Senin, 6 Oktober 2025

Lobi-Lobi Soetikno kepada Emirsyah Satar, Seberapa Dekat Hubungan Mereka?

JPU pada KPK menghadirkan tiga orang saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar

TRIBUNNEWS/VINCENTIUS JYESTHA
Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2017). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilik PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa Soetikno Soedarjo berkomunikasi dengan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, untuk menawarkan sejumlah barang di perusahaan plat merah tersebut.

Sejak Emirsyah mencanangkan program Quantum Leap pada 2005, pihak Rolls-Royce melakukan pendekatan kepada Emirsyah melalui Soetikno dengan menawarkan paket perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 (selanjutnya disebut RR Trent 700) melalui program TCP.

Baca: Pengadilan Tipikor Jakarta Periksa Dua Saksi Kasus Suap Emirsyah Satar

Program TCP yaitu suatu program perawatan mesin yang seluruhnya dilakukan oleh Rolls-Royce tanpa melibatkan pihak ketiga, sedangkan PT Garuda Indonesia saat itu menggunakan Time and Material Based (TMB) karena kesulitan keuangan.

Penawaran paket perawatan mesin Rools-Royce itu tidak berjalan mulus.

Sebab, sempat ada perbedaan pendapat antara Emirsyah dengan Soenarko Kuntjoro, mantan Direktur Teknik dan EVP Engineering PT Garuda Indonesia.

Hingga akhirnya, pada 31 Oktober 2007 melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa memutuskan memberhentikan Soenarko Kuncoro sebagai direktur dan mengangkat Hadinoto Soedigno sebagai pengganti serta menunjuk beberapa direksi baru.

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menanyakan keadaan di internal PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kepada Mantan Direktur Operasi PT Garuda Indonesia Ari Sapari.

Ari merupakan salah satu saksi yang dihadirkan tim JPU pada KPK.

JPU pada KPK menghadirkan tiga orang saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Mereka yaitu bekas Direktur Pemasaran dan Penjualan Garuda 2012-2013 Elisa Lumbantoruan, mantan Direktur Utama Citilink yang juga pernah menjabat sebagai Vice President Treasury Management Garuda 2005-2012 Albert Burhan dan mantan Direktur Operasi PT Garuda Indonesia Ari Sapari.

"Jadi menurut saudara, ada perbedaan pendapat terkait TMB dan TCP yang mendasari pemberhentian Soenarko?" tanya jaksa Nanang Suryadi, kepada Ari di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Ari mengungkapkan komunikasi antara Soenarko dan Emirsyah menimbulkan kesan perdebatan.

"Dari 2005-2007 itu TMB yang dipakai karena pada saat itu yang dibicarakan tentang maintenance pesawat Airbus karena ada beberapa kali memang masalah dengan engine Rolls Royce yang digunakan pesawat Airbus," kata Ari.

Dia menjelaskan di rapat direksi sempat dibicarakan penawaran perawatan mesin
hingga akhirnya diputuskan ada perubahan menjadi TCP karena pada saat itu ada rencanan penambahan jumlah tipe pesawat Airbus.

Pada tahun 2008, kata dia, ada penawaran 4 pesawat sehingga jumlah mesin yang harus dimaintenance cukup tinggi.

"Airbus pesawat yang cukup efisien, harga sewa saya tidak paham, tetapi secara operasional karena saya pilot Airbus itu paling baik untuk jarak menengah," kata Ari.

Di persidangan itu, Nanang membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Ari Sapari.

"Saudara di BAP mengatakan, 'Soenarko dalam pertimbangannya memilih TMB sebagai pilihan perawatan 'engine' Airbus330 karena lebih menitikberatkan pada kondisi keuangan PT Garuda Indonesia dimana saat itu kondisi keuangan PT Garuda Indonesia kurang baik dalam menerapkan perawatan 6 unit pesawat A330 dengan biaya tinggi akan membebani keuangan Garuda, sementara Emirsyah Satar lebih memilih melakukan negosiasi agar program TCP dapat dilakukan dalam perawatan mesin pesawat A330'"

Soetikno berhubungan dengan Emirsyah. Menurut Ari, Soetikno sempat hadir pada saat acara Hari Ulang Tahun (HUT) Emirsyah yang diselenggarakan di suatu tempat di Setiabudi, Jakarta Selatan.

"Saya kenal Pak Soetikno, kami bertemu dua kali, tetapi saya lupa waktu tepatnya. Pertama bertemu pada acara ulang tahun Emirsyah Satar di suatu tempat di Setiabudi kemudian satu lagi saat acara bakti sosial anak yatim piatu di kantor Garuda. Acara yang kedua diadakan oleh Garuda, tetapi saya tidak begitu ingat apakah Pak Emir yang mengenalkan ke Pak Soetikno atau bukan karena itu acara perayaan ulang tahun," ujar Ari.

Namun, Ari tidak dapat mengungkapkan seberapa dekat hubungan antara keduanya.

"Saya tidak begitu jelas, tetapi beberapa kali di satu rapat atau acara di Bali saya memang tidak satu hotel dengan Pak Emir, tetapi saya dapat info dari rekan lain kalau Pak Emir bersama Pak Tikno. Saya dapat info, tetapi saya tidak lihat sendiri kalau beliau (Emirsyah) ada di hotel Bulgari Bali," kata Ari.

Setelah mendengarkan keterangan Ari, JPU pada KPK membacakan BAP nomor 49.

"Berdasarkan BAP no 49, saudara mengatakan 'Soetikno Soedarjo tidak pernah berhubungan langsung dengan direksi, tetapi yang sering berhubungan dengan Soetikno adalah Emirsyah Satar karena setiap kegiatan di Bali baik pribadi atau acara Garuda, Emirsyah Satar menginap di hotel Bulgari milik Soetikno Soedarjo'" ucap Jaksa.

Sebelumnya, Emirsyah Satar, didakwa menerima suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.

Emirsyah diduga menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar dengan mata uang berbeda. Adapun, rincian mata uang tersebut, yakni Rp 5.859.794.797, USD 884.200 atau setara Rp 12.321.327.000 (1 USD= Rp 13.935), EUR 1.020.975 atau setara Rp 15.910.363.912 (1 EUR= Rp 15.583), dan SGD 1.189.208 atau setara Rp 12.260.496.638 (1 SGD= Rp 10.309).

Perbuatan tindak pidana itu dilakukan bersama-sama Hadinata Soedigno dan Agus Wahjudo.

Mereka telah mengntervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat.

Mereka merupakan anak buah Emirsyah saat menjabat sebagai direktur utama pada tahun 2009.

Pada saat itu, Agus Wahjudo menjabat Executive Project Manager, sedangkan Hadinoto menjabat Direktur Teknik Executive Vice President Engineering.

Atas perbuatan itu, Emirsyah disebut melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain itu, JPU pada KPK mendakwa Emirsyah Satar, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia melakukan tindak pidana pencucian uang.

Upaya itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia dalam pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya.

Baca: KPK Bidik Tersangka Lain dalam Kasus Suap Eks Dirut Garuda Indonesia

Pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya dari pabrikan yaitu Airbus SA, Roll Royce Plc dan Avions de transport régional (ATR) melalui intermediary Connought International Pte Ltd dan PT. Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong yang didirikan Soetikno Soedarjo.

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved