Ahok Masuk BUMN
3 Tokoh Tak Setuju Ahok Komut BUMN: Fadli Zon Sebut Bukan Ahli Minyak & Rosiade Minta BTP Ganti Gaya
Tiga tokoh ini tidak menyetujui Ahok untuk menjadi petinggi di Pertamina. Fadli Zon sebut BTP bukan ahli minyak, Rosiade sebut Ahok harus ganti gaya
TRIBUNNEWS.COM - Menteri BUMN, Erick Thohir akhirnya mengumumkan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok menjadi Komisaris Utama Pertamina, Jumat (22/11/2019).
Ada pro kontra atas keputusan tersbeut.
Setidaknya ada tiga tokoh yang menyatakan pendapatnya tidak menyetujui Ahok untuk menjadi petinggi BUMN di sektor strategis.
Mantan Ketua DPR, Fadli Zon sebut Ahok tak ahli dalam hal minyak.
Sedangkan Andre Rosiade sebut Ahok harus ganti gayanya.
1. Fadli Zon
Dikutip dari Kompas.com, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan masih ada orang lain yang dapat mengisi posisi tersebut.
Menurut Fadli Zon, kapasitas dan kapabilitas Ahok belum dapat menduduki jabatan Komisaris Utama di BUMN strategis yang menyangkut kepentingan orang banyak.
"Kalau saya menilai, seperti tidak ada orang lain saja, apa sih hebatnya? Menurut saya sih biasa-biasa saja," tutur Fadli Zon yang ditemui di Gedung Lemhanas, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).

Fadli Zon mengatakan seharusnya Erick Thohir mencari sosok yang profesional dan memahami sektor minyak dan gas.
Fadli Zon juga meragukan Ahok ketika menjadi Komisaris Utama di Pertamina karena menurutnya Ahok bukan ahli minyak.
Hal tersebut menurut Fadli Zon akan membuat tokoh yang tidak setuju pada Ahok menjadi tidak suka.
"Kan harusnya mencari orang profesional, memangnya dia ahli minyak? Dia kan bukan ahli minyak. Hebatnya apa dia di Pertamina," ucap Fadli Zon.
"Itu menimbulkan tokoh-tokoh, orang-orang dan masyarakat yang selama ini kontra terhadap Ahok menjadi tidak suka," tambahnya.
Fadli Zon menambahkan, penunjukkan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina karena adanya kedekatan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi memang pernah dipasangkan dengan Ahok dalam pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tahun 2012.
Selain itu, Presiden Jokowi dan Ahok mempunyai status keanggotaan di partai politik yang sama, yaitu PDI-P.
2. Andre Rosiade
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade juga kurang setuju Ahok menjadi Komisaris Utama di Pertamina.
Andre Rosiade menilai Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok harus merubah gaya kepemimpinannya.
Hal tersebut diungkapkan Andre Rosiade dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (14/11/2019).
Menurutnya ada cara lain yang dapat dilakukan jika ingin menegur bawahan.
Andre Rosiade mengatakan, jika akhirnya Ahok tetap diangkat menjadi petinggi BUMN merupakan sepenuhnya hak Menteri BUMN, Erick Thohir.
Ia mengingatkan Ahok adanya undang-undang BUMN dan perseroan terbatas yang menjadi dasar seorang pemimpin sebuah BUMN.
"Kita tahu karakter pak Ahok meledak-ledak, nah harapan saya kalaupun akhirnya tetap diangkat, karena ini hak sepenuhnya hak menteri BUMN yang tidak bisa kita diintervensi," jelas Andre Rosiade.
"Kita mengingatkan ada undang-undang BUMN, ada undang-undanng persero terbatas sebagai dasar dari pimpinan atau pemimpin BUMN," tambahnya.
Andre Rosiade berharap Ahok dapat membawa kebaikan.

Ia juga mengatakan agar Ahok tidak mengulangi karakter yang tidak baik seperti ketika memimpin DKI Jakarta beberapa waktu lalu dengan gaya petantang petenteng dan memaki.
Andre Rosiade berpendapat sebuah perubahan, transparansi, dan profesionalitas dalam mengelola manajemen dapat dilakukan tanpa mengeluarkan kata-kata kasar pada bawahan.
"Perubahan, transparansi, dan profesionalitas dalam mengelola manajemen bisa dilakukan tanpa perlu memaki, mengeluarkan kata-kata kasar pada orang yang dipimpin," ucap Andre Rosiade.
3. Marwan Batubara
Selain Fadli Zon dan Andre Rosiade tokoh yang tak setuju Ahok menjadi Komisaris Utama Pertamina adalah Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara.
Marwan Batubara mengatakan seharusnya sebelum pengangkatan menjadi petinggi BUMN, Ahok harus dilakukan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan.
Hal tersebut dikatakan Marwan Batubara dalam video yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Kamis (21/11/2019).
Marwan Batubara menjelaskan untuk menjadi direksi maupun komisaris terdapat persyaratannya yaitu dalam Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003 dijelaskan pasal 16 dan pasal 28.
Meski demikian, kedua pasal tersebut mempunyai isi yang hampir sama.
Kedua pasal tersebut menyebutkan mengenai beberapa poin, di antaranya integritas, berkelakukan baik, rekam jejak, dan sebagainya.
Sehingga menurut Marwan Batubara untuk menunjuk Ahok menjadi petinggi BUMN juga harus patuh terhadap undang-undang.
"Bicara soal jadi direksi atau jadi komisaris itu kualifikasinya, persayaratannya ada di pasal 16 untuk direksi dan pasal 28 untuk komisaris dan itu hampir sama saja isinya," jelas Marwan Batubara.
"Disebutkan tentang integritas, tentang kelakukan baik, tentang track record, dan sebagainya."
"Artinya kita tidak cukup hanya mendasarkan keputusan terhadap proses pengadilan. Tapi yang juga penting adalah patuh terhadap undang-undang."

Marwan Batubara berpendapat seharusnya Kementerian BUMN melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Ahok dan calon lain.
"Sebelum mengangkat pak Ahok, Kementerian BUMN harus memproses melakukan fit and proper test terhadap Ahok dan calon-calon lain sesuai dengan kualifikasi yang disebutkan dalam pasal 16 kalau mau jadi direksi, pasal 28 kalau ingin menjadi komisaris," terang Marwan Batubara.
"Tinggal di match kan saja. Kalau bicara keahlian, mampu ga. Oh ga punya latar belakang migas, sementara ini sektor strategis, yaudah ga masuk."
"Oh kelakuannya bermasalah, mbentak-mbentak orang dan sebagainya, itukan sudah terkenal itu."
Kemudian, Marwan Batubara menyangkutpautkan dengan kasus Ahok ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Yaitu permasalahan pembelian Rumah Sakit Sumber Waras.
Ia menambahkan, jika yang mengadili merupakan KPK yang menurut Marwan Batubara merupakan lembaga yang melindungi Ahok, maka alasan keputusan bisa saja dimanipulasi menjadi tidak ada kasus.
Menurut Marwan Batubara, menyatakan alasan tidak bersalah merupakan keputusan yang salah.
Karena Marwan Batubara berpendapat KPK membuat keputusan tersebut berdasarkan Ahok tidak mempunyai niat jahat ketika melakukan tindakan itu.
"Nah itu bicara soal undang-undang BUMN. Kalau bicara soal hukum dan keadilan, kalau yang mengadili itu seperti KPK. Lembaga yang memang ingin melidungi Ahok maka alasan keputusan pengadilan itu bisa saja dibuat," kata Marwan Batubara.
"Oh dia tidak ada kasus kok. Tapi menyatakan alasan dia tidak bersalah itu sangat bermasalah."
"Bagaimana keputusan yang namanya lembaga tinggi seperti KPK itu, mendasarkannya kepada Ahok tidak punya niat jahat melakukan itu semua."
Sementara menurut penjelasan Marwan Batubara dalam laporan BPK dinyatakan terdapat kerugian negara dan terdapat pelanggaran hukum dan peraturan. (*)
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum/ Kompas.com/Ihsanuddin)