Kamis, 2 Oktober 2025

Pengakuan Mantan Perekrut Anggota Teroris: Lingkungan Kampus Menjadi Tempat Perekrutan

Lingkungan kampus diduga menjadi tempat berkembangnya paham radikal dan menjadi tempat perekrutan anggota teroris.

Penulis: Rica Agustina
Facebook Tony Pratondoadi
ILUSTRASI - Lingkungan kampus diduga menjadi tempat berkembangnya paham radikal dan menjadi tempat perekrutan anggota teroris. 

TRIBUNNEWS.COM - Lingkungan kampus diduga menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya paham radikal.

Para perekrut anggota teroris mencari calon anggota teroris di lingkungan kampus.

Dilansir YouTube Najwa Shihab, Rabu (13/11/2019), berdasarkan pengakuan mantan perekrut teroris yang namanya tidak diungkapkan, ia menyebutkan, kriteria orang yang akan ia rekrut yakni orang yang rajin ibadah.

Cerita Mantan Teroris Cara Merekrut Mahasiswa Jadi Anggotanya
Cerita Mantan Teroris Cara Merekrut Mahasiswa Jadi Anggotanya (YouTube/Najwa Shihab)

Kemudian, ia akan menanyakan bagaimana pemahaman orang tersebut terhadap agama Islam.

Ia juga akan menanyakan ketertarikan calon teroris terhadap jihad.

"Jika dia ada ketertarikan untuk jihad, baru kita masuk. Setelah itu kita lihat kebutuhannya," kata perekrut.

Perekrut akan menemui calon teroris di masjid, lalu ke tempat tinggalnya (indekos) untuk membahas mengenai jihad.

Kecanggihan teknologi yang memudahkan komunikasi juga menjadi satu diantara metode perekrutan teroris.

Mantan perekrut tersebut pun mengaku, saat itu ia lebih sering berkomunikasi via online.

"Kalau sekarang sudah maju, walaupun tidak bertemu muka bisa lewat Telegram atau WhatsApp," paparnya.

Cara itu dianggap lebih efektif, karena calon anggota teroris dapat secaa mudah mengirimkan materi dakwah berupa video lewat pesan instan Telegram atau WhatsApp.

Kepada wartawan, ia mengaku tidak hanya merekrut anggota teroris di lingkungan kampus.

Ia telah mendalangi serangkaian teror di Tanah Air bersama sejumlah mahasiswa yang telah ia cuci otaknya.

Media Sosial Jadi Penyebab Utama Anak Muda Terpapar Radikalisme

Ilustrasi.
Ilustrasi. (websharx)

Pengamat Intelijen dan Keamanan Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta mengungkapkan, media sosial menjadi penyebab utama kalangan anak muda mudah terpapar radikalisme.

Berbeda dengan kelompok radikalisme zaman dulu yang merekrut calon terorisme secara tatap muka.

Kelompok perekrut terorisme masa kini akan menyebarkan konten-kontennya di internet secara acak.

Ketika ada anak yang tertarik dengan konten radikalisme tersebut, perekrut akan menghubungi calon teroris.

Stanislaus pun menyayangkan pihak pemerintah yang tidak menindaklanjuti dengan tegas hal tersebut.

"Saya heran, kenapa tidak ada langkah yang spesifik untuk melakukan blokir terhadap konten-konten tersebut (radikalisme), kita akan blokir satu sekarang akan muncul seribu," ungkap Stanislaus Riyanta dilansir dari YouTube Najwa Shihab, Rabu.

Selain itu kurangnya pengawasan dari orangtua juga menjadi faktor anak muda terkena radikalisme.

Biasanya orangtua yang menganggap anaknya terlihat baik-baik saja, akan kaget saat mengetahui anaknya terlibat aksi terorisme.

Stanislaus memberikan contoh, pelaku pengeboman di Gereja Katolik Medan, Sumatera Utara, Rabu (28/8/2019), yakni pelajar yang mempunyai masalah di sekolahnya.

Kemudian pelaku mencari di internet mengenai cara membuat bom.

Pelaku memang tidak bergabung dengan kelompok manapun, pelaku ini kan menjadi pelaku yang merencanakan sendiri dan melakukan aksinya sendiri.

Hal itu justru yang sangat berbahaya, karena tidak dapat terdeteksi.

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved