Pengadilan Tipikor Jakarta Periksa Dua Saksi Kasus Suap Emirsyah Satar
Soenarko Kuncoro merupakan mantan Executive Vice President (EVP) Engineering PT Garuda Indonesia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua mantan petinggi PT Garuda Indonesia, Soenarko Kuncoro dan Muhammad Arif Wibowo memberikan keterangan sebagai saksi kasus suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia di sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Soenarko Kuncoro, mantan Executive Vice President (EVP) Engineering PT Garuda Indonesia. Sedangkan, Muhammad Arif Wibowo, mantan Direktur Pemasaran PT Garuda Indonesia.
Mereka memberikan keterangan untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan pemilik PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Soetikno Soedarjo.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi mencoba mengonfirmasi kepada Soenarko terkait pergantian posisi sebagai Direktur Teknik dan IT PT Garuda Indonesia.
Baca: KPK Bidik Tersangka Lain dalam Kasus Suap Eks Dirut Garuda Indonesia
"Alasannya waktu rapat umum pemegang saham, saya dianggap tidak perform menjaga on time performance secara keseluruhan," kata Soenarko, di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Baca: Terjerat Kasus Korupsi, Emirsyah: Saya Khilaf
Mengacu surat dakwaan, posisi Soenarko digantikan Hadinoto Soedigno pada saat Rolls-Royce mengajukan proposal paket perawatan mesin.
Dia dilengserkan karena dianggap tidak bersahabat dengan Rolls-Royce pada saat Rolls-Royce mengajukan proposal paket perawatan mesin.
Pada saat itu, Rolls-Royce menawarkan mekanisme total care program (TCP), program perawatan mesin tanpa melibatkan pihak ketiga. Harga yang ditawarkan Rolls-Royce tidak sesuai denga keinginan PT Garuda Indonesia.
PT Garuda Indonesia sedianya menggunakan mekanisme perawatan time and material based (TMB) karena kesulitan keuangan.
"Kami selalu rapat-rapat evaluasi. Ini, kami sampaikan. Bukan hanya direktur utama, tetapi direksi lain," ungkap Soenarko.
Soenarko mengungkapkan proses negosiasi terus berlanjut setelah pergantian dirinya.
Pergantian direksi ini membuat Rolls-Royce senang. Hal ini termuat di laporan berjudul Indonesia Report-Period pada 5 November 2007 oleh Rolls-Royce Regional Director Indonesia Mike F Gray.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang perdana kasus suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia yang menjerat terdakwa Emirsyah Satar, Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar, didakwa menerima suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Baca: Ini Rincian Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang Emirsyah Satar
JPU pada KPK menjelaskan suap diberikan karena Emirsyah memilih pesawat dari tiga pabrikan dan mesin pesawat dari Rolls Royce untuk Garuda Indonesia dalam kurun 2009-2014, yaitu:
Total Care Program (TCP) mesin Rolls Royce (RR) Trent 700, pengadaan pesawat Airbus A330-300/200, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pesawat Bombardier CRJ1.000, dan pengadaan pesawat ATR 72-600
Emirsyah diduga menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar dengan mata uang berbeda. Adapun, rincian mata uang tersebut, yakni Rp 5.859.794.797, USD 884.200 atau setara Rp 12.321.327.000 (1 USD= Rp 13.935), EUR 1.020.975 atau setara Rp 15.910.363.912 (1 EUR= Rp 15.583), dan SGD 1.189.208 atau setara Rp 12.260.496.638 (1 SGD= Rp 10.309).
Perbuatan tindak pidana itu dilakukan bersama-sama Hadinata Soedigno dan Agus Wahjudo. Mereka telah mengntervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat.
Mereka merupakan anak buah Emirsyah saat menjabat sebagai direktur utama pada tahun 2009. Pada saat itu, Agus Wahjudo menjabat Executive Project Manager, sedangkan Hadinoto menjabat Direktur Teknik Executive Vice President Engineering.
Atas perbuatan itu, Emirsyah disebut melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, JPU pada KPK mendakwa Emirsyah Satar, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia melakukan tindak pidana pencucian uang.
Upaya itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia dalam pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya.
Pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya dari pabrikan yaitu Airbus SA, Roll Royce Plc dan Avions de transport régional (ATR) melalui intermediary Connought International Pte Ltd dan PT. Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong yang didirikan Soetikno Soedarjo.
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.