Politikus Demokrat: Hidupkan GBHN Tidak Perlu Ubah UUD 1945
Fraksi Demokrat tidak setuju dengan wacana MPR RI mengamandemen UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Demokrat tidak setuju dengan wacana MPR RI mengamandemen UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Menurutnya menghidupkan kembali GBHN tidak perlu dengan mengamandemen UUD 1945.
"Tidak perlu mengubah UUD 1945 jika maksudnya hanya untuk hidupkan GBHN, jika hanya mau mengganti nama, cukup UU saja," ujar Ketua Fraksi Demokrat di MPR Benny K Harman, Rabu (8/10/2019).
Lagi pula menurut Benny saat ini Indonesia sudah memiliki GBHN dengan nama yang berbeda yakni rencana pembangunan jangka panjang, menengah, dan pendek.
Baca: Prediksi UEA vs Timnas Indonesia, Duel Taktik dan Pengalaman Simon dengan Bert van Marwijk
"Kalau UU ini dipandang belum lengkap, out of date dan tidak responsif lagi dengan kondisi sekarang, kita revisi UUnya agar menjadi lengkap dan lebih responsif. Jangan ganggu konstitusinya," katanya.
Apabila ingin mengubah nomenklaturnya menurut Benny, tinggal diubah saja nama undang-undang menjadi UU tentang GBHN.
Menurutnya, belum ada alasan mendasar untuk mengubah UUD 1945.
Adapun masalah kenegaraan yang mucul selama ini lebih kepada implementasinya yang lemah.
"Berbagai masalah kenegaraan yang muncul selama ini menurut kami tidak bersumber pada konstitusi, bukan karena substansi konstitusi yang tidak lengkap, tapi karena pelaksanaannya yang so weak," katanya.
Baca: Profil Kaesang Pangarep Putra Bungsu Jokowi yang Baru Saja Wisuda dari Universitas di Singapura
Ketimbang berkutat pada perlu tidaknya amandemen, ia mengatakan sebaiknya kekuatan politik di MPR difokuskan membantu pemerintah menyelesaikan kasus Papua.
"Serta merespon tuntutan publik terkait Perpu KPK agar negeri aman dan tentram," katanya.
Pandangan akademisi
Wakil Ketua MPR RI f-Demokrat Syarief Hasan menyatakan, rencana pembahasan amandemen UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) terlalu dini.
Syarief mengatakan, pembahasan amandemen dapat dilakukan, setelah adanya kajian yang mendalam dengan meminta pandangan dari akademisi dan stakeholder terkait.
Menurutnya, MPR tidak akan tergesa-gesa untuk membahas Amandemen UUD 1945, sebelum mempelajari lebih detil, poin-poin yang akan masuk dalam Amandemen tersebut.
Baca: Ratusan Tambak Udang di Pesisir Pantai Dekat Bandara NYIA Akan Direlokasi
"Ini kan masih terlalu dini untuk kita bahas tentang Amandemen, jadi sebelum itu dibahas tentu kita memerlukan pendalaman pengkajian yang lebih, karena ini kan menyangkut masalah UUD 45, kita tidak boleh tergesa-gesa untuk mengamandemen, kita harus pelajari," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
"Kita harus minta pandangan dari masyarakat seluruh Indonesia yang tentunya ada representasinya. Kita harus minta pandangan dari para akademisi stakeholder lainnya, apa yang sebaiknya dilakukan. Sekali lagi ini harus dibicarakan dan dikaji mendalam," imbuhnya.
Ia menambahkan, amandemen UUD 1945 harus mencerminkan representasi seluruh masyarakat Indonesia.
Syarief menyebut, pelibatan masukan dan pandangan dari seluruh pihak yang kompeten, termasuk dinamika yang berkembang di masyarakat, patut diberikan perhatian dan pembicaraan yang matang sebelum wacana amandemen dibahas lebih lanjut.