Moeldoko Ungkap Reaksi Jokowi Usai Terima Laporan Rutan Mako Brimob Rusuh
"Alternatif kedua, bagaimana memberikan tekanan, bukan negosiasi ya, di antaranya listrik, air, dimatikan, makanan tidak diberikan,"
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai proses dan prosedur penanganan aksi narapidana kasus teroris di Mako Brimob oleh pihak kepolisian, sudah berjalan sangat baik.
Adapun proses dan prosedur penanganan tersebut, kata Moeldoko, yaitu langkah pertama yang dilakukan pihak kepolisian memberikan laporan kepada Presiden Joko Widodo.
Baca: Pelaku Penusukan Bripka Marhum Prencje Sembunyikan Pisau Di Bawah Alat Kemaluan
"Kebetulan saya bersama Presiden saat itu di Pekanbaru, setelah ada laporan, Presiden memberikan petunjuk untuk segera dibentuk sebuah kesatuan komando atau posko yaitu diketuai Menko Polhukam, instrumen keamanan semua disiapkan," kata Moeldoko di kantornya, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Menurut Moeldoko, Presiden menyampaikan beberapa petunjuk, yaitu jangan ragu-ragu dalam menangani persoalan aksi narapidana kasus teroris.
Baca: Jenazah Narapidana Teroris Beni Samsutrisno Masih Disimpan Di Freezer RS Polri
Kemudian hindari jatuhnya banyak korban, dan terakhir batasan waktu segera diselesaikan.
"Itulah petunjuk dari Presiden, dalam milter-kepolisian ada prosedur pengambilan keputusan, setelah Presiden memberikan petunjuk, di sinilah berjalan prosedur pengambil keputusan," tutur Moeldoko.
"Nah Menko Polhukam, Wakapolri, Panglima TNI, Kepala BIN biasanya untuk melihat situasi dengan jernih, akhirnya ada beberapa alternatif tindakan yang akan dilakukan, pertama serbu langsung, kedua intention dulu, setelah itu tindakan taktis berikutnya," lanjut Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, tindakan serbuan secara langsung pasti dikalkulasi keuntungan dan kerugiannya seperti apa.
Baca: Cak Imin Sebut Hampir Mungkin Jadi Cawapres Jokowi
Namun ini urung dilakukan, karena masih ada satu anggota kepolisian yang masih hidup disandera.
"Alternatif kedua, bagaimana memberikan tekanan, bukan negosiasi ya, di antaranya listrik, air, dimatikan, makanan tidak diberikan," ujarnya.
Tindakan tersebut, ternyata ampuh menekan para narpiter hingga akhirnye melepas satu sandera dan akhirnya kepolisian memantaunya melalui CCTV serta memutuskan melakukan serbuan.
"Kenapa tidak dihabisin? (napiternya), karena ada konferensi Jenewa, kalau lawan sudah menyerah tidak boleh dibunuh, itulah langkah-langkah seperti itu, sehingga semuanya selesai dan tidak ada korban pada serbuan itu," paparnya.
Moeldoko berharap, penanganan yang memerlukan waktu dan tertutup sejak awal oleh pihak kepolisian, tidak disalah artikan oleh sebagian pihak dengan memandang secara negatif.
"Kenapa kelihatan perlu waktu dan tertutup dari awal? Karena ini persoalan taktikal yang tidak boleh diobral atau disampaikan, sehingga perlu langkah-langkah yang dicover agar perencanaan tidak keluar," pungkas Moeldoko.
Diketahui, narapidana kasus terorisme sempat menguasai rutan Mako Brimob selama 36 jam sejak Selasa (10/5/2018).
Insiden mengakibatkan lima korban jiwa dari Densus 88 dan satu narapidana kasus terorisme.