Senin, 6 Oktober 2025

Ditanya soal TGPF Novel Baswedan yang Dianggap Gagal, Kapolri : Tanya Kadiv Humas

Senada dengan Tito Karnavian, Kepala Staf Presiden Moeldoko juga meminta hal tersebut ditanyakan saja ke Tito

Vincentius Jyestha/Tribunnews.com
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian enggan berkomentar soal kinerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukannya terkait penyelesaian kasus Novel Baswedan yang dinilai gagal mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan.

Ditemui di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/6/2019) usai menghadiri sidang kabinet paripurna, Tito hanya melempar senyum ke awak media yang sudah menunggunya dan memilih langsung naik ke mobil dinasnya.

Baca: Tim Bentukan Polri Dianggap Gagal Ungkap Kasus Penyiraman Novel Baswedan

‎"Tanya Kadiv Humas," singkat Tito karnavian sambil menutup mobilnya meninggalkan Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Senada dengan Tito Karnavian, Kepala Staf Presiden Moeldoko juga meminta hal tersebut ditanyakan saja ke Tito, selaku orang nomor satu di Korps Bhayangkara.

"Itu kan ada Kapolri," ucap Moeldoko,

Dikonfirmasi soal kemungkinan Presiden Jokowi membentuk tim independen untuk mengungkap kasus Novel, Moeldoko mengaku belum bisa bicara banyak. Karena dia belum mendapat instruksi terkait hal tersebut.

"Saya belum dapat arahan," tambahnya.

Untuk diketahui, Tim gabungan bentukan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dinilai gagal mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Hingga batas waktu enam bulan, tim tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas cacatnya mata kiri Novel Baswedan.

Baca: PDIP Prediksi Calon Pimpinan MPR Terdiri dari 2 Paket

Kuasa hukum Novel, Yati Andriyani mengatakan, saat tim satgas dibentuk pada 8 Januari 2019 masyarakat telah pesimis kinerja tim dapat membuahkan hasil.

Terlebih saat pertama kali kasus ini mencuat diduga ada keterlibatan polisi atas serangan terhadap Novel. Sehingga patut diduga rawan konflik kepentingan.

Dianggap gagal ungkap kasus

Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengaku prihatin.

Ia menilai, kerja tim hingga saat ini telah menunjukkan kegagalan.

Penyidik KPK Novel Baswedan sedang diskusi di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/04/2019). Acara tersebut memperingati 2 tahun atas penyerangan Penyidik KPK Novel Baswedan hingga sekarang kasusnya belum terungkap. TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH
Penyidik KPK Novel Baswedan sedang diskusi di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/04/2019). Acara tersebut memperingati 2 tahun atas penyerangan Penyidik KPK Novel Baswedan hingga sekarang kasusnya belum terungkap. TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH (Tribunnews/MUHAMMAD FADHLULLAH)

Pasalnya, tim tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas penyerangan tersebut.

Apalagi, menurut Wana, sebagian besar anggota tim atau sedikitnya 53 orang di antaranya berasal dari kalangan Polri.

Hal ini, katanya, membuat masyarakat pesimis dengan kinerja tim lantaran dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.

Pasalnya, sejak awal kasus mencuat, diduga ada anggota kepolisian yang ikut terlibat.

"Sejak pertama kali (tim) dibentuk, masyarakat pesimis atas kinerja tim tersebut," kata Wana kepada pewarta, Senin (8/7/2019).

Harapan masyarakat pun tertuju kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk tim independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Namun, kata Wana, harapan itu terpaksa pupus.

"Sayangnya, Presiden seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya sebagai panglima tertinggi. Padahal salah satu janji politiknya dalam isu pemberantasan korupsi yaitu ingin memperkuat KPK," katanya.

Wana menyoroti proses penanganan perkara oleh tim yang terkesan sebatas formalitas belaka.

Salah satunya, saat tim mengunjungi Kota Malang, Jawa Timur, untuk melakukan penyelidikan.

Hasil kerja tim saat itu, tidak disampaikan kepada publik.

Begitu pula hasil pemeriksaan terhadap Novel yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2019) lalu.

"Ini mengindikasikan bahwa keseriusan tim tersebut patut dipertanyakan akuntabilitasnya. Sebab sejak tim dibentuk tidak permah ada satu informasi pun yang disampaikan ke publik mengenai calon tersangka yang diduga melakukan penyerangan," tandasnya.

Wana pun membandingkan teknis penanganan perkara Novel dengan sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Polri.

Salah satunya, soal pengungkapan pelaku kasus pembunuhan di Pulomas, Jakarta Timur.

Menurut Wana, aparat hanya butuh waktu selama 19 jam pasca penyekapan korban untuk menangkap pelaku.

"Sedangkan untuk kasus Novel waktu penyelesaiannya lebih dari dua tahun. Hal ini diduga karena adanya keterlibatan elit atas penyerangan Novel," ungkapnya.

Karenanya, Wana mewakili ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi mendesak Presiden Jokowi untuk segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen agar menunjukkan keberpihakan pada pemberantasan korupsi.

Selain itu, ia juga menuntut tim satgas supaya menyampaikan laporan penanganan kasus Novel kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

Sementara itu, Tim Advokasi Novel Baswedan, Haris Azhar hanya bisa pasrah terhadap proses penanganan kasus kliennya yang dilakukan tim satgas Polri.

Ia menuding, negara tidak sepenuhnya serius untuk mengungkap kasus tersebut.

"Biarin saja. Sebelum ada tim itu, negara juga enggak ngurusin Novel," kata Haris.

Bahkan, KPK sebagai institusi yang mempekerjakan Novel ia anggap tidak peduli terhadap kasus kliennya.

"Pimpinan sekarang sudah mau take off, nyari tiket semua harga mahal. Sudah mau selesai, ngapain pusing," tandas Haris.

Dikonfirmasi terpisah, Anggota Tim Satgas Novel, Hendardi, menyampaikan hasil penanganan perkara tersebut belum bisa disampaikan kepada publik.

Hal ini lantaran proses penanganan masih berada dalam tahap penyelidikan.

Penyidik KPK Novel Baswedan bersama Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dan tokoh masyarakat serta mahasiswa mendeklarasikan hari teror pemberantasan korupsi pada peringatan dua tahun kasus kekerasan yang menimpa Novel di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019). Peringatan yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, masyarakat sipil, seniman, dan mahasiswa tersebut diisi dengan deklarasi lima tuntutan terhadap presiden agar menuntaskan kasus teror terhadap Novel, membentuk TGPF Independen, memerangi teror dan pelemahan terhadap KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik KPK Novel Baswedan bersama Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dan tokoh masyarakat serta mahasiswa mendeklarasikan hari teror pemberantasan korupsi pada peringatan dua tahun kasus kekerasan yang menimpa Novel di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019). Peringatan yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, masyarakat sipil, seniman, dan mahasiswa tersebut diisi dengan deklarasi lima tuntutan terhadap presiden agar menuntaskan kasus teror terhadap Novel, membentuk TGPF Independen, memerangi teror dan pelemahan terhadap KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Kami mesti sampaikan laporan kepada Kapolri dulu yang memberikan mandat kepada tim, bukan kepada ICW atau siapapun," ujar Hendardi.

Ia menambahkan, pihaknya akan menyampaikan laporan kepada Kapolri Tito Karnavian sebagai penanggung jawab tim pekan depan. Laporan tersebut, katanya, berisi rekomendasi serta temuan terkait kasus penyiraman air keras Novel.

"Nanti selanjutnya setelah dipelajari oleh Kapolri terserah Kapolri bagaimana mekanismenya utk menyampaikan pada publik dan menindaklanjuti temuan dan rekomendasi kami," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved