Soal Parpol Gabung Koalisi Jokowi, Pengamat Sebut Konsistensi PKS sebagai Oposisi Patut Diapresiasi
Pengamat Politik Adi Prayitno menilai konsistensi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tetap menjadi phak oposisi patut untuk diapresiasi.
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Politik Adi Prayitno menilai konsistensi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tetap menjadi phak oposisi patut untuk diapresiasi.
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih Joko Wiododo dan Ma'ruf Amin telah ditetapkan Minggu (30/6/2019) kemarin.
Jokowi-Ma'ruf ditetapkan sebagai pemenang Pemilihan presdien (Pilpres) 2019 setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa hasil Pilpres 2019.
Dengan demikian, berakhirlah kontestasi Pilpres yang membagi partai-partai politik ke dalam dua koalisi.
Setelah MK memutuskan sengketa Pilpres 2019 dan menolak gugatan Prabowo-Sandi, Koalisi Adil Makmur yang berisi partai pendukungnya pun dibubarkan pada Jumat (28/6/2019).
Pengamat Politik Adi Prayitno menilai, PKS mungkin akan menjadi satu-satunya partai politik yang berada di jalur oposisi.
Dilansir TribunWow.com dari kanal YouTube Official iNews, Minggu (30/6/2019), hal tersebut disampaikan Adi saat menjadi narasumber program 'Breaking iNews'.
"PKS mungkin satu-satunya partai politik yang sejak awal sudah berkomitmen dan mendeklarasi, andai Jokowi yang jadi presiden, maka PKS akan tetap konsisten menempuh jalan sunyi sebagai oposisi," kata Adi.
Adi mengatakan, dirinya menyebut jalur oposisi sebagai jalan sunyi karena oposisi kini sudah jarang diminati.
"Oposisi sekarang tidak terlampau seksi untuk diminati oleh begitu banyak partai politik," ujar Adi.
"Jadi ada kecenderungan kalau misalnya jagoannya kalah, parpol-parpol ini memang jumping, merapat ke penguasa sebagai pemenang pemilu."

Karenanya, Adi menilai, PKS yang konsisten di jalur oposisi ini pantas untuk diberikan apresiasi.
"Jadi apapun yang terjadi, Jokowi-Ma'ruf telah ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU, PKS tetap ingin komitmen di jalur itu. Dan kita dukung," ungkap Adi.
"Karena sebagai bagian dari keniscayaan berdemokrasi, tentu Jokowi butuh checks and balances dan saya kira kritik dari teman-teman PKS, dari dalam," sambung dia.
Namun, Adi berpendapat, sedikitnya peminat jalur oposisi bisa menjadi kabar buruk bagi demokrasi di Indonesia.
"Bukan hanya ini berdampak pada obesitas kekuasaan yang begitu kuat dimiliki oleh 01, tapi pada saat yang bersamaan, memang soal posisi bagaimana memberikan kritik itu yang akan sedikit banyak tidak akan kita temui ke depan," papar Adi.
"Makanya kalau boleh saya jujur sebenarnya kita ingin tetap menjadikan pemilu itu sebagai tempat reward and punishment, tempat menghukum dan memberikan hadiah kepada partai politik," jelasnya.
Adi mengungkapkan, maksudnya di sini adalah partai yang mengusung pemenang akan menjadi penguasa.
Sementara partai pengusung calon yang kalah harus tetap berada di jalur oposisi, dan tidak boleh diberi kesempatan untuk bergabung dengan koalisi pemenang.
"Ini kan enak betul pemilu kita. Sudah ada cebong dan kampret, kelahi berhari-hari, berbulan-bulan, kok tiba-tiba mereka islah dengan sharing power. Kan kasihan rakyatnya sebagai pemilih," kata Adi.
"Kalau mau jujur, 68 juta pemilih Pak Prabowo itu, itu adalah orang yang menghendaki Pak Jokowi diganti sebagai presiden."
"Kok tiba-tiba elitenya jumping. Ini kan ada konflik batin sebenarnya antara elite dengan pemilih," imbuhnya.
Adi menilai, seharusnya, kalaupun memang akan ada rekonsiliasi berbasis sharing power dengan kubu 'seberang', maka harus ada tenggat waktu yang cukup lama.
"Tunggu masa iddah politik ini selesai dulu lah. Jangan langsung jumping. Itu yang disebut melukai," ujar Adi.
"Tunggu satu-dua tahun baru masuk."
"Ini iddah politiknya belum selesai, masih suasana panas, saling nyinyir masih terjadi di mana-mana, tapi tiba-tiba elite yang selama ini membuat gaduh tiba-tiba kemudian bermain mata dengan penguasa."
"Ini nggak baik buat pmbelajaran demokrasi kita," ungkapnya.
Simak videonya berikut ini:
(TribunWow.com/Ananda Putri Octaviani)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Pengamat Politik: Kalau Mau Jujur, 68 Juta Pemilih Minta Jokowi Diganti, Kok Tiba-tiba Elit Pindah.