Fakta Baru Kasus Harun Masiku, KPK Panggil Hari Ini, PDIP Bertemu Dewas, Yasonna Laoly Tunggu KPK
Inilah fakta baru kasus Harun Masiku yang terlibat kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mulai aksi KPK hingga PDIP bertemu Dewas
TRIBUNNEWS.COM - Keterlibatan Harun Masiku, kader PDI Perjuangan, dalam kasus suap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, masih hangat diperbincangkan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan mengagendakan pemeriksaan terhadap Harun Masiku hari ini Jumat (17/1/2020).
Sementara, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengatakan bahwa menunggu KPK untuk proses hukum selanjutnya.
Kemarin Kamis (16/1/2020), tersiar kabar bahwa Tim Hukum partai berlambang banteng itu bertemu dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Inilah fakta-fakta yang dirangkum Tribunnews.com untuk kasus Harun Masiku.
1. KPK panggil Harun Masiku
Tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap caleg PDIP Harun Masiku, Jumat (17/1/2020).
Harun merupakan tersangka pemberi suap kepada Komisioner nonaktif KPU Wahyu Setiawan terkait kasus PAW anggota DPR terpilih tahun 2019-2024.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai tersangka," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Jumat (17/1/2020).
Pemanggilan Jumat ini merupakan pemeriksaan pertama Harun sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/1/2020) lalu.
KPK sendiri hingga kini belum mengetahui keberadaan Harun yang disebut-sebut terbang ke Singapura pada Senin (6/1/2020) lalu, dua hari sebelum OTT terhadap Wahyu dan tersangka lainnya.
Lembaga antirasuah sebelumnya telah mengultimatum Harun untuk menyerahkan diri ke KPK dan bersikap kooperatif dalam proses penyidikan.
Menurut Ali, sikap tidak kooperatif Harun justru akan merugikan dirinya sendiri karena tidak bisa menerangkan dugaan keterlibatannya dalam kasus ini.
"Juga nanti tentunya lebih jauh ketika di proses persidangan juga tentunya dipertimbangkan sebagai orang yang tidak kooperatif ketika menjalani pemeriksaan," kata Ali.
2. PDIP bertemu Dewas KPK, ada apa?
Tim Hukum PDIP mendatangi Dewan Pengawas KPK, Kamis (16/1/2020).
Kedatangan tim kuasa hukum yang diawakki I Wayan Sudirta ke Dewas bertujuan melaporkan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelidik KPK saat hendak menggeledah kantor DPP PDIP pada Kamis (9/1/2020).
Lembaga antirasuah dengan tegas membantah adanya dugaan cawe-cawe kasus antara PDIP dengan KPK.
Pasalnya, KPK sedang mengusut kasus suap yang menyenggol partai banteng itu.
"Ini di luar pokok proses penyidikan yang dilakukan oleh para penyidik KPK. Tentu penyidik KPK masih tetap bekerja secara profesional, sesuai dengan aturan-aturan hukum," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Jumat (17/1/2020).
Dengan kunjungan Tim Hukum PDIP ke Dewas, Ali pun meyakini KPK tak akan merasa diganggu dalam mengusut kasus yang menetapkan Komisioner nonaktif KPU Wahyu Setiawan, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, politikus PDIP Harun Masiku, dan Saeful dari unsur swasta atau staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
"Saya mempunyai keyakinan bahwa penyidik KPK sudah terbiasa berkerja secara profesional. Termasuk apapun itu, dan tidak hanya kedatangan PH PDIP saja. Sebab penyidik sudah berpengalaman di perkara lain," katanya.
Menurut Ali, KPK tetap fokus pada penanganan perkara yang telah menjerat empat orang itu sebagai tersangka.
"Saya kira begitu. Jadi tetap fokus pada perkara yang sedang diproses. Kita tidak melihat dari sisi lain, baik itu adanya laporan ke Dewas KPK dan lain-lain," kata Ali.
Dikonfirmasi terpisah, Anggota Dewas KPK Albertina Ho yang menerima kunjungan Tim Hukum PDIP menyatakan pihaknya akan memproses aduan tersebut.
"Hasilnya tim hukum menyerahkan pengaduan tertulis dalam map dan Dewas menerima. Semua pengaduan diproses," ujar Albertina kepada Tribunnews.com, Jumat (17/1/2020).
3. Hukuman Harun Masiku, Yasonna tungggu KPK
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyampaikan keberadaan tersangka kasus dugaan suap terhadap anggota KPU Harun Masiku masih di Singapura.
Menurut Yasonna, Kemenkumham akan menunggu arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemulangan tersangka Politisi PDI Perjuangan Harun Masiku ke Indonesia.
"Itu biar saja urusan KPK, jangan urusan saya," ungkap Yasonna, dilansir kanal YouTube KompasTV, Kamis (16/1/2020).
Yasonna mengatakan Harun Masiku berada di Singapura sejak 6 Januari 2020.
"Kami tidak bisa berkoordinasi, pokoknya kami beritahu sudah ada di Singapura tanggal 6 Januari 2020," jelasnya.
Harun Masiku bertolak ke Singapura dua hari sebelum Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK.
"Jadi tanggal 8 Januari 2020 kan OTT, tanggal 6 Januari dia sudah di luar," kata Yasonna.
Lebih lanjut, Yasonna belum mengetahui tujuan Harun Masiku bertolak ke Singapura.
"Artinya, apa tujuan dia keluar, kita belum tahu." ujarnya.
"Berarti dia barangkali juga belum tahu OTT, dia memang udah keluar dari Republik," lanjut Yasonna.
Dalam hal ini, Yasonna Laoly menunggu perintah dari KPK ketika Harun Masiku kembali ke Indonesia.
"Bahwa dia (Harun Masiku) kalau masuk, apa permintaan dari KPK. Secara hukum kita terima," terangnya.
Kilas balik kasus Harun Masiku
Seperti diketahui, Harun melakukan penyuapan agar Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersedia memproses pergantian anggota DPR melalui mekanisme PAW.
Upaya itu, dibantu oleh mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP Saeful Bahri.
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun.
Baca: Singapura Sebut Belum Ada Komunikasi dari Indonesia Soal Harun Masiku
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK.
Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat.
Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus.
Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.
Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina.
Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.
Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.
Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Chrysnha, Ilham Rian Pratama)