Jumat, 3 Oktober 2025

Peringatan 20 Tahun Reformasi, Hanif Dhakiri Baca Puisi Ciptaan Sendiri

Hanif Dhakiri menjadi salah satu pembaca puisi dalam acara peringatan 20 tahun reformasi di Ruang Pustakaloka

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Sanusi
Rizal Bomantama
Menaker Hanif Dhakiri saat bacakan puisi di peringatan 20 Tahun Reformasi di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/5/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri menjadi salah satu pembaca puisi dalam acara peringatan 20 tahun reformasi di Ruang Pustakaloka Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (8/5/2018) malam.

Hadir dalam acara tersebut yaitu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Menlu Retno Marsudi, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Sejumlah tokoh tersebut membacakan puisi karya penyair seperti Wiji Thukul dan WS Rendra. Tapi,  malam itu Hanif membacakan puisi hasil karyanya sendiri.

Hanif sedikit menceritakan kisah puisi yang ia buat tahun 1993 tersebut.

Hanif pun membacakan puisi tersebut secara berapi-api, sehingga suaranya menggelegar memenuhi seisi ruangan yang dihadiri ratusan tamu.

Ia terlihat menghayati puisi yang diberi judul “Pengantin Garis Depan” dan di akhir acara seluruh tamu bertepuk tangan serta bersorak untuknya.

Berikut puisi karya Hanif Dhakiri yang berjudul “Pengantin Garis Depan”

Kekasihku. Hari ini aku tak kuliah lagi. Aku harus turun ke jalan. Bersama kawan mahasiswa yang lain. Mendobrak keterpasungan dan kesewenang-wenangan. Engkau tahu, kekasihku. Tentara telah merampas kebebasan mereka. Menginjak-injak otonomi kampusnya.

Kekasihku. Aku hari ini tak kuliah lagi. Aku harus turun ke jalan. Bersama petani yang kehilangan petak-petak sawahnya. Dan buruh-buruh pabrik yang dihisap tenaganya. Engkau tahu, kekasihku. Negara telah merampas hak-hak mereka. Memaklumkan penindasan dan ketidakadilan yang merata.

Bila engkau bangun, kekasihku. Basuh mukamu dan kepalkan tanganmu. Persetan popor senjata dan barikade yang menghadang kita. Cinta kita, kekasihku. Adalah pegas untuk kita membusur. Meneriakkan tuntutan di antara riuh gelombang massa. Hidup demokrasi! Hidup rakyat!

Dan kita, telah menjadi pengantin di garis depan.

Hanif Sake Oerip, 1993

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved