Jumat, 3 Oktober 2025

Pemilu 2019

Moeldoko Sebut Sangat Mungkin Ada Upaya Adu Domba pada Aksi 22 Mei Mendatang

"Sangat mungkin, tuduhannya ujung-ujungnya adalah pemerintah. Ujung-ujungnya TNI-Polri jadi korban tuduhan dari skenario yang disiapkan," katanya

Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko saat menghadiri buka puasa bersama Tim Kampanye Nasional (TKN) di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di kantornya, Senin (20/5/2019) menyampaikan sangat mungkin ada upaya adu domba pada 22 Mei 2019 nanti.

Baca: Moeldoko Beberkan Kelompok Teroris dan Penyelundupan Senjata yang Diduga Bermain di Aksi 22 Mei

"Sangat mungkin, tuduhannya ujung-ujungnya adalah pemerintah. Ujung-ujungnya TNI-Polri jadi korban tuduhan dari skenario yang disiapkan," tegasnya.

Guna menghindari adu domba, di mana TNI dan Polri bakal menjadi sasaran tudingan, maka TNI dan Polri dilarang menggunakan peluru tajam saat mengamankan aksi 22 Mei 2019.

Walaupun aparat keamanan siap mengamankan aksi 22 Mei, tetap saja Moeldoko mengimbau masyarakat mengurungkan niat ikut dalam aksi.

Baca: Rencana Aksi 22 Mei, Polisi Minta Warga Bekasi Tak Usah ke Jakarta Hingga Seruan Tolak People Power

"Masyarakat nggak perlu takut. Tetapi kami juga imbau masyarakat tidak perlu kumpul," ‎tambahnya.

Tak Perlu Ikut Aksi 22 Mei

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo telah menyampaikan imbauannya agar perwakilan kelompok tidak melakukan mobilisasi massa saat pengumuman rekapitulasi nasional Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (22/5/2019).

“Untuk monitoring pergerakan massa dari tiap daerah seperti dari Aceh hingga Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, sudah didata. Kami koordinasikan ke koordinator lapangan untuk tidak memobilisasi massa dalam jumlah besar,” ujar Dedi, Senin (20/5/2019).

Baca: Cendekiawan Muslim Menilai Hanya Ulama Partisan Sebut Aksi Massa 22 Mei Sebagai Jihad

Dedi Prasetyo mengatakan, jumlah massa yang ingin ke Jakarta masih terus dipantau.

“Ada (pergerakan massa dari daerah menuju Jakarta), namun jumlah tidak terlalu signifikan dan belum bisa diprediksi karena perkembangan masih terus dihitung,” ujar Dedi.

Ia juga mengingatkan massa untuk menaati peraturan. Jika ditemukan peserta aksi yang membawa senjata tajam maka akan diproses hukum.

Menurut Dedi Prasetyo, berdasarkan analisis intelijen Polri, rata-rata massa memilih Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai target aksi karena ingin mendengarkan hasil penghitungan suara resmi.

Namun, ada juga massa yang akan melakukan aksi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Untuk pengamanan, TNI dan Polri yang bersiaga di lokasi aksi tidak dilengkapi peluru tajam dan senjata dalam mengamankan aksi.

Sementara itu, untuk memitigasi rencana aksi teror dari jaringan teroris, hingga kini Densus 88 terus memantau dan menangkap terduga teroris.

“Pelaku-pelaku dekat dengan masyarakat, tidak menutup kemungkinan kelompok ini bergabung dengan massa, akan sulit untuk mendeteksi mereka,” kata Dedi.

Polri juga mengimbau masyarakat tidak turun ke jalan untuk bergabung dengan massa aksi pada 22 Mei 2019 karena ada indikasi teror yang dilakukan oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

"Bahwa tanggal 22 Mei, masyarakat kami imbau tidak turun. Kami tidak ingin ini terjadi (serangan) di kerumunan massa,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal di Mabes Polri, Jumat (17/5/2019).

Baca: Inilah Alasan Jansen Sitindaon Mundur dari Koalisi Prabowo Subianto

Iqbal menegaskan, terduga teroris berencana beraksi pada 22 Mei.

“Bahwa pelaku tindak pidana terorisme ini betul-betul memanfaatkan momentum pesta demokrasi,” ucap dia.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved