Media Asing Sebut Alasan Ormas Islam Indonesia 'Bungkam' Terkait Pelanggaran HAM Muslim Uighur China
Namun, hal ini dibantah oleh perwakilan pemerintah yang menyebut, Indonesia melakukan "pendekatan diplomasi lunak yang proporsional".
Organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, juga membantah dan menyebut tudingan itu "tidak berdasar" dan "fitnah".
Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengakui kunjungan perwakilan organisasinya bersama NU dan MUI, ke beberapa pusat pelatihan untuk Muslim Uighur di Xinjiang Februari lalu diadakan atas undangan pemerintah China.
Dia pula menegaskan, kunjungan itu tidak membuat sikap mereka terhadap pelanggaran HAM, melunak.
Demonstrasi menentang persekusi pemerintah China terhadap Muslim Uighur digelar di depan Kedutaan Besar China di Jakarta, Desember silam.
"Sikap Muhammadiyah, tidak pernah berubah. Muhammadiyah akan senantiasa menyampaikan sikap dan pandangannya berdasar prinsip-prinsip dakwah amar ma'ruf nahi munkar."
"Oleh karena itu dalam kaitannya dengan pelanggaran HAM itu, Muhammadiyah akan senantiasa tegas dan menentang segala bentuk pelanggaran HAM di mana pun, oleh siapa pun, kepada siapa pun," ujar Mu'ti dalam keterangan pers, Selasa (17/12/2019).
Dia pun mendesak pemerintah Indonesia agar menindaklanjuti arus aspirasi umat Islam dan bersikap lebih tegas untuk menghentikan pelanggaran HAM di Xinjiang sesuai dengan amanat UUD 1945 dan politik luar negeri yang bebas aktif.
"Pemerinta Indonesia hendaknya lebih aktif menggunakan peran sebagai anggota OKI dan anggota tidak tetap Dewan KEamanan PBB untuk menggalang diplomasi dihentikannya pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa negara lainnya," ujarnya.
Tidak ada kebebasan beragama di Xinjiang
Dalam kunjungan tersebut, rombongan ormas Islam dari Indonesia yang terdiri dari 15 orang menemukan adanya pelanggaran HAM berupa dikekangnya kebebasan beragama yang dialami Muslim Uighur, seperti diungkapkan oleh salah satu delegasi yang juga merupakan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi.
"Kunjungan ke beberapa tempat, masjid, ke insitut agama Islam semakin meyakinkan kami bahwa tidak ada kebebasan beragama, freedom of religion itu tidak terbukti," ujar Muhyiddin.
Demonstrasi serupa juga digelar di Banda Aceh.
Hal ini disebabkan dalam konstitusi China disebutkan bahwa agama hanya bisa dipraktikkan di ruang tertutup dan dilarang dipraktikkan di ruang terbuka.
"Kalau menggunakan jilbab dan keluar ruangan, Anda dianggap radikal. Kalau Anda radikal maka Anda berhak dikirim ke re-education center."