Pilkada Serentak
Sikap Bawaslu Soal Permintaan Wiranto Tunda Proses Hukum Calon Kepala Daerah
Menurut Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja proses hukum menyangkut pelanggaran tahapan pemilu tidak bisa ditunda.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) enggan mengomentari terlalu jauh terkait permintaan Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto kepada Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) untuk menunda proses hukum terhadap calon kepala daerah.
Menurut Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja proses hukum menyangkut pelanggaran tahapan pemilu tidak bisa ditunda.
"Silakan seperti itu, tapi tidak ada pendapatnya dari Bawaslu seperti itu. Kenapa, karena ada juga beberapa kasus berkaitan dengan pemilu misalnya ijazah palsu, kan tidak boleh dihentikan. Kalau di pilkada kan nggak boleh dihentikan, ijazah palsu enggak boleh dihentikan karena berkaitan dengan syarat pencalonan," ujar Rahmat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (13/3/2018).
Menurut Rahmat proses hukum yang menyangkut korupsi sebaiknya tetap dilakukan. Alasannya tindak pidana korupsi tidak ada hubungannya dengan Pemilu. Sama halnya dengan pidana umum lainnya seperti kekerasan rumah tangga atau pidana lainnya.
Baca: KPU RI Ingatkan Pemerintah Soal Pengadaan e-KTP Bagi Pemilih
"Iya khususnya OTT (operasi tangkap tangan)," katanya.
Sebelumnya Menkopolhukam Wiranto meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda serangkaian langkah hukum kepada calon maupun pasangan calon kepala daerah yang diduga terjerat kasus korupsi dalam perhelatan Pilkada serentak 2018.
"Kalau sudah ditetapkan (calon atau paslon) menghadapi pilkada serentak, kami minta ditunda dululah penyelidikan, penyidikannya dan pengajuannya dia sebagai saksi atau tersangka," ujar Wiranto di kantor menkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018).
Wiranto menjelaskan, hal itu akan berpengaruh pada pelaksanaan pemilu mengingat hal itu telah masuk pada ranah politik.
"Apalagi kalau sudah ditetapkan paslon. Bukan pribadi lagi (dia yang ditetapkan tersangka itu) tapi para pemilih, partai-partai yang mendukungnya. Karna itu resiko, pasti berpengaruh pada pasangan, dia sebagai perwakilan dari paprol atau mewakili para pemilih," ungkap Wiranto.