Senin, 6 Oktober 2025

Revisi UU KPK

Redam Aksi Massa, Polisi Minta Pegawai KPK Copot Kain Hitam yang Menutupi Logo KPK

Polisi minta agar kain hitam yang menutupi logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK dicopot.

Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa membakar karangan bunga saat unjuk rasa yang berakhir ricuh di kantor KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Dalam aksi yang mendukung revisi UU KPK itu, massa merusak karangan bunga, melempar batu dan kayu serta memaksa masuk ke halaman kantor KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.

Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.

Yang kedua, saya juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja.

Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya.

Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

Yang ketiga, saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan.

Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.

Yang keempat, saya juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain.

Tidak, saya tidak setuju.

Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini.

Terhadap beberapa isu lain, saya juga memberikan catatan dan mempunyai pandangan yang berbeda dengan substansi yang diusulkan oleh DPR.

Perihal keberadaan Dewan Pengawas, ini memang perlu karena semua lembaga negara: Presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip checks and balances, saling mengawasi.

Petugas menuliskan perolehan masing-masing calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat pemilihan Capim KPK oleh Komisi III DPR melalui mekanisme voting di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (13/9/2019) dini hari. Melalui mekanisme voting dengan jumlah suara sah sejumlah 56 terpilih 5 capim KPK yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, dan Lili Pintauli Siregar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas menuliskan perolehan masing-masing calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat pemilihan Capim KPK oleh Komisi III DPR melalui mekanisme voting di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (13/9/2019) dini hari. Melalui mekanisme voting dengan jumlah suara sah sejumlah 56 terpilih 5 capim KPK yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, dan Lili Pintauli Siregar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Hal ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan. Jadi misalnya kayak Presiden, Presiden saja diawasi.

Diperiksa BPK dan juga diawasi oleh DPR. Jadi kalau ada Dewan Pengawas saya kira itu sesuatu yang juga wajar dalam proses tata kelola yang baik.

Oleh karena itu, di internal KPK juga perlu adanya Dewan Pengawas, Tapi, anggota Dewan Pengawas ini diambil dari tokoh masyarakat, dari akademisi, ataupun pegiat antikorupsi. Bukan dari politisi, bukan dari birokrat, maupun dari aparat penegak hukum aktif.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved