Ketua KPK Pernah Bertemu Bupati Muara Enim Setelah Ibadah Haji
Dalam pertemuan yang tak dijelaskan lokasinya itu, Firli menegaskan tidak berbicara terkait materi dugaan kasus korupsi di Muara Enim
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengaku pernah bertemu dengan pihak berperkara yakni Bupati nonaktif Muara Enim Ahmad Yani.
Firli bertemu dengan Ahmad Yani pada 31 Agustus 2019 silam. Pertemuan itu terjadi setelah jenderal polisi bintang 3 itu menunaikan ibadah haji.
Dalam pertemuan yang tak dijelaskan lokasinya itu, Firli menegaskan tidak berbicara terkait materi dugaan kasus korupsi di Muara Enim.
"Enggak ada pembahasan apa-apa, orang baru pulang haji bertemu boleh dong, tidak tahu saya tidak tahu sama sekali dan tidak terlibat apapun," tutur Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2020).
Firli merasa tak masalah untuk menemui siapapun.
Apalagi saat terjadinya pertemuan tersebut, Firli masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan.
Baca: Pengamat: Ujian Profesionalisme Kepemimpinan Baru KPK
Baca: Haris Azhar Kritisi Kinerja KPK Sekarang: Jenderal Firli Kemana Dia? Enggak Nongol
"Ya saya boleh bertemu dengan siapa saja yang jelas tidak ada obrolan lain selain bertemu," tukas Firli.
Nama Ketua KPK Firli Bahuri muncul dalam sidang lanjutan kasus suap Bupati nonaktif Muara Enim Ahmad Yani di Pengadilan Negeri Palembang Klas 1A Khusus, Sumatera Selatan, Selasa (7/1/2020).
Nama mantan Kapolda Sumatera Selatan itu disebut Kuasa Hukum Ahmad Yani, Maqdir Ismail, ketika menyampaikan nota keberatan atau eksepsi perkara dugaan suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 miliar.
Merespons hal tersebut, Firli menegaskan tak pernah menerima sesuatu dari pihak manapun.
"Saya tidak pernah menerima apapun dari siapapun," ujar Firli ketika dikonfirmasi awak media, Selasa (7/1/2020).
Firli memastikan bakal menolak pemberian apapun dari pihak manapun.
Baca: KPK Tunggu Temuan BPK Terkait Isu Korupsi di Tubuh ASABRI
Baca: Empat Mobil Penyidik KPK Sambangi Kantor KPU, Geledah Ruang Kerja Wahyu
Tak hanya dirinya, Firli memastikan bakal menolak pemberian tersebut.
"Saya pasti tolak. Keluarga saya juga pasti menolak. Saya tidak pernah (menerima) sesustu yang bukan hak saya," kata Firli.
Diketahui, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang hari ini, Maqdir Ismail mengungkapkan nama Firli muncul dari penyadapan KPK atas terdakwa lain dalam kasus ini yaitu Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim Elfin Muchtar.
"BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvin dan kontraktor bernama Robi. Dalam percakapan itu Elvin akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak," kata Maqdir.
Maqdir menegaskan Ahmad Yani tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang berstatus terdakwa.
Maqdir menyebut komitmen fee merupakan inisiatif Elvin yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 Miliar, termasuk upaya memberikan 35.000 dolar AS kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumatera Selatan.
Dikatakan, Elvin memanfaatkan silaturahmi antara Firli dengan Ahmad Yani untuk memberikan uang senilai 35.000 dolar AS.
Baca: Martam Diterkam Harimau Saat Pulang dari Mandi di Pancuran, Ia Selamat Berkat Ini
Baca: Haris Azhar Kritisi Kinerja KPK Sekarang: Jenderal Firli Kemana Dia? Enggak Nongol
Uang itu diperoleh dari terdakwa Robi.
Elvin lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan.
Ia memberi tahu bahwa ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.
"Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, 'ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau'," kata Makdir.
Maqdir mengatakan percakapan itu ternyata disadap oleh KPK.
Tetapi KPK justru tidak memberitahu kepada Kepala Polri bahwa Firli yang masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang.
"Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerjasama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu," kata Maqdir.
Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Maqdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut kontestasi Ketua KPK.
Mendengar eksepsi tersebut, JPU KPK Roy Riadi mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvin.
"Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvin yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani," kata Roy.
Roy mengatakan penyadapan yang kemudian menyeret nama Firli termasuk bagian dari penyelidikan.
"Pak Kapolda juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja," kata Roy.