Polemik Ratna Sarumpaet
Peneliti: Polisi Harus Tangkap Penyebar Hoaks Isu Penganiayaan Ratna Sarumpaet
Muradi menilai Kepolisian harus mengusut tuntas penyebaran isu penganiayaan Ratna Sarumpaet.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi menilai Kepolisian harus mengusut tuntas penyebaran isu penganiayaan Ratna Sarumpaet.
Tindakan tegas kepolisian ditunggu untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan penyebar hoaks.
"Saya kira pihak kepolisian harus memproses secara hukum masalah ini agar ada efek jera dengan menggunakan UU ITE dari hulu ke hilir. Dan hal tersebut harus menyeluruh tanpa memandang status sosial maupun politik," ujar Muradi kepada Tribunnews.com, Rabu (3/10/2018).
Artinya sejumlah elite politik yang terprovokasi maupun secara sengaja membangun image seolah ada penganiyaan terhadap Ratna Sarumpaet pun menurut dia, harus diproses secara hukum.
"Karena telah menyebarkan berita dan informasi palsu dan bohong," jelasnya.
"Artinya apakah elite politik dengan perspektif play victim, upaya menyudutkan pemerintah maupun ketidakcermatan dalam menggunakan sosial media harus diproses tanpa kecuali," tegasnya.
Apalagi dia menilai, di balik masalah penggeroyokan Ratna Sarumpaet, ada yang memainkan play victim untuk kepentingan politik jangka pendek.
"Hal ini diperkuat dengan adanya press conference terkait itu semalam," jelasnya.
Selain itu dia menurut dia, di balik menyebaran isu pengeroyokan itu ada upaya untuk mendelegitimasi pemerintah yang seolah-olah tidak mampu dan melakukan kriminalisasi terhadap Ratna Sarumpaet.
"Hal ini diperkuat dengan adanya upaya untuk menyudutkan pemerintah yang dinilai gagal dan lamban melindungi warga negaranya, dalam hal ini Ratna Sarumpaet," paparnya.
Penyebaran isu ini juga adalah bagian dari ketidakcermatan menggunakan media sosial dalam mengekspresikan hak berekspresi dan menyampaikan informasi yang terpotong-potong dan terdistorsi yang digunakan sebagai bahan informasi.
"Artinya, pihak kepolisian harus mengusut tuntas penyebaran isu bahwa Ratna Sarumpaet dikeroyok terkait hal tersebut," ucapnya.
Sebelumnya, Ratna Sarumpaet menyatakan dirinya menciptakan kebohongan dengan mengaku dirinya mengalami pengianayaan sehingga wajahnya penuh dengan lebam.
Hal itu disampaikannya melalui konferensi pers di kediamannya di Jalan Kampung Melayu Kecil V Nomor 24, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (3/10/2018).
Sambil menetaskan air mata dan terisak Ratna mengakui bahwa dirinya mendatangi Rumah Sakit Bedah Bina Estetika di Menteng, Jakarta Pusat pada tanggal 21 September 2018, tanggal yang diklaim Ratna terjadi penganiayaan kepada dirinya di Bandung.
“Waktu itu saya mendatangi rumah sakit khusus bedah dan mendatangi dokter khusus bedah bernama Sidik Setya Miharja untuk melakukan operasi sedot lemak di pipi kiri saya,” jelasnya.
Ratna kemudian mendapati wajahnya mengalami lebam usai operasi itu pada 22 September 2018.
Dan pada saat itu juga dia mengaku melakukan kebodohan.
“Dokter bilang itu biasa kemudian saya pulang menemui anak saya dan saya melakukan kebohongan dengan mengatakan bahwa saya mengalami penganiayaan, dan informasi itu dikorek terus hingga seminggu kemudian,” jelasnya.
Ratna mengaku terus menciptakan kebohongan bahkan kepada tokoh terkenal yang membelanya seperti Fadli Zon, Prabowo Subianto hingga Amien Rais.
Hingga akhirnya ia pada Selasa (2/10/2018) malam ia memutuskan untuk jujur kepada semua pihak.
“Saya semalam melakukan salat istikharah dan akhirnya tadi pagi saya panggil anak saya dan saya ceritakan semuanya sebenarnya,” tegas Ratna.
Ratna pun meminta maaf kepada semua pihak termasuk kepada Prabowo dan Amien Rais yang terus membelanya. Ia juga meminta maaf kepada lawan-lawannya yang memanfaatkan momentum ini untuk menyerangnya.
“Saya meminta maaf kepada semuanya, termasuk kepada lawan-lawan yang biasa saya kritik yang kini berbalik kepada saya, sekarang saya harus mengakui sebagai pencipta hoaks terbaik,” pungkasnya.