Tuai Kritik, Jokowi Beri Penjelasan Soal Pemberian Grasi pada Terpidana Korupsi Annas Maamun
Keputusan Jokowi memberikan grasi pada Annas Maamun menuai banyak kritik. Jokowi pun memberikan keterangan terkait alasannya memberikan grasi.
TRIBUNNEWS.COM - Pemberian grasi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun menuai banyak kritik.
Dilansir tayangan Sapa Indonesia Malam'yang diunggah kanal YouTube Kompas TV, Jokowi menjelaskan alasannya memberi grasi pada mantan Gubernur Riau tersebut.
Selain atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Jokowi menyebut pemberian grasi dilakukan atas dasar rasa kemanusiaan.
"(Grasi diberikan) karena dengan pertimbangan MA seperti itu, pertimbangan kedua dari Menko Polhukam juga seperti itu diberikan dan yang ketiga memang dari sisi kemanusiaan ini kan umurnya sudah uzur dan sudah sakit-sakitan terus," terang Jokowi seperti yang diberitakan Kompas TV, Rabu (27/11/2019).

Menurut Jokowi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam pemberian grasi tersebut karena dilakukan dalam tahap wajar.
"Kalau setiap hari kita keluarkan grasi untuk koruptor, setiap hari atau setiap bulan, itu baru silakan dikomentari," tegas Jokowi.
Jokowi juga menyebutkan bahwa selama ini banyak permohonan grasi yang diterimanya.
Namun ia menegaskan, tidak semua grasi dapat dikabulkan.
"Tidak semua (grasi) yang diajukan pada saya dikabulkan. Coba dicek, berapa ratus yang mengajukan dalam satu tahun yang dikabulkan berapa, dicek betul," kata Jokowi.
Sementara itu, Jokowi juga menjelaskan, grasi yang diberikan sudah sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Menurutnya, grasi telah menjadi hak presiden yang diberikan atas pertimbangan MA.
"Kita harus tahu semuanya, dalam ketatanegaraan kita, grasi itu adalah hak yang diberikan pada presiden atas pertimbangan dari MA. Itu jelas sekali dalam Undang Undang Dasar kita," ujar Jokowi.
Jokowi Beri Grasi pada Terpidana Korupsi, KPK Mengaku Kaget
Dikutip Tribunnews.com dari Kompas TV, Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut pihaknya kaget dengan informasi yang diterima.
Namun secara kelembagaan, KPK akan tetep menghargai keputusan presiden.
"Kami cukup kaget tetapi bagaimanapun juga secara kelembagaan KPK menghargai kewenangan presiden," ungkap Febri, seperti yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (26/11/2019).
Juru Bicara KPK itu berharap pemberian grasi tak berdampak pada kasus suap alih fungsi lahan hutan yang hingga kini masih ditangani KPK.
Pasalnya menurut Febri, Annas Maamun diproses untuk tiga perkara.
Dua perkara di antaranya yaitu terkait dengan korupsi di sektor kehutanan.
"Kami cukup kaget mendengar informasi tersebut karena saudara Annas Maamun ini diproses untuk sejumlah perkara. Untuk perkara itu saja ada tiga dakwaan kumulatif yang diajukan, dua di antaranya terkait dengan korupsi di sektor kehutanan," jelasnya.
Febri menyebutkan, kasus Annas Maamun merupakan kasus korupsi yang berada di dua sektor sekaligus.
"Pertama kasus suap itu sendiri, kedua sektor kehutanan," terangnya.

Menurut Febri, risiko dan kerugian dari tindak pidana korupsi di sektor kehutananan ini tidak sekadar berpengaruh pada kerugian negara maupun pihak-pihak tertentu saja.
Tindak pidana korupsi di sektor kehutanan juga merugikan lingkungan.
"Kalau kita mempelajari banyak kasus korupsi di sektor kehutanan, sebenarnya risiko dan kerugiannya bukan sekadar pada kerugian negara, pihak-pihak tertentu, tapi ada risiko kerugian terhadap lingkungan itu sendiri," jelas Febri.
Karena itu, Febri mengaku pihaknya merasa kaget dengan adanya grasi tersebut.
Dilansir Kompas TV, mantan Gubernur Riau Annas Maamun terjerat kasus korupsi alih fungsi lahan di provinsi Riau senilai 5 miliar rupiah.
Annas Maamun divonis hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada tahun 2015.
Dirinya sempat mengajukan banding di Mahkamah Agung (MA) namun ditolak.
Hukumannya yang semula enam tahun, diperberat menjadi tujuh tahun.
Dengan adanya grasi, Anas Maamun akan menghirup udara bebas pada Oktober 2020.
Pemberian Grasi Dinilai Tak Ada Manfaatnya
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menyebutkan, pemberian grasi oleh Presiden Jokowi pada Annas Maamun tak ada manfaatnya.
"Memberikan grasi kepada terpidana korupsi itu tidak memberikan manfaat apapun kepada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Dadang saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Menurutnya, pemberian grasi kepada terpidana korupsi justru akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Namun, Dadang mengakui bahwa grasi tetap merupakan kewenangan presiden.
"Menurut saya, pemberian grasi kepada terpidana itu memang hak presiden yang konstitusional," ucapnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)