Buka Suara Terkait Wacana Penambahan Masa Jabatan, Jokowi: Lebih Baik Tidak Usah Amandemen
Jokowi menegaskan tidak akan melakukan amandemen UUD 1945 karena nantinya akan berakibat melebar ke isu yang lain.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak akan melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 karena nantinya akan melebar ke isu yang lain.
Jokowi buka suara terkait wacana penambahan masa jabatan presiden dalam acara bincang santai dengan wartawan kepresidenan di Istana Merdeka, Senin (2/12/2019).
Pernyataan tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV pada hari yang sama.
Jokowi mengatakan, dirinya merupakan hasil dari pemilihan langsung yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Sehingga dianggap tidak mungkin untuk menyetujui wacana tersebut.

Ia juga mengatakan, wacana penambahan masa jabatan kepemimpinan presiden menjadi meluas ke berbagai isu.
Seperti wacana presiden yang akan dipilih oleh MPR, kemudian wacana presiden tiga periode atau 15 tahun, atau wacana presiden yang masa jabatannya hanya satu kali namun selama delapan tahun.
Hal tersebut membuat Jokowi menegaskan untuk tidak melakukan amandemen terhadap dasar negara Indonesia.
"Ini ya sejak awal, sudah saya sampaikan saya adalah produk dari pemilihan langsung, sehingga saat itu ketika ada keinginan untuk amandemen apa jawaban saya?" jelas Jokowi.
"Apakah bisa yang namanya amandemen itu hanya dibatasi untuk urusan haluan negara, apa tidak melebar ke mana-mana."
"Sekarang kenyataannya seperti itu kan? Ada yang lari ke presiden yang dipilih oleh MPR, ada yang lari presiden tiga periode, ada yang lari presiden satu kali tapi delapan tahun," tuturnya.
"Kan ke mana-mana seperti yang saya sampaikan, jadi lebih baik tidak usah amandemen," imbuh dia.
Jokowi juga menuturkan saat ini lebih baik untuk fokus pada tekanan dari luar.
Menurut penuturannya, tekanan tersebut bukan merupakan suatu hal yang dapat diselesaikan secara mudah.
"Kita konsentrasi aja ke tekanan-tekanan eksternal yang sekarang ini bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," ujar Jokowi.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode itu ada tiga (motif) menurut saya."
"Satu ingin menampar muka saya, yang ke dua ingin cari muka. Padahal saya sudah punya muka. Yang ke tiga ingin menjerumuskan," tandas dia.
Jokowi juga menjelaskan mengamandemen UUD 1945 seharusnya hanya mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Ketua DPP Partai NasDem, Zulfan Lindan yang menyetujui terkait wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi 15 tahun.
Zulfan Lindan mengungkapkan tidak ada salahnya jika nantinya masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Menurutnya, keputusan akan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar atau tidak merupakan keputusan berbagai pihak.
Khususnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan perwakilan setiap partai politik di parlemen.

"Gini kita melihat tidak ada salahnya kalau presiden itu tiga periode. Tidak ada salahnya," terang Zulfan Lindan.
"Undang-undang dasar inikan nanti tergantung MPR. Apakah MPR setuju, apakah semua fraksi setuju," tambahnya.
Zulfan Lindan mengatakan untuk membiarkan wacana masa penambahan jabatan presiden dan wakilnya berkembang.
Menurut Zulfan Lindan, mungkin saja masyarakat ingin melakukan berbagai diskusi mengenai permasalahan tersebut.
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)