Politisi PDI Perjuangan Ingin Pemerintah Jokowi Prioritaskan Kekuatan TNI
Effendi berharap, bila Jokowi terpilih kembali sebagai Presiden harus mampu merealisasikan program kekuatan militer Indonesia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon berharap pemerintah Joko Widodo memprioritaskan kekuatan TNI agar dapat setara dengan militer di negara lain, seperti Cina dan Korea Utara.
Sebab, menurutnya, hanya dengan TNI yang kuat, negara akan dihormati dan disegani dunia.
“Saya berharap ke depan Presiden Jokowi memprioritaskan kekuatan TNI dengan alat utama sistem persenjataan (Alusista) yang canggih dan prajurit yang sejahtera,” ujar Effendi dalam forum legislasi bertema 'Quo Vadis TNI’ di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Anggota Komisi I DPR RI itu mencontohkan segannya Presiden AS Donald Trump terhadap Presiden Korea Utara, Kim Jong-Un, dalam pertemuan di Vietnam pada 28 Februari 2019 lalu.
Meski pertemuan itu tanpa hasil, tapi Donald Trump tetap datang dan menaruh hormat pada Kim Jong-Un.
“Itu karena Korea Utara memiliki kekuatan nuklir. Kita ingin TNI mempunyai kekuatan nuklir. Tapi, dari beberapa kali uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di DPR, tak ada satu pun yang mempunyai program kekuatan nuklir itu,” jelasnya.
Untuk itu, Effendi berharap, bila Jokowi terpilih kembali sebagai Presiden harus mampu merealisasikan program kekuatan militer Indonesia.
Apalagi, sebelumnya akan mengalokasikan anggaran dari PDB sebesar 1,5 persen atau sekitar Rp 270 triliun, jika pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen.
“Setidaknya itu sudah 25 persennya dari anggaran militer China. Sehingga TNI bisa kuat dan kesejahteraan prajurit terpenuhi. Untuk itu pula agar tak ada lagi TNI yang melakukan kegiatan komersial pengelolaan limbah dan sebagainya,” ujarnya.
“Kita ingin posisi TNI itu ideal dan setara dengan kekuatan militer dunia. Karena itu dibutuhkan politicall pemerintah dan berani membuat persenjataan nuklir,” imbuhnya.
Namun, kata Effendi hal ini dilematis karena pengelolaan keuangan TNI saat ini harus diperbaiki dan transparan.
Sebab, sejak tahun 2009 hingga 2017 laporan keuangan TNI menurut BPK masih mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), belum WTP (wajar tanpa pengecualian).
Bahkan masih disclaimer (opini tidak menyatakan pendapat) yang nilainya ada yang Rp 8,7 triliun.