Pilpres 2019
Pengamat: Jika Ingin Menang Lagi, Ini yang Harus Dilakukan Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki kans memenangi pemilihan presiden pada 2019 sekaligus melanjutkan periode kedua pemerintahannya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki kans memenangi pemilihan presiden pada 2019 sekaligus melanjutkan periode kedua pemerintahannya.
Hal ini disebabkan selama empat tahun memerintah (2014-2018), Jokowi mendapatkan nilai positif dari masyarakat, tanpa menutup mata pada kekurangannya yang bisa ditutupi pada periode berikutnya.
Pengamat politik dari UIN Jakarta, A Bakir Ihsan, mengatakan peluang Jokowi memenangi pilpres tahun depan menang sangat kuat, terlebih didukung oleh partai besar sebagai pintu masuk pencalonannya. Untuk mendekatkan pada kemenangan, Jokowi harus tetap fokus pada penyelesaian agenda yang dijalankan saat ini dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Jokowi juga harus menghindari langkah atau kebijakan yang kontroversial dan tidak produktif,” ujar Bakir di Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Menurut Bakir, agar kepercayaan masyarakat semakin kuat untuk mendukungnya pada periode kedua, Jokowi perlu mempertahankan sikap treble untuk mengevaluasi secara objektif terhadap kinerjanya selama ini, baik yang berhasil, belum selesai, ataupun gagal.
“Di antara keberhasilan Jokowi yang signifikan adalah di bidang infrastruktur dan penguatan hak-hak warga atas tanah,” ujar Bakir.
Baca: Jokowi Letakan Batu Pertama Pembangunan Menara MUI
Sejak awal memerintah hingga saat ini, Jokowi fokus pada pembangunan infrastruktur mulai dari jalan, bendungan, hingga jembatan yang ditujukan untuk penguatan konektivitas dan pemerataan pembangunan.
Jokowi mengalokasikan pembangunan infrastruktur selama 2015-2019 sebesar Rp4.197 triliun, 42% dibiayai dari APBN.
Hasilnya positif, tren inflasi membaik dan dijaga di bawah 4% dan pada 2015 turun signifikan ke 3,4% dari 8,4% pada 2014 sebagai dampak dari reformasi migas yang berani.
Penurunan inflasi menyebabkan penurunan tingkat suku bunga ke 5,25% pada Juli 2018, turun dari 7,25% pada Desember 2014.
Bakir menjelaskan, posisi Jokowi saat ini hampir sama dengan posisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua.
Pada periode akhir jabatannya, Jokowi bisa menutup ruang atau celah yang selama ini kurang mendapatkan perhatian kuat melalui sosok cawapres yang sinergis.
Bakir malanjutkan, di periode kedua Jokowi perlu meneruskan program penurunan kemiskinan. Angka-angka kemiskinan dari BPS menunjukkan bahwa kemiskinan terbesar ada di daerah pedesaan.
Jika pada periode pertama Jokowi sudah membangun infrastruktur pertanian, maka pada periode selanjutnya Jokowi seyogyanya fokus pada petaninya itu sendiri. "Model bimbingan penyuluhan dan penggunaan teknologi pertanian dan bibit-bibit unggul musti diperkuat lagi" tambahnya.
Menurut dia, faktor cawapres bagi Jokowi hanya pendukung, suplemen, bukan penentu.
“Karena bukan penentu, Jokowi punya otoritas kuat untuk menentukan wakilnya. Calonnya bisa darimana saja, yang penting bisa membantu Jokowi di aspek-aspek tersebut. Dan sebaliknya Jokowi juga harus merasa nyaman dengan cawapres. Chemistry dan loyalitas menjadi faktor yang paling penting ” ujar Wakil Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah.