Minggu, 5 Oktober 2025

Pilkada Serentak

Peluang Perempuan Jadi Kepala Daerah Tertutup oleh Dominasi Kekuatan Modal dan Elektabilitas

Empat hal ini konsisten mendominasi latar belakang perempuan calon kepala daerah dari pilkada ke pilkada

Editor: Johnson Simanjuntak
KOMPAS IMAGES
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Permilu dan Demokrasi (Perludem) menilai perempuan pendaftar calon kepala daerah lebih didominasi kader partai, perempuan dengan jaringan kekerabatan, mantan anggota DPR/DPD/DPRD dan petahana.

Hal itulah menurut Direktur Perludem Titi Anggraini terekam dari 101 perempuan dari 1140 pendaftar bakal calon kepala daerah. Sebagaimana data pada infopemilu.kpu.go.id per Selasa (20/2/2018), dari 101 perempuan tersebut; 92 calon memenuhi syarat, 6 calon tidak memenuhi syarat, serta 3 calon belum ditetapkan.

"Empat hal ini konsisten mendominasi latar belakang perempuan calon kepala daerah dari pilkada ke pilkada," ujar Titi kepada Tribunnews.com, Jumat (23/2/2018).

Hal ini menurut Titi, menunjukkan, pertama, partai masih saja pragmatis—berorientasi pada aspek elektabilitas dan kekuatan modal.

"Karena itu, peluang pencalonan perempuan tertutup oleh dominasi kekuatan modal dan elektabilitas yang mayoritas dimiliki oleh laki-laki," jelas Titi.

Baca: Wiranto: Indonesia Dianggap Termasuk Negara Berkembang yang Sangat Maju

Dalam konteks perempuan yang memiliki elektabilitas tinggi—misalnya perempuan berlatar belakang legislator—partai yang pragmatis menyandera upaya konsolidasi perempuan untuk maju memimpin pemerintahan.

Ia pun menjelaskan, perempuan berlatar belakang legislator (39 persen), misalnya, telah mengumpulkan kekuatan politik yang dimilikinya saat ia menjadi anggota legislatif.

Kemudian perempuan mencalonkan diri sebagai kepala daerah di tempat dimana ia bertugas sebagai anggota legislatif.

Hal ini membuat perempuan mantan anggota legislatif mempunyai elektabilitas yang tinggi. Namun, partai tak melihat konsolidasi politik perempuan ini.

Partai yang pragmatis lebih melihat elektabilitas. Partai hanya memilih calon yang memiliki peluang besar untuk terpilih.

Kedua, partai tak punya suplai kader perempuan memadai. Kecenderungan ini terjadi karena partai tak punya mekanisme perekrutan anggota yang inklusif dan terbuka.

Kaderisasi untuk mempersiapkan perempuan berkualitas dan mempunyai elektabilitas tinggi juga tak berjalan baik.

Meski data menunjukkan persentase perempuan calon kepala daerah berlatar belakang kader partai paling tinggi (43 persen), angka persentase tersebut beririsan dengan latar belakang lain yaitu eks legislator dan jaringan kekerabatan.

Bergabung dengan partai adalah jalan “antara” yang ditempuh perempuan untuk menuju kuasa pemerintah daerah. Perempuan membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri, meraih dukungan elit politik, dan merebut kepercayaan pemilih daerah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved