Kabinet Jokowi
Masinton: KPK Tak Boleh Kepo dengan Hak Prerogatif Presiden Susun Kabinet
Anggota Komisi III DPR RI ini menegaskan, penunjukan menteri-menteri merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai presiden.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menegaskan tidak ada yang salah, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak lagi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memilih penghuni kabinetnya.
Anggota Komisi III DPR RI ini menegaskan, penunjukan menteri-menteri merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai presiden.
"Hak Prerogatif itu berarti hak khusus presiden, yang tidak boleh dibagi-bagi ke siapa pun. Jadi, KPK tidak boleh kepo dengan Hak Prerogatif Presiden untuk menyusun calon menteri yang akan diangkat dalam kabinet Presiden periode 2019-2024," tegas Masinton kepada Tribunnews.com, Kamis (17/10/2019).
Aktivis 98 ini menjelaskan, Jokowi sebagai Presiden yang masih menjabat tentu memiliki banyak instrumen untuk menelusuri rekam jejak orang-orang yang akan diajak mengisi kabinetnya.
Karena itu tak masalah, jika Presiden tidak melibatkan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Secara formal tidak ada masalah kalau Presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK. Karena saat ini Presiden punya banyak instrumen untuk melakukan tracking rekam jejak masing-masing anggota kabinetnya nanti," jelasnya.
Baca: Erick Thohir Berharap Jokowi Pilih Menteri yang Berkeringat Bersama Saat Pilpres
Menurut Masinton, sekarang berbeda dengan 2014 lalu saat awal menjabat Presiden. Pada periode pertamanya, Jokowi belum punya banyak instrumen yang bisa dipercaya, maka diajaklah KPK dan PPATK.
"Saat ini Pak Jokowi sebagai Presiden incumbent sudah punya mata dan telinga yang setiap saat memberikan informasi dan terpercaya," tegasnya.
Kata Istana Soal Jokowi Tak Lagi Libatkan KPK
Tenaga Ahli Kepala Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengungkap alasan Presiden Joko Widodo tak lagi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memilih penghuni kabinetnya.
Tahun ini berbeda dengan 2014 lalu, saat Presiden meminta KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menelusuri rekam jejak nama-nama calon menteri yang dia himpun.
Ngabalin mengatakan, saat itu, Jokowi melibatkan KPK karena belum memahami bagaimana karakter dan latar belakang orang-orang yang masuk dalam daftarnya.
"Periode lalu dia baru jadi Presiden. Tentu dia mau tahu ini tuh siapa, ini siapa, bagus enggak nih," ujar Ngabalin di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Berbeda dengan saat ini, setelah memerintah selama lima tahun. Sedikit banyak Jokowi sudah mengenal karakter yang jadi kandidat menterinya.
Bahkan, kata Ngabalin, Jokowi punya sistem tersendiri untuk mengetahui profil orang tersebut.
"Sekarang dia punya sistem penerapan, punya mekanisme dalam mendeteksi profil. Insya Allah bisa tanpa KPK," kata Ngabalin.
Ngabalin mengaku kecewa dengan KPK karena menyampaikan di depan media bahwa lembaga antirasuah itu tak lagi dilibatkan.
Ia menyebut KPK mengadu ke lembaga swadaya masyarakat.
Hal ini membuat sejumlah LSM yang peduli pada isu korupsi pun mengkritik langkah Jokowi saat ini.
Lagipula, kata Ngabalin, tak ada aturannya bahwa Presiden harus melibatkan KPK dalam seleksi menteri.
"Menyusun kabinet, mengangkat dan memberhentikan kabinet itu hak presiden. Kalau sampai KPK lakukan seleksi, memeriksa pejabat, itu pelanggaran undang-undang karena Anda enggak diberi kewenangan," kata Ngabalin.
"Bagaimana orang dikasih merah, kuning, hijau. Kau paksa-paksa," tutur dia.
Jika mau dilibatkan, Ngabalin meminta KPK langsung menemui presiden dan berbicara.
KPK juga bisa menanyakan langsung alasan mengapa presiden tak libatkan KPK lagi.
"Ngomong ke sana, bukan berteriak ke NGO-NGO," kata dia.
Kata KPK
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif angkat suara terkait pihaknya tidak diikutsertakan dalam pemilihan menteri dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2019-2024.
Laode menyebut pemilihan nama menteri merupakan hak prerogatif presiden. Oleh karena itu, KPK tak memaksa agar dilibatkan dalam proses pemilihan nama menteri.
Dia pun meyakini bahwa Jokowi dapat memilih nama yang benar-benar cakap dan beintegritas untuk duduk di kursi menteri.
"Itu hak prerogatif Presiden. Kita berharap bahwa beliau cukup paham untuk mengetahui mana calon menteri yang mempunyai rekam jejak yang baik atau tidak," kata Laode di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Hanya saja, Laode berharap nama-nama yang dipilih Jokowi untuk di kursi kabinet nanti merupakan sosok yang berintegritas.
"Kita tidak diikutkan tetapi kita berharap bahwa yang ditunjuk oleh presiden adalah orang-orang yang mempunyai track record yang bagus, dari segi integritas tidak tercela," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku susunan kabinet jilid II saat ini sudah rampung. Susunan kabinet akan diumumkan segera setelah ia dan Ma'ruf Amin dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024.
Kendati kabinet sudah selesai disusun, menurut Jokowi, tidak tertutup kemungkinan akan ada beberapa perubahan sampai hari pengumuman nanti.
"Mungkin ada beberapa pertimbangan masih bisa," kata Jokowi.
Proses penyusunan kali ini agak berbeda dengan penyusunan kabinet periode sebelumnya. Pada periode 2014-2019, KPK dilibatkan dalam penyusunan kabinet dengan menelusuri rekam jejak nama-nama calon menteri.