Mengintip Aktivitas Mantan Teroris Badri Hartono Setelah Menjalani Hukuman 10 Tahun di Penjara
Kini Badri kembali menjalani hidup seperti biasa, ternak parkit dan berjualan burung sebagaimana dulu sebelum ditangkap Densus 88 di Griyan.
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Setelah terjadi ledakan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan Sumut, Densus 88 terus bergerak menangkap dan menggeledah tempat tinggal puluhan orang di beberapa daerah yang diduga terlibat jaringan terorisme.
Sedangkan orang-orang yang sudah ditangkap jauh sebelum kejadian tersebut, sudah diproses di pengadilan dan dipenjara.
Bahkan banyak narapidana terorisme sudah menghirup udara bebas setelah menyelesaikan hukumannya.
Tribun Jateng mendatangi rumah Badri Hartono di Jalan Belimbing RT5/RW20, Griyan Panjang, Kecamatan Laweyan, Solo, Kamis 20 November 2019.
Badri divonis 10 tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 15 ayat 7 dan 15 ayat 9 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Ia dinyatakan terlibat dalam kasus peledakan bom di Hotel JW Marriot bersama kelompok Noordin M Top pada 2009 lalu.

Peran Badri memberikan bantuan dana dan menyediakan tempat tinggal untuk persembunyian Noordin beserta kebutuhan sehari-harinya.
Badri sudah bebas dari Lapas, pertengahan Agustus 2019 lalu.
Kini Badri kembali menjalani hidup seperti biasa, ternak parkit dan berjualan burung sebagaimana dulu sebelum ditangkap Densus 88 di Griyan.
Saat Tribun Jateng berkunjung ke rumahnya, Badri sedang pasang keramik dan memperbaiki rumahnya.
Dia senyum ramah menyambut kedatangan wartawan Tribun Jateng.
Baca: Umar Patek: Mencegah Penyebaran Radikalisme Harus Dimulai Sejak Dini
Baca: Terpapar Radikalisme, Polwan Bripda NOS Dipecat dari Kesatuan Hingga Diproses Pidana
Ketika ditanya terkait aksi teror di Medan, Badri tidak bisa berkomentar.
Sebab dirinya tidak terlibat langsung dan masuk di dalam kelompok tersebut.
"Sebentar ya, saya cuci tangan dulu," kata Badri yang segera mengawali pembicaraan dan ajak masuk ke ruang tamu.
Obrolan mengenai burung mengawali pertemuan siang itu, karena memang ia dikenal sebagai peternak serta penjual burung.
Badri mengaku tak tertarik dengan kasus bom bunuh diri di Medan. Dan tak ada polisi yang datang ke rumahnya menanyakan hal itu.
Diakuinya, setelah ke luar dari penjara, perjuangan untuk menegakkan syariat Islam di dunia belum berakhir.
Ia menolak istilah 'taubat' yang disematkan kepadanya atas aksi yang dilakukan beberapa waktu lalu. Itu adalah perjuangan dan perlawanan untuk tegakkan syariat di Indonesia.
"Tidak taubat karena berjuang caranya yang mungkin berubah, yang harus taubat yang tidak mau tunduk pada aturan Allah, bukan yang menegakkan syariat Islam malah disuruh taubat," katanya bersemangat.
Badri mengaku tidak mengetahui dari kelompok mana yang melakukan aksi bom bunuh diri di Medan.
Karena menurutnya di Indonesia ini sudah banyak bermunculan kelompok-kelompok.
Baca: Densus 88 Kembali Menangkap Terduga Teroris di Kota Cirebon, Sehari-hari Jual Pulsa
Baca: Pria di Gunungkidul yang Rumahnya Digerebek Densus 88 Jarang Bergaul
Dan semuanya memiliki target, pandangan atau cara teror yang berbeda-beda dan tidak bisa disamaratakan.
"Dulu target saya Amerika karena mendukung Israel menyerang Palestina. Amerika biang keladi kerusakan dunia," imbuhnya.
Badri menyebut, dulu polisi tidak banyak mendapatkan aksi penyerangan seperti sekarang.
Sebab bagi kelompoknya, polisi hanya dianggap orang yang masih bingung sehingga bukan menjadi target utama.
Namun sekarang ini berubah, ada kelompok yang beranggapan bahwa polisi merupakan lawan.
"Secara syariat, membunuh orang tidak bersalah dan merusak tempat ibadah adalah dilarang. Mungkin mereka yang melakukan itu, menduga ada simpan senjata di situ. Atau menuduh mereka bakar masjid sehingga dilakukan pembalasan. Kalau dulu target saya bukan itu (tempat ibadah)," imbuhnya.
Bagaimana pandangan Badri tentang toleransi di Indonesia?
Badri mengatakan toleransi telah ada sejak lama bahkan sebelum munculnya Pancasila.
Ia pun tidak mempersoalkan perbedaan keyakinan agama lain karena semuanya telah diatur dalam Alquran.
Namun dirinya akan melakukan perlawanan jika ada umat muslim yang ditindas.
Baginya, penegakan syariat Islam di Indonesia adalah harga mati. Tidak perlu restu dari agama lain untuk memperjuangkannya.
Apakah mengenal Jamaah Ansharut Daulah (JAD)?
Ternyata Badri mengaku tak mengenal kelompok itu dan belum pernah masuk di dalamnya.
Baca: Densus 88 Kembali Tangkap Terduga Teroris di Cirebon, Diduga Terkait Jaringan JAD
Baca: BREAKING NEWS: Densus 88 Antiteror Gerebek Sebuah Rumah di Playen Gunungkidul
Sejak dulu hingga kini dirinya tidak berafiliasi ke kelompok manapun.
"Saya belum pernah masuk JAD. Saya bantu ke mana-mana (tidak menyebutkan maksudnya). Kalau ada orang muslim ditindas pasti akan saya bela. Dan prinsipnya, orang kafir juga tidak boleh dianiaya," tuturnya.
Bebas dari penjara, Badri masih akan melanjutkan perjuangan.
Dia mengaku sakit hati melihat orang-orang Palestina dibunuh dirampas hak-haknya oleh Israel.
Kondisi tersebut yang memunculkan perlawanan.
Di sisi lain, Badri mendukung program deradikalisasi.
Sejauh ini Badri mengaku belum berkomunikasi dengan kelompok ekstrem manapun. Justru dari petugas polisi yang pernah datang ke rumahnya.

"Nggak ada (kelompok) yang ke sini. Mungkin saya sudah dicap garis lunak. Malah Densus yang datang. Padahal rumah saya selalu terbuka. Minta tolong apa dulu, nanti saya pelajari. Hidup itu risiko. Diam di rumah saja juga bisa mati," imbuhnya.
Saat di dalam penjara, Badri ditempatkan bersama narapidana kasus korupsi.
Ia tidak tahu apakah pemisahan tersebut merupakan salah satu dari program deradikalisasi.
Hanya saja terlepas dari itu semua, ia justru banyak mendapat ilmu dan masukan dari para koruptor.
"Saya dinasihati oleh koruptor. Sebenarnya musuh Islam itu ini, ini dan ini. Yahudi menguasai ini, ini, ini. Sasaranmu seharusnya ini, ini, ini. Saya nggak tahu, saya orang kecil. Berarti kemarin saya ngantem kelas kroco. Bagus masukannya," katanya.
Baca: Jenazah Pelaku Bom Bunuh Diri di Mapolrestabes Medan Dimakamkan Setelah Sempat Ditolak Warga
Baca: Detik-detik Terduga Teroris Ditangkap Densus 88 di Pasuruan, Tetangga Bongkar Perilakunya Tiap Malam
Tetangga Badri, sebut saja Wiwik (bukan nama sebenarnya) tidak mempermasalahkan Badri tinggal lagi di kampung halamannya.
Yang dia tahu, Badri rajin salat berjamaah di masjid terdekat. Dia juga tidak mengajak tetangga untuk berpaham seperti dia.
"Nggak ada masalah. Udahlah nggak usah bahas itu lagi. Bahas yang lain saja," kata Wiwik.
Diakui oleh Badri, ada pihak keluarga yang memintanya untuk berhenti.
Namun Badri bersikukuh untuk melanjutkan perjuangan. Sebab baginya umur yang tinggal sedikit jika tidak dimaksimalkan berjuang akan sia-sia.
"Saya tidak merasa menjadi teroris. Karena saya berjuang untuk Islam," tegasnya.
Banyak ustaz bermunculan, namun baginya ustaz yang sesuai dengan prinsip keislaman adalah Abu Bakar Ba’asyir.
Ada satu dua ustaz yang menurutnya sudah punya arah benar yakni Abdul Somad dan M Rizieq Shihab. Hanya saja keduanya belum begitu berani.
Terpisah, DPR RI dalam hal ini Komisi III meminta kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk optimalkan fungsi deradikalisasi kontra radikalisasi.

BNPT juga diharapkan kerja sama dengan Ditjen Lapas Kemenkumham untuk mengatasi berbagai persoalan terorisme.
Wakil Ketua Komisi III, Adies Kadir mengatakan, pemerintah harus memberikan perhatian terhadap maraknya aksi radikal-terorisme melalui media sosial.
Karena saat ini medsos dikapitalisasi sebagai alat yang paling mudah dipergunakan oleh kelompok-kelompok teror.
BNPT harus melakukan langkah antisipatif. Fungsi pencegahan harus diutamakan. (TRIBUN JATENG/CETAK/TIM)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Mantan Napi Teroris Janji akan Lanjutkan Perjuangan, Badri Mengaku Tak Kenal Pengebom Medan