'Pancasilanomics' Jadi Panduan untuk Menapaki Jalan Indonesia Maju
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menyatakan jika struktur dan jalannya perekonomian Indonesia ke depan haruslah berlandaskan pada Pancasila, atau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menyatakan jika struktur dan jalannya perekonomian Indonesia ke depan haruslah berlandaskan pada Pancasila, atau disebut sebagai Pancasilanomics.
Dengan begitu, keadilan serta kemakmuran dapat segera dirasakan oleh rakyat secara nyata dalam bingkai Indonesia Maju.
"Pancasilanomics menempatkan keadilan sebagai orientasi dari pembangunan. Sehingga pemenuhan hak sosial rakyat dapat terpenuhi, kesempatan terbuka bagi seluruh warga dan persatuan nasional semakin kuat," ujar Arif dalam Kuliah yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Sabtu (19/10/2019).
Pancasilanomics sebagai sebuah sistem dan paradigma ekonomi, memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan sistem serta paradigma lain. Pancasilanomics memiliki nilai yang khas dari kehidupan sosial masyarakat kita dengan titik berangkat yang juga berbeda dengan titik berangkat liberalisme.
"Pancasilanomics menempatkan nilai etik pertanggung jawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pondasi penting dalam relasi ekonomi, yang titik berangkatnya bukan berasal dari basis individualisme, apalagi kapital atau modal," kata Arif.
Baca: Hasil Akhir Tottenham vs Watford Liga Inggris, Dele Alli Selamatkan Spurs di Laga Kandang
Baca: Jelang Lawan Bologna, Mario Mandzukic Berlatih Terpisah dari Skuad Utama Juventus
Baca: Tommy Sugiarto Gagal Melenggang ke Final Denmark Open 2019
Pancasilanomics, pada dasarnya memiliki tiga corak inti yang utama. Pertama, ia merupakan ruh dari ekonomi yang dikehendaki oleh konstitusi. Kedua, ia tidak anti terhadap pasar, karena justru di pasar itu lah perlu ada perlindungan terhadap pelaku-pelaku ekonomi agar dapat berelasi dengan adil. Ketiga, sebagai konsekuensi dari dua poin sebelumnya, maka negara harus hadir untuk mendukung serta menopang pelaku pasar yang lemah dan terlemahkan.
"Pancasilanomics menempatkan keseimbangan dan integrasi sosial yang menjadi tujuan akhir, bukan keseimbangan pasar," menurut Arif.
Sebagai perbandingan, negara-negara maju di dunia terbukti memiliki paradigma ekonomi yang khas, yang berasal dari kebudayaan serta pola masyarakat setempat. Jerman memiliki social market economy, Korea Selatan memiliki Dao-Yi-Li (neo confusianism) serta Jepang dengan konsep Wa yang mengutamakan kerjasama.
"Maka Pancasilanomics, dapat menjadi sistem dan paradigma ekonomi Indonesia ke depan, sebagai panduan dalam menyusun jalan Indonesia Maju," tegas Arif.
Terkait dengan UMKM, komposisi pelaku usaha di Indonesia ternyata 99,99% terdiri dari pelaku UMKM, yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 97% dan berkontribusi sebesar 60% terhadap PDB Nasional. Namun kebijakan distribusi pembiayaan perbakan, justru lebih berpihak kepada pelaku usaha besar yang memperoleh alokasi hingga 80% dari total distribusi pembiayaan perbankan.
"Redistribusi aset dan akses, Regional Growth Strategy serta menaikkan kelas UMKM dan Koperasi, adalah solusi operasional dari Pancasilanomics untuk dapat menyelesaikan persoalan mendasar ekonomi kita, sehingga Indonesia Maju dapat segera terwujud," pungkas Arif.