Harun Masiku Buron KPK
Pukat UGM Terkait Yasonna Ikutan Konpres PDI-P:Bukan Lagi Urus Golongan Sendiri
"Ketika seseorang menjadi pejabat publik maka akan mengurus kepentingan semua golongan masyarakat. Bukan lagi urusan golongannya sendiri"
TRIBUNNEWS - Keikutsertaan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dalam konferensi pers tim hukum PDI Perjuangan mendaoat kritik dari akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Ia yang berupaya melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap kader PDIP, Harun Masiku, menuai kritikan, terlebih dari Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman.
Aksi yang dilakukan Yasonna kurang etis melihat jabatannya sebagai menteri.
Meski demikian, hal tersebut tidak melanggar hukum.
"Tidak melanggar aturan, tetapi sangat tidak etis," kata Zaenur pada Kompas.com, Minggu (19/1/2020).
Menurut Zaenur, kesetiaan terhadap partai berakhir ketika seorang menjadi pejabat publik.

Seseorang yang sudah duduk di jabatan publik bukan lagi milik partai dan harus mendahulukan kepentingan publik.
"Apalagi ketika menduduki jabatan menteri. Ketika seseorang menjadi pejabat publik maka akan mengurus kepentingan semua golongan masyarakat. Bukan lagi urusan golongannya sendiri," ujar dia.
Kehadiran Yasonna dalam konferensi pers tersebut rawan konflik kepentingan.
Zaenur mengatakan seharusnya presiden menegur Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Sebaliknya, sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) santai dan tidak mempermasalahkannya.
Sebab, Yasonna juga pengurus partai dengan ciri khas warna merah dan hitam tersebut.
Presiden Jokowi seharusnya menegur MenkumHAM, tetapi tidak dilakukan karena sesama petugas partai yang tidak memahami etika jabatan publik," kata Zaenur
Salah satu kemungkinan konflik kepentingan yang akan terjadi adalah penggunaan wewenang atas Direktorat Jenderal Imigrasi.
Ini merupakan wilayah kekuasaan Kementrian Hukum dan HAM.
"Direktorat Jenderal Imigrasi berada di bawah kepemimpinan Yasonna. Informasi lintas-batas imigrasi Harun Masiku sekarang sedang dipertanyakan," katanya.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz menilai ikut serta Menkumham dalam pembentukan tim tersebut tanpa sadar ikut menyeret Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Peran ganda ini tentu merugikan citra pemerintah sehingga terkesan ditarik kedalam pusaran kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku, kader PDI-P, dan Wahyu Setiawan sebagai komisioner KPU," kata Donal kepada Kompas.com.
Meski hadir atas nama anggota partai, jabatan Menkumham tetap melekat pada pribadi Yasonna.
Sehingga menurut Donal, terjadinya tumpang tindih peran yang dapat merugikan pemerintahan dalam kasus yang terjadi saat ini.

Pernyataan serupa juga terlontar dari Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Oce Madril.
Menurutnya, partisipasi Yasonna tidak diperlukan dalam persoalan yang sifatnya individu, dan bukan institusi pemerintah.
Ketika ditanya terkait keterlibatan Menkumham, KPK tidak banyak berkomentar.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyatakan semua orang berhak ikut konferensi pers tim hukum PDI-P.
"KPK tidak masuk ke wilayah perdebatan soal itu," ujar Ali pada Kompas.com
Menurutnya, KPK hanya fokus untuk menangani berkas perkara kasus tersebut.
"KPK dalam bekerja selalu mengedepankan aturan hukum yang ada dan menjunjung tinggi profesionalisme sehingga saya kira tidak perlu dikhawatirkan soal adanya tim hukum tersebut," katanya.
Dikutip dari Kompas.com, PDI Perjuangan membentuk tim hukum untuk menyikapi polemik pergantian anggota DPR yang berujung pada penetapan tersangka kadernya, Harun Masiku, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tim hukum tersebut beranggotakan 12 pengacara yang dipimpin oleh I Wayan Sudirta.
Tim hukum pun langsung menyampaikan laporan ke Dewan Pengawas KPK terkait kasus yang menjerat eks caleg PDI-P, Harun Masiku.
Sementara itu, Harun Masiku masih belum diketahui keberadannya.
Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri dia yakin eks calon anggota legislatif PDI-P tersebut akan segera kembali ke Indonesia.
Firli mengatakan, pelaku korupsi akan kembali berapapun kerugian yang akan ditanggungnya.
"Karena pelaku koruptor itu beda denga pelaku pembunuhan yang siap tidur di hutan dan juga pelaku teror. Tapi kalau pelaku korupsi dia akan, berapa pun kerugiannya, akan kembali ke Indonesia," ujar Firli.
Meski yakin Harun akan kembali, Firli tetap mengupayakan menangkap Harun.
Ia mengklaim telah menandatangani surat permintaan bantuan kepada aparat penegak hukum untuk menangkap Harun.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani) (Kompas.com/Ardito Ramadhan/ Devina Halim/Sania Mashabi)