Kasus Suap di Bekasi
KPK Berharap Aher Kooperatif Penuhi Panggilan Ketiga Terkait Kasus Meikarta
Mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, kembali mangkir dari panggilan KPK terkait kasus suap perijinan proyek Meikarta di Bekasi Senin (7/1/2019)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, kembali mangkir dari panggilan KPK, Senin (7/1/2019).
Sebelumnya pria yang akrab disapa Aher tersebut pun tidak memenuhi panggilan KPK, Kamis (20/12/2018).
Harusnya Aher memberikan keterangan kepada KPK terkait kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Baca: Intip Perubahan Member iKON sejak Debut hingga Era IM OK saat Ini, Mana Favoritmu?
"Sebenarnya surat (panggilan) sudah kami sampaikan ke rumah di Bandung. Sudah kami sampaikan dengan waktu yang patut. Tapi hari ini sampai sore kami tunggu tidak ada pemberitahuan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/1/2019).
Tim penyidik KPK, kata Febri, berencana akan kembali memanggil Aher untuk ketiga kalinya.
Pemanggilan direncanakan dilakukan Januari ini.
"Nanti akan kami lakukan pemanggilan kembali, kemungkinan sekitar bulan Januari ini sesuai dengan kebutuhan penyidikan," katanya.
Baca: Daftar Pemain yang Ikut di Latihan Perdana Persija Jakarta
Ia berharap, Aher dapat bersikap kooperatif dan datang ketika dipanggil nanti.
Karena keterangan Aher dibutuhkan saat ia masih menjabat sebagai gubernur Jawa Barat.
"Kami harap saksi yang dipanggil bisa datang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika seseorang dipanggil sebagai saksi. Karena dalam KUHAP, saksi itu yang mengetahui, mendengar, melihat sebagian, atau seluruh rangkaian tindak pidana tersebut," jelas Febri.
"Jadi kami ingin mendalami lebih jauh apa yang diketahui saksi ketika menjabat saat itu," katanya menambahkan.
Baca: Gubernur Lemhanas Ragukan Perintah Panglima TNI Terkait Razia Buku PKI
Nama Aher sempat disebut dalam surat dakwaan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (19/12/2018).
Dalam surat itu disebut bahwa pada tanggal 23 November 2017 Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengeluarkan Keputusan Nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Dalam surat tersebut Gubernur Jawa Barat mendelegasikan pelayanan dan penandatanganan rekomendasi untuk pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi kepada Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat.
Baca: Kemenaker Targetkan Latih 588.069 Calon Pekerja pada Tahun 2019
Berdasarkan keputusan gubernur tersebut, Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor: 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad yang ditujukan kepada Bupati Bekasi.
Perihal rekomendasi pembangunan Meikarta yang menyatakan bahwa Pemprov Jawa Barat memberikan rekomendasi bahwa rencana pembangunan Meikarta dapat dilaksanakan dengan catatan beberapa hal yang harus ditindaklanjuti oleh Pemkab Bekasi, sesuai dengan hasil rapat pleno BKPRD Jawa Barat pada tanggal 10 November 2017.
KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.
Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.
Terdapat empat orang yang saat ini menjadi terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, yakni Billy Sindoro, Taryudi, Fitradjaja Purnama, dan Henry Jasmen Sitohang.