Sabtu, 4 Oktober 2025

KPK Cegah 6 Orang Bepergian ke Luar Negeri dalam Penyidikan Kasus Suap Kejati DKI Jakarta

"Mereka dilarang ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 16 Agustus 2019," ucap Febri

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). Seluruh kegiatan KPK akan pindah ke gedung baru pada akhir tahun ini. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah enam orang bepergian ke luar negeri dalam penyidikan kasus suap terkait penanganan perkara di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Dalam penyidikan perkara dugaan suap terhadap Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dengan tersangka SPE (Sendy Perico), KPK telah mengirimkan surat ke imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap enam orang," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Baca: Mantan Kepala Bappeda Jatim Dicecar KPK Terkait Prosedur Pemberian Bantuan ke Pemkab Tulungagung

Enam orang tersebut, yakni Surya Soedarma dari unsur swasta, Direktur atau Komisaris PT Surya Dharma Sentosa Hendra Setiawan, Komisaris PT Surya Semarang Sukses Jayatama Jimmy Hidayat, staf pada Kantor Hukum Alfin Suherman and Assosiates Udin Zaenudin serta dua pengacara masing-masing Sukiman Sugita dan Ruskian Suherman.

"Mereka dilarang ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 16 Agustus 2019," ucap Febri.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka itu dalam kasus tersebut, yakni Alvin Suherman (AVL) seorang pengacara, Sendy Perico (SPE) dari pihak swasta atau pihak yang berperkara, dan mantan Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto (AGW).

Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa tersangka Sendy melaporkan pihak lain yang menipu dan melarikan uang investasinya sebesar Rp11 miliar.

Sebelum tuntutan dibacakan, Sendy dan Alfin telah menyiapkan uang untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum. Uang ini diduga ditujukan untuk memperberat tuntutan kepada pihak yang menipunya.

Saat proses persidangan tengah berlangsung, Sendy dan pihak yang ia tuntut memutuskan untuk berdamai.

Setelah proses perdamaian rampung, pada 22 Mei 2019, pihak yang ia tuntut meminta kepada Sendy agar tuntutannya hanya satu tahun.

Alfin kemudian melakukan pendekatan kepada Jaksa Penuntut Umum melalui seorang perantara.

Perantara itu kemudian menginformasikan kepada Alfin bahwa rencana tuntutannya adalah selama dua tahun.

Alfin kemudian diminta menyiapkan uang Rp200 juta dan dokumen perdamaian jika ingin tuntutannya berkurang menjadi satu tahun.

Kemudian, Alfin dan Sendy menyanggupi permintaan tersebut dan berjanji menyerahkan syarat-syarat tersebut pada Jumat (28/6).

Pasalnya, pembacaan tuntutan akan dilakukan pada Senin (1/7).

Pada Jumat (28/6) pagi, Sendy menuju sebuah bank dan meminta Ruskian Suherman, pihak swasta mengantar uang ke Alfin di sebuah pusat perbelanjaan di Kelapa Gading.

Kemudian sekitar pukul 11.00 WIB, Sukiman Sugita, seorang pengacara mendatangi Alfin di tempat yang sama untuk menyerahkan dokumen perdamaian.

Setelah itu, masih di tempat yang sama pada pukul 12.00 WIB, Ruskian mendatangi Alfin untuk menyerahkan uang Rp200 juta yang ia bungkus dalam sebuah kantong kresek berwarna hitam.

Selanjutnya, Alfin menemui Yadi Herdianto selaku Kasubsi Penuntutan Kejati DKI Jakarta di kompleks perbelanjaan yang sama, untuk menyerahkan kantong kresek berwarna hitam yang diduga berisi uang Rp200 juta dan dokumen perdamaian.

Baca: KPK Dorong Pemanfaatan NIK untuk Perbaikan Basis Data Pemberian Bansos

Setelah diduga menerima uang, Yadi menuju Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menggunakan taksi.

Dari Yadi, uang diduga diberikan kepada Agus Winoto sebagai Aspidum Kejati DKI yang memiliki kewenangan untuk menyetujui rencana penuntutan dalam kasus ini.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved