Minggu, 5 Oktober 2025

Gerindra Masuk Koalisi, Politikus Gerindra: Tidak Ada Politik yang Ajeg

Prabowo Subianto yang tadinya rival Jokowi pada Pilpres 2019 ditunjuk sebagai Menhan, Gerindra yang awalnya oposisi masuk sebagai koalisi dalam Kabine

Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bertemu di Istana Merdeka, Jumat (11/10/2019). 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan.

Dengan demikian, Gerindra resmi masuk ke dalam pemerintahan.

Padahal, Prabowo adalah rival Jokowi saat Pilpres 2019.

Politikus Gerindra, Miftah Sabri menjelaskan, ada eksperimen politik di Indonesia, seperti pada zaman Soekarno, Soeharto, transisi, serta pemilihan langsung.

Presiden Jokowi dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto berbincang di Istana Merdeka, Jumat (11/10/2019).
Presiden Jokowi dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto berbincang di Istana Merdeka, Jumat (11/10/2019). (Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

"Saya pikir, kita belum bisa menyimpulkan ini adalah sistem yang tepat untuk kita," ujarnya dalam tayangan yang diunggah YouTube KompasTV, Senin (28/10/2019).

"Adanya indeks penggolongan dalam demokrasi membuat masyarakat tidak siap."

"Ada oknum aparat yang tidak siap melihat tokoh politik yang dia dukung dalam pemerintahan menangkapi lawan politiknya," tutur Miftah.

Baca: Soal Prabowo Subianto Gabung Kabinet Jokowi, Ternyata Sudah Diprediksi Faldo Maldini Juni Lalu

Menurutnya, ada kebijaksanaan antara Jokowi dan Prabowo.

Bila penggolongan demokrasi antara pemerintah yang berkuasa dengan koalisi dibiarkan, masyarakat akan menjadi lelah.

Sebab, ada pembelahan dalam masyarakat.

"Saat ini, masyarakat senang melihat Pak Jokowi dan Pak Prabowo bisa akur dalam satu pemerintahan," ujar Miftah. 

Lebih lanjut Miftah menjelaskan, tujuan politik mendapatkan power untuk melaksanakan kebajikan.

Alhasil partai-partai meletakkan orang terbaiknya di sana.

"Kita tidak bisa mengatakan kalau ini bagi-bagi kekuasaan. Salah taruh menteri, bisa hancur pada pemilu berikutnya."

"Jadi saya pikir, janganlah kita menyesatkan masyarakat, yang dilakukan Pak Jokowi dengan persentase menteri untuk politisi, ada persentase untuk profesional itu sebagai dikotomi yang salah," ungkap Miftah. 

Baca: Puan Maharani Upload Foto Wefie Bareng Prabowo Subianto & Megawati: Gitu Dong, Pak, Adem Lihatnya

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved