baik oleh pihak kampus.
Mereka juga dipantau terus oleh pihak KBRI. Kalau awal-awal dipantau terus setiap saat, tapi kalau sekarang-sekarang hanya setiap hari.
Seperti apa cara KBRI membantu mereka?
Di Wuhan ada banyak kampus. Di setiap kampus yang banyak mahasiswa Indonesia, mereka buat Perhimpunan Perkumpulan Mahasiswa Indonesia, ranting per kampus.
Dari yang ranting per kampus itu, kita punya yang per kota Wuhan. Jadi kita koordinasinya berjenjang. Yang per ranting itu tanya ke mahasiswanya,
lalu mereka kasih kabar ke yang sekota Wuhan, lalu dikirim lagi ke KBRI. Jadi setiap saat kita mengabarkan terus kondisi mahasiswa kita di sana.
Sejak kembali ke Tanah Air, bagaimana Anda menjalin komunikasi dengan teman-teman di Wuhan? Seberapa intensif?
Masih, sangat intens. Apalagi kalau di China kita tidak ada WhatsApp. Kita pakai WeChat. Jadi kita semua aktif di grup WeChat, entah itu guru, teman-teman sesama mahasiswa Indonesia, atau teman-teman sesama mahasiswa internasional. Kita semua sharing data dan berbagi informasi di sana.
Dari komunikasi itu apa info terbaru? Kemarin sempat ada kabar logistik menipis, apa itu benar?
Itu memang bisa dibilang benar karena kita hanya mengandalkan makanan dari kampus. Sebenarnya kalau kita mau ke toko, bisa, tapi toko yang jual makanan itu hanya buka disaat-saat tertentu, tidak setiap saat.
Dan tidak semua makanan pokok yang kita butuhkan itu ada. Misalnya beras, sayur, kebanyakan mungkin hanya menjual camilan.
Kondisi di sana bisa dibilang agak mencekam karena kota sepi, tidak boleh ada yang lewat, transportasi publik dibekukan. Kereta dan bus itu tidak ada.
Jadi seperti kota mati dan sering ada ambulans yang lalu-lalang. Mungkin itu untuk membawa orang uang sudah kena virusnya. Jadi memang seram, sih.
