Pilpres 2019
Debat Pamungkas Jadi Panggung Ketegasan Prabowo
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago melihat kedua kandidat menunjukkan ciri khas masing-masing.
Laporan Wartawan Tribunnews, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pipres 2019 tinggal menghitung hari.
Kedua kandidat telah merampungkan debat keempat dengan topik ideologi, pemerintahan, keamanan dan hubungan internasional.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago melihat kedua kandidat menunjukkan ciri khas masing-masing.
Jokowi misalnya, tidak agresif, tidak ovensif, dan tidak menyerang.
Sementara, Prabowo kembali kepada identitas dia yang keras dan tegas.
"Debat keempat ini diambil oleh Prabowo, lebih didominasi oleh Prabowo. Tidak ada di situ senyum-senyum dan cengengesan, beliau ingin mengesankan kepemimpinan strong leadership itu tidak bisa main-main karena ini harga mati dalam sebuah negara dalam rangka menjaga kedaulatan negara," kata Pangi kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/4/2019).
Direktur Voxpol Institute ini menambahkan, kedua kandidat juga mengklarifikasi soal tuduhan yang dialamatkan kepada mereka.
Seperti Jokowi itu dituduh sebagai antek asing dan PKI sedangkan Prabowo dituduh sebagai akan mendirikan khilafah.
“Makanya seperti yang disampaikan Hendropriyono juga soal ideologi agak recehan juga dan berpotensi memecah belah, karena soal ideologi ini digoreng, dijual dan dijadikan sebagai komoditas politik," katanya.
Merujuk pada debat semalam pula, Pangi memaparkan tuduhan yang dialamatkan ke Prabowo patah di tengah jalan.
Bahkan narasi tersebut dianggap sangat dangkal.
"Pak Prabowo kan mengatakan bahwa saya ini lahir dari keluarga Nasrani, itu kan dia udah kesal betul 'bagaimana kemudian saya dituduh anti pancasila, saya ini prajurit saya bersumpah. Saya ini patriot yang berani mati demi bangsa dan negara' dengan klarifikasi itu sebetulnya tuduhan itu sudah terjawab dan sudah selesai," katanya.
Kendati demikian, Pangi mengkritisi klaim petahana terkait hubungan internasional terutama dalam mediasi konflik Myanmar.
Menurutnya, pemerintah tidak memperlihatkan bargening bahwa Indonesia mampu menghentikan genosida dan pelanggaran HAM di Myanmar tersebut.