Eksklusif Tribunnews
Penggelembungan Suara Caleg Terjadi di Pileg 2019. Jumlahnya Bisa Sampai Ribuan
Penggelembungan suara caleg terjadi, bahkan sampai 3.000 suara ke caleg tertentu
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Deodatus Pradipto
Laporan Wartawan Tribun Network Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2019 menyebutkan pengumuman rekapitulasi hasil pemilu di tingkat kecamatan dilakukan dalam rentang waktu 18 April hingga 5 Mei 2019. Setelah itu, rekapitulasi diserahkan dari kecamatan ke KPU Kabupaten/Kota, terhitung mulai 18 April hingga 5 Mei 2019.
Namun demikian, berdasarkan pantauan Tribun Network di lapangan, Panitia Pemilihan Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, baru menyelesaikan pleno pada Kamis (9/5). Pleno terhambat karena proses input dan jumlah tempat pemungutan suara yang terlalu banyak sehingga butuh waktu lebih untuk proses input.
Saat itu ditemukan dugaan praktik kecurangan lewat modus memindahkan suara partai politik kepada calon anggota legislatif tertentu. Hal ini diungkap oleh saksi dari Partai Kebangkitan Bangsa Budi AS. Budi memerhatikan upaya-upaya kecurangan yang dipertontonkan saat pleno PPK Kecamatan Cengkareng.
"Jadi kemarin itu ada penggelumbungan suara di angka 3.194. Ada yang ingin bermain bagaimana caranya untuk jadi. Pemindahan dari partai ke caleg itu hal yang biasa," ujar Budi kepada Tribun Network.

Praktik dugaan pemindahan suara dari partai ke calon legislatif itu terjadi di sejumlah partai politik. Pengelembungan mencapai 3.000 suara.
Modusnya, suara partai dibagi-bagikan ke semua caleg, namun dengan jumlah yang beragam. Misalnya, caleg nomor urut pertama, kedua, ketiga dan seterusnya diberikan 100 suara. Lalu caleg nomor urut kesembilan ditambah 1000 suara. Budi memprotes keras saat rapat pleno penghitungan suara.
"Kemarin waktu di tingkat kecamatan Cengkareng kita langsung mengamuk-mengamuk," tuturnya.
"Tapi, sudah jelas. Suaranya sudah balik semua. Kalau tidak balik, saya ancam. Bahasa mereka salah input. Salah apa? Ah sudahlah, lagu lama kaset kusut," sambungnya.
Budi menduga ada upaya pihak tertentu yang ingin melakukan praktik kecurangan. Praktik ini terutama dilakukan melalui sistem informasi perhitungan (Situng).
"Di Situng, anak-anak IT dari mana, saya tidak paham. Kalau PPK sepertinya tidak sih. Kalau PPK-nya bagus-bagus. Situng-nya itu. Pas di-input di situng diubah," tutur Budi.
Budi enggan mengungkapkan sosok calon anggota legislatif yang suaranya tiba-tiba 'membengkak' di ujung penghitungan.
"Adalah. Tidak etis juga saya ngomongnya. Intinya dia sudah kalah, mau menang. Begitu intinya. Makanya yang diambil banyak sampai 3.000 lebih. Itu bentuk pidana. Empat tahun pidananya dan denda Rp1 miliar," kata Budi.
Butuh Pekerjaan Semiintelijen
Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyayangkan masih ada praktik kecurangan pada pemilihan umum serentak 2019. Menurut Wakil Ketua BPN Mardani Ali Sera praktik kecurangan seperti ini mesti dibongkar.
Menurut Mardani untuk membongkar praktik ini membutuhkan keterlibatan penegak hukum. Penegak hukum harus mengumpulkan bukti-bukti sehingga kasus dapat diusut hingga tuntas.
"Dan untuk membongkarnya perlu pekerjaan semiintelijen. Caranya mesti ada bukti yang kuat dan membongkar modusnya. Parasit dan kanker pemilu ini harus dibongkar," ujar Mardani kepada Tribun Network, Jumat (10/5).
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera itu mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif DPR daerah pemilihan DKI Jakarta I. Sejauh ini Mardani belum menemukan adanya praktik calo suara di daerah pemilihannya yang meliputi Jakarta Timur.
"Saya sendiri tidak mendapatkan praktik itu karena tidak fokus menjaga di PPK. Ada kader PKS yang jaga," tutur Mardani.
Jika praktik calo suara masih ditemukan, pihak penyelenggara pemilihan umum wajib mengevaluasi hal tersebut.
"Wajib dievaluasi. Walau di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah dipangkas prosesnya tidak ada perhitungan di PPS (Kelurahan/Desa)," sambungnya.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Abdul Kadir Karding mengatakan jika praktik calo suara memang benar masih ada, sebaiknya hal tersebut dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu. Tujuannya agar temuan itu dapat ditindaklanjuti oleh pihak penyelenggara pemilihan umum.
"Sebaiknya dilaporkan jika ada data supaya kita semua jelas, dalam artian pada posisi masing-masing," ujar Karding saat dihubungi Tribun Network, Rabu (8/5).
Karding menilai Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan sudah bekerja dengan baik. Soal temuan praktik calo suara, kata dia, dapat mengendurkan semangat para petugas. Namun demikian, jika memang ditemukan praktik calo suara, maka harus ada evaluasi pada perhelatan pesta demokrasi tahun ini.
"Kalau itu benar berarti harus kita evaluasi agar tidak terjadi dan harus ada sanksi," kata Karding.
Karding kembali menyarankan temuan-temuan praktik calo suara dilaporkan agar dapat menjadi bahan evaluasi Pemilu ke depan.
"Jadi menurut saya lebih baik itu dilaporkan ke Panwas (Panitia Pengawas) atau Bawaslu. Itu akan jauh lebih menyelesaikan masalah," imbuh Karding.