Eksklusif Tribunnews
Menlu Retno Marsudi di Akhir Jabatannya: Perang Dagang Bisa Bergeser ke Konflik Militer
Kalau semuanya meruncing, bukan saja ekonomi tapi stabilitas perdamaian dunia ikut terguncang. Itu bukan hal yang tidak mungkin.
MENJELANG pergantian Kabinet Kerja Jilid I, mucul wacana mengubah nomenklatur Kementerian Luar Negeri menjadi Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Luar Negeri.
Alasannya, para duta besar dan diplomat Indonesia di luar negeri dapat sekaligus menjalankan peran mengurus perdagangan luar negeri dan menarik investor.
Apakah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pernah dimintai pendapat soal wacana itu oleh Presiden Joko Widodo?
Berikut lanjutan petikan wawancara tim Tribunnews Network dengan Retno Marsudi di kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jl Pejambon, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Baca: Tes Kepribadian: Pilih 1 Gambar Segitiga di Bawah Ini, Ungkap Kamu Termasuk Perfeksionis atau Lugas
Tribun: Apakah belakangan ini Anda pernah diajak berdiskusi oleh Presiden Jokowi mengenai lembaga ini (Kementerian Luar Negeri RI) ke depannya?
Kami tidak bicara secara khusus membahas hal itu. Namun kami selalu memberikan masukan-masukan kepada Bapak Presiden.
Tribun: Menurut Ibu, lebih baik seperti sekarang ini atau Kementerian Luar Negeri secara formal diubah nomenklaturnya Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Luar Negeri?
Saya tidak mau mendahului keputusan presiden. Tidak etis. Hal yang penting bagi saya adalah diplomasi ekonomi penting untuk diperkuat. Di negara manapun diplomasi ekonomi sedang diperkuat.
Tribun: Menurut Anda perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok apakah secara nyata mengganggu kondisi ekonomi RI?

Mereka berdua adalah dua raksasa. Kalau dua raksasa bertarung pasti kita kena imbasnya.
Dalam bahasa yang lebih konkret, hubungan perdagangan antara dua raksasa ini, produk yang diperdagangkan diproduksi di banyak negara karena ada supply chain.
Supply chain itu berarti rantai yang melibatkan banyak negara yang membuat sebuah produk yang dia pertukarkan.
Kalau ini goyang, supply chain tentu goyang. Berarti negara-negara yang menyuplai juga ikut goyang. Itu gambaran sederhananya. Kalau ditanya ada dampaknya, pasti ada.
Baca: Rumah Dinas di Sidoarjo Disterilisasi, Peltu YNS Masih Dampingi Istrinya Diperiksa Polisi
Tribun: Bagaimana sikap kita? Apakah hanya pasif atau Kementerian Luar Negeri ikut mencari solusi?
Kita khawatir rivalitas ini meruncing dan bergeser ke rivalitas politik dan rivalitas keamanan (militer).
Kalau semuanya meruncing, bukan saja ekonomi tapi stabilitas perdamaian dunia ikut terguncang. Itu bukan hal yang tidak mungkin.
Tribun: Apakah indikasi melebarnya rivalitas itu sudah mulai terlihat?
Kita sudah mulai khawatir, tapi mudah-mudahan masing-masing juga merasakan impact-nya. Saya adalah diplomat karier.

Diplomat selalu diajarkan untuk menjadikan situasi seburuk apapun menjadi situasi yang lebih baik.
Mudah-mudahan para diplomat dari dua belah pihak bekerja untuk menjadikan situasi yang tidak baik menjadi lebih baik. Tidak gampang. Saya tahu tidak gampang. Belum lagi ada ego masing-masing.
Tribun: Di berbagai forum Anda mendapat banyak pujian karena keberpihakan terhadap Palestina. Apa saja langkah-langkah yang sudah dilakukan?
Mengenai Palestina saya bisa bercerita tidak hanya berjam-jam, tapi berhari-hari. Posisi politik Indonesia yang sangat jelas mendukung perjuangan bangsa Palestina.
Baca: Satu Lagi Istri TNI Nyinyiri Wiranto, Anggota Kodim 0707/Wonosobo Kopda BD Terancam Ditahan 14 Hari
Mengapa kita mendukung bangsa Palestina? Karena ini memang prinsip yang harus diperjuangkan.
Saya kira tidak banyak negara yang secara konsisten terus menyampaikan dukungannya kepada Palestina. Indonesia termasuk negara yang sangat konsisten. Karena konsistensi itu kita sangat dihormati.
Tribun: Selama menjadi menteri luar negeri, Anda tentu memiliki aktivitas yang sangat tinggi. Bagaimana cara Anda mengelola supaya tetap fit?
Olahraga. Saya hampir setiap hari light jogging minimal lima kilometer. Kalau weekend bisa lebih panjang, lima sampai tujuh kilometer.

Lokasinya berbeda-beda. Kalau Minggu saya sedang di Jakarta, saya lari di car free day. Di negara manapun saya berada, saya setiap pagi pasti lari.
Hari ini saya jogging di Singapura, besok jogging di mana. Saya berusaha untuk olahraga setiap hari karena saya yakin berolahraga akan sangat membantu kesehatan dan kebugaran saya, ditambah mengatur soal makanan.
Tribun: Soal asupan makanan, apakah Anda menghindari sesuatu?
Baca: Surya Paloh - Prabowo Tak Bahas Kursi Kabinet
Saat ini saya sedang membatasi makanan. Saya tidak mengonsumsi karbohidrat, minyak, gula dan saya hanya mengonsumsi low fat.
Misalnya makan ayam, saya ambil dadanya. Kalau makan ikan, makan tahu, harus steam. Buah dan sayuran tidak apa-apa. Jadinya badan enak sekali. Nasi sudah tidak sama sekali.
Tribun: Sudah berapa lama Anda tidak mengonsumsi nasi?
Sebenarnya sudah cukup lama karena itu sudah jadi pola hidup saya dan suami. Kami di rumah hampir tidak makan nasi. Kalau lagi ingin sekali, kami makan nasi merah sedikit.

Tribun: Anda banyak dipuji karena gaya berpakaian. Bagaimana Anda memilih busana untuk kegiatan sehari-hari?
Baju selalu saya siapkan sebelum saya tidur karena saya tidak mau pagi-pagi bingung mencari baju. Itu bikin saya kesal.
Semalam apapun saya pulang ke rumah, saya harus menyiapkan baju untuk besok. Selanjutnya saya harus tampil rapi.
Bagaimanapun juga saya ini perempuan. Saya harus menunjukkan keperempuanan saya lewat aksesoris dan sebagainya. Tetapi saya juga ingin menunjukkan sifat dinamisnya karena pekerjaan saya adalah pekerjaan sangat dinamis.
Baca: Ahmad Dhani Mendekam di Penjara, Kuasa Hukum Sebut Suami Mulan Jameela Berubah Drastis
Itu juga harus tampak dari baju yang saya kenakan. Baju siap tempur.
Biasanya di mobil sepatu sneakers selalu ada. Saya termasuk orang yang menggemari sneakers karena dengan sneakers saya bisa berlari.
Tribun: Bagaimana cara Anda membagi waktu dengan urusan di rumah?
Untuk saya keluarga adalah rumah dan itu basic. Kalau keluarga kita aman, insyaallah kita bisa bekerja baik dan tenang.

Kebetulan anak-anak sudah besar semua. Anak saya yang pertama sudah umur 30 tahun, sudah menikah.
Anak yang kedua sudah 26 tahun, sudah menikah. Anak yang pertama sementara tinggal di Singapura bersama istrinya. Anak yang kedua sedang sekolah di Inggris.
Dari awal kami memang mulai berkeluarga berdasar profesi masing-masing. Suami saya arsitek, saya diplomat, sehingga kita harus membangun keluarga yang mengandalkan team work.
Tribun: Bagaimana persahabatan Anda dengan Sri Mulyani (Menteri Keuangan) yang berteman sejak SMA dan sekarang bertemu lagi di kabinet?
Baca: Irish Bella Bawa Kabar Gembira Saat di Makam Anak Kembarnya, Berapa Waktu Tepat Agar Hamil Lagi?
Tahun ini kita merayakan 40 tahun pertemanan kami. Saya berteman dengan dia sejak 1979.
Kami satu SMA (SMA 3 Semarang), terus kami pisah. Saya ke UGM, Ani ke UI.
Lalu kita bertemu lagi, profesinya masing-masing. Sekarang kami dipertemukan dalam satu tim (Kabinet Kerja Jili I).
Lucunya, dua tahun lalu kita dapat penghargaan dari MURI teman SMA satu angkatan, dua-duanya perempuan, dan duduk dalam satu kabinet yang sama.
Kita diundang oleh Pak Jaya Suprana untuk penganugerahan MURI. (deo/rin)