Curhat Warga Rutan KPK: Masih Diborgol saat Hendak Ibadah
Sementara poin surat tertanggal 29 Januari, warga rutan KPK merasa tidak diperlakukan secara manusiawi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Para warga Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan curahan hatinya terkait perlakuan petugas rutan terhadap mereka.
Hal itu diungkap warga rutan KPK dalam dua carik surat yang dibawa tersangka suap jual beli di Kementerian Agama, Muhammad Romahurmuziy alias Romy.
Baca: Teror Air Keras ke Novel Baswedan, Tim Advokasi KPK: Ada Dugaan Keterlibatan Oknum Polisi
Kepada KPK, Romy siap menyampaikan aspirasi para kerabatnya di dalam rutan. Surat yang ditandatangani sejumlah penghuni rutan KPK itu tertanggal 6 Januari 2019 dan 29 Januari 2019.
Baca: KPK Periksa Seorang Staf Samin Tan
Pada surat 6 Januari, warga penghuni rutan KPK mengeluhkan soal pemberlakuan pemborgolan pada waktu ingin melaksanakan ibadah dan kegiatan lainnya. Sementara poin surat tertanggal 29 Januari, warga rutan KPK merasa tidak diperlakukan secara manusiawi.
Baca: KPK Periksa Seorang Pejabat KKP Terkait Suap Pengadaan Kapal
"Saya mau kasih ini (surat ke KPK), ini surat yang disampaikan oleh teman-teman penghuni rutan," kata Romy sebelum diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2019).
Berikut isi surat curhat warga rutan KPK tertanggal 6 Januari 2019:
Jakarta, 06 Januari 2019
Kepada yang terhormat:
1. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia
2. Kepala Pengawas Internal KPK
3. Kepala Rutan KPK
Perihal: Pemberlakuan pemborgolan pada waktu akan melaksanakan lbadah dan kegiatan lainnya
Dengan Hormat,
Mengacu pada Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, ayat (2) Negara kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, maka bersama ini kami warga Rutan KPK Cabang Merah Putih menyampaikan permintaan perihal tersebut di atas sebagai berikut:
A. Perlakuan pemborgolan pada waktu Sholat Jum'at dan Kebaktian
Kami sangat keberatan dengan tindakan KPK yang melakukan pemborgolan kepada kami yang akan melaksanakan Sholat Jum'at di Rutan Guntur, karena ini jelas bertentangan dengan Azas Ketuhanan Yang Maha Esa serta Ajaran Islam (Al Qur'an dan Sunnah Nabi).
Dengan terpaksa kami melakukan Sholat Jum'at bersama di Gedung Rutan KPK Merah Putih dimana kondisi tempat dan jumlah jama'ah yang tidak memenuhi syarat untuk pelaksanaan Sholat Jum'at.
Untuk selanjutnya kami minta perkenaan dari Pimpinan KPK agar kami dapat Sholat Jum'at di Rutan Guntur seperti biasanya tanpa di borgol atau mengacu pada PP No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan
Tanggung Jawab Perawatan Tahanan, khususnya Pasal 13 ayat (3). Kami meminta kepada KPK menyediakan Sarana dan Prasarana untuk Kami dapat Sholat Jum'at berjamaah di Rutan KPK Merah Putih sehingga kami tidak perlu pergi ke Rutan Guntur
dengan tangan diborgol.
Hal ini dengan pertimbangan bahwa kegiatan Ibadah adalah Perintah Agama dan merupakan hubungan langsung dengan Tuhan Pencipta. Tidak boleh ada intervensi manusia dalam pelaksanaan Ibadah tersebut, apalagi di Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
B. Pelarangan melaksanakan kegiatan Ibadah Kebaktian bagi warga Rutan beragama
Nasrani
Selama ini pada hari minggu, warga Rutan KPK melaksanakan Ibadah Kebaktian bersama di Rutan KPK Cabang Merah Putih, dilayani oleh Pendeta dari luar KPK yang diatur dan diorganisir oleh Rutan KPK.
Pada hari Minggu tanggal 6 Januari 2019, untuk pertama kalinya Rutan KPK meniadakan dan tidak memfasilitasi Kami warga Nasrani melaksanakan Kebaktian Minggu, tanpa pemberitahuan dan penjelasan dari Pimpinan/Petugas Rutan KPK. Hal ini jelas telah melanggar UUD 1945 Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta turunannya PP No. 58 Tahun 1999.
Kami meminta Pimpinan segera memfasilitasi kegiatan rutin Kebaktian Minggu serta Kajian Agama yang selama ini dilaksanakan pada hari Sabtu setiap 2 (dua) minggu sekali. Dalam pelaksanaan Ibadah tersebut, kami menolak dilakukan pemborgolan, karena tidak sesuai dengan Ajaran Agama Kami Nasrani.
C. Pemberlakuan Pemborgolan pada waktu keluar Rutan untuk kegiatan penyidikan, persidangan dan berobat ke Rumah Sakit
Kami mengikuti dari media tv yang ada di rutan KPK bahwa alasan utama KPK memberlakukan pemborgolan adalah karena Faktor Keamanan dan keterbatasannya SDM yang dimiliki KPK. Alasan tersebut kami anggap janggal, tidak ada alasan yang kuat, dan cenderung dipergunakan untuk mempermalukan warga Rutan KPK, mengingat:
1. Sejak KPK berdiri tahun 2002 sampai saat ini, tidak ada warga Rutan KPK berupaya melarikan diri, melawan dan berkelahi dengan Petugas KPK, serta tidak ada yang melakukan tindakan yang dapat mengganggu dan membahayakan proses penyidikan, penuntutan serta persidangan.
2. Di sisi lain, pemborgolan yang dilakukan oleh Institusi Kepolisian bersifat selektif, seperti mantan residivis, pembunuh, teroris dan kejahatan Pidana Umum lainnya yang dapat membahayakan petugas dan masyarakat umum.
3. Peraturan KPK terkait pemborgolan telah dikeluarkan pada tahun 2012 dan setelah tujuh (7) yaitu 2019 baru dilaksanakan. Ini jelas menimbulkan perbedaan tindakan serta perilaku tidak adil kepada warga Rutan saat ini dibandingkan dengan warga Rutan KPK sebelumnya. Sehingga tindakan tersebut kami nilai bersifat Diskriminatif.
Suatu Peraturan semestinya dilaksanakan setelah satu (1) atau dua (2) tahun disosialisasikan. Seandainya ditunda pelaksanaannya pasti karena alasan-alasan
tertentu khususnya demi kelancaran proses pemeriksaan, persidangan dan berobat ke Rumah Sakit.
4. Kendati warga Rutan KPK berstatus Tersangka atau Terdakwa, tetapi proses hukum untuk mencari keadilan belum selesai dan belum berkekuatan hukum tetap (Inkracht), karena itu kami meminta Pimpinan KPK tetap memberlakukan warga Rutan KPK sebagaimana mestinya dengan menjunjung tinggi azas Presumption of Innocence.
Dengan ke empat alasan tersebut di atas, Kami meminta Pimpinan KPK agar mencabut aturan pemborgolan tersebut. Seandainya harus diterapkan maka harus pula secara selektif dan tertentu bagi mereka yang dapat mengganggu keamanan serta kelancaran proses hukum di KPK dan Pengadilan.
Demikian permintaan ini karni sampaikan, atas perhatian dan perkenaan Pimpinan KPK
kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Warga Rutan KPK Merah Putih
Berikut isi surat curhat warga rutan KPK tertanggal 29 Januari 2019:
Jakarta, 29 Januari 2019
Kepada yang terhormat:
1. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia
2. Kepala Rutan Cabang KPK
Perihal: Perlakuan Tidak Manusiawi Terhadap Tahanan Rutan KPK
Dengan Hormat,
Sejak awal tahun 2019, Rutan KPK dipimpin oleh kepala Rutan yang baru. Sejak itu kami Tahanan Rutan KPK telah mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi antara lain:
1. Terkait pelasanaan Ibadah (Sholat jum'at dan kebaktian),
2. Perlakuan yang tidak manusiawi terhadap keluarga yang akan melaksanakan haknya untuk mengunjungi kami di Rutan KPK,
3. Mempersulit perawatan kesehatan bagi tahanan yang sakit yang perlu tindakan medis/pengobatan yang cepat,
4. Tindakan kepala Rutan yang tidak komunikatif dan cenderung mengambil tindakan sepihak,
5. Tindakan kepala Rutan melakukan penyitaan alat listrik pemanas masakan (bukan kompor) yang sebelumnya telah diijinkan oleh pemimpin KPK dan kepala Rutan.
Tindakan kepala Rutan tersebut jelas bertentangan dengan PP No. 58 Tahun 1999, tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Kesehatan khususnya Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi:
Pejabat kepala Rutan/Lapas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperhatikan:
a. Pertimbangan terhadap Hak Asasi Manusia
b. Azas Praduga Tak Bersalah
c. Azas Pengayoman, Persamaan Perlakuan dan Pelayanan, Pendidikan dan Pembinaan, Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia, Terjaminnya Hak Tahanan untuk tetap berhubungan dengan keluarganya atau orang tertentu, serta hak-hak lain yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Kejadian terakhir adalah penyitaan alat masak listrik sederhana, yang telah menimbulkan permasalahan serius bagi kami Warga tahanan, hal tersebut berdampak pada:
1. Makanan yang dikirim oleh keluarga setiap hari Senin dan Kamis menjadi basi/rusak, karena tidak adanya fasilitas penyimpanan makanan yang layak (melanggar PP No. 58/1999 Pasal 29 Ayat 1), Setiap makanan harus dipanaskan terlebih dahulu agar tidak menjadi basi dan tidak membahayakan kesehatan makanan yang dikirim keluarga setiap hari Senin dapat bertahan sampai dengan hari Rabu (3 hari) dan makanan yang dikirim hari kamis dapat bertahan sampai dengan hari minggu (4 hari). Dengan demikian alat pemanas listrik jelas akan membantu kesehatan makanan.
2. Banyak Warga Rutan KPK yang melaksanakan Ibadah Puasa (Puasa Senin, Kamis dan Puasa daud), maka dengan itu, alat pemanas listrik sangat diperlukan bagi yang makan sahur dan berbuka Puasa, dengan ditariknya fasilitas tersebut oleh kepala
Rutan, jelas kepala Rutan tidak membantu bahkan secara tidak langsung melarang Warga Rutan melaksanakan Ibadah Puasa (melanggar PP No 58/1999 pasal 13 dan pasal 31).
Penggunaan fasilitas alat pemanas listrik sederhana tersebut selama ini tidak pernah menimbulkan persoalan dalam pelaksanaannya, karena sudah diatur hanya digunakan selama 2 jam untuk setiap waktu penggunaan (sebelum Subuh bagi yang berpuasa, pagi, siang dan malam).
Oleh karena itu kami menyampaikan permintaan kepada komisioner KPK dan kepala Rutan KPK sebagai berikut:
1. Kepala Rutan KPK dalam Pelaksanaan Tugasnya harus mangacu pada peraturan Perundang-undangan khususnya PP No. 58 Tahun 1999 Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (2), serta memperlakukan Warga Rutan KPK secara manusiawi agar dapat tercipta suasana Rutan yang harmonis sebagaimaana telah kami rasakan sebelumnya.
2. Segera memberikan fasilitas pemanas listrik sederhana yang telah disita dan memperbaiki/menyediakan fasilitas penyimpanan makanan yang memadai sesuai dengan Pasal 29 PP No. 58 Tahun 1999; serta sepenuhnya membantu Warga Rutan KPK untuk melaksanakan lbadah Puasa (Pasal 13 dan Pasal 31 PP No. 58 Tahun 1999).
3. Memperbanyak frekuensi kunjungan keluarga dari 2 kali dalam seminggu menjadi 4 hari dalam seminggu sehingga pengiriman makanan yang telah menjadi hak Warga
Rutan KPK dapat lebih banyak dan mengurangi kemungkinan makanan menjadi basi. Perlu kami sampaikan bahwa hanya di Rutan KPK yang dibatasi kunjungan keluarga hanya 2 kali dalam seminggu. Di Rutan/Lapas lainnnya seperti di Polres, Kejaksaan dan Lapas frekuensi hari kunjungan adalah 4 s/d 5 kali dalam seminggu.
Demikianlah kami sampaikan, atas perhatian dan perkenaan Pimpinan KPK dan Kepala Rutan KPK kami ucapkan terima kasih.
Dengan mengacu pada prinsip "Good Govermance", surat ini kami beri tembusan kepada:
1. Pimpinan DPR RI
2. Pimpinan Komisi III DPR RI
3. Menteri Hukum dan Ham RI
4. Pimpinan/Komisioner Ombudsman RI
5. Pengawas Internal KPK