Minggu, 5 Oktober 2025

Pilkada Serentak

Polisi Jadi Pj Gubernur Bisa Munculkan Pilkada Curang

Wakil ketua DPR Fadli Zon mengatakan usulan penunjukan dua Perwira Tinggi Polisi sebagai Pejabat (Pj) Gubernur harus ditolak.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
internet
Ilustrasi Kepala Daerah 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil ketua DPR Fadli Zon mengatakan usulan penunjukan dua Perwira Tinggi Polisi sebagai Pejabat (Pj) Gubernur harus ditolak.

Sebelumnya Menteri dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan dua jenderal bintang tiga yakni Asisten Operasi Kapolri Irjen Pol Mochamad Iriawan sebagai pejabat Gubernur Jawa Barat, serta kadiv Propam Irjen Martuani Sormin sebagai pejabat Gubernur Sumatera Utara.

Fadli mengatakan penolakan usulan tersebut karena pejabat gubernur dari unsur kepolisian di luar kelaziman.

"Karena orang yang ditunjuk itu orang yang tidak ada kaitan atau orang yang tidak lazim, gitu. Saya kira ini harus ditolak lah," kata Fadli.

Selain itu menurut Fadli penolakan usulan dua Pati Polisi menjadi pejabat gubernur untuk menghindari anggapan keberpihakan Pj Gubernur.

Apalagi di Jawa Barat terdapat calon peserta Pilkada yang berlatar belakang polisi yakni Anton Charliyan.

"Ya anggapan masyarakat tertuju ke sana. Iya kan, ini bisa mengarah pada suatu Pilkada curang," katanya.

Baca: Menikmati Indahnya Patung Es Warna-warni di Festival Hyoubaku Hokkaido Jepang

Alasan usulan Dua Pati Polisi tersebut menjadi pejabat gubernur karena Jawa Barat dan Sumatera Utara tergolong wilayah yang rawan saat Pilkada, menurut Fadli tidak tepat.

Masalah keamanan kata Fadli bukan merupakan urusan PJ Gubernur melainkan kepolisian.

"Itu saya kira logikanya itu harus diselaraskan ya. Bahwa untuk pengamanan itu bukan urusan plt gubernur. Plt gubernur adalah menjalankan pemerintahan. Saya kira ini Mendagri harus dikritik dan harus segera merevisi itu," ujar dia.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan usulan dua nama perwira tinggi Polri untuk menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat dan Penjabat Gubernur Sumatera Utara pada Pilkada 2018 belum final.

Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Inspektur Jenderal Pol Mochamad Iriawan diproyeksikan menjabat sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.

Sedangkan dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol Martuani Sormin diusulkan sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara.

Iriawan diangkat menjadi Penjabat Gubernur karena masa jabatan Gubernur yang ada akan berakhir pada 13 Juni 2018.

Sementara Gubernur Sumatera Utara akhir masa jabatannya akan berakhir pada 17 Juni 2018.

Di saat yang bersamaan, belum ada Gubernur dan Wakil Gubernur baru yang menggantikan karena pilkada serenak baru akan dilakukan pada 27 Juni 2018.

"Keputusan Presiden belum keluar," kata Tjahjo.

Baca: SBY Ogah Proyek e-KTP Dihentikan

Tjahjo berharap, publik tak mempermasalahkan usulan dua nama tersebut.

Sebab, pada Pilkada 2017 lalu, salah seorang perwira tinggi Polri, Inspektur Jenderal Pol Carlo Brix Tewu juga pernah dilantik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat.

"Tahun lalu (Pilkada 2017) Polisi Pak Carlo Tewu, enggak ada masalah. Dari TNI (Dirjen Polpum, Kemendagri, Soedarmo), Pak Darmo di Aceh enggak ada masalah. Kenapa TNI-Polri, ya enggak ada masalah," kata dia.

Apalagi, menurut Tjahjo, tak mungkin 17 provinsi yang akan ikut Pilkada serentak 2018 semuanya diisi oleh pejabat dan penjabat sementara (Pjs) dari Kementerian Dalam Negeri.

"Kan tidak mungkin semua eselon I Kemendagri, dilepas semua (ke 17 provinsi). Kan enggak mungkin. Kalau semua dilepas kosong kan Kemendagri," ucap dia.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut menambahkan, pengangkatan TNI-Polri sebagai pejabat kepala daerah itu juga salah satunya karena pertimbangan kerawanan daerah yang menggelar Pilkada.

"Kalau kemarin saya menempatkan TNI di Aceh. Karena tingkat kerawanan di sana cukup tinggi. Mencermati gelagat perkembangan, maka saya taruh itu. Tanggung jawab untuk stabilitas tata kelola pemerintahan kan saya sebagai Mendagri," kata dia.

Sementara itu Ketua Komisi II Zainudin Amali mengaku kaget dengan adanya usulan tersebut. Bahkan, ia mengetahui kabar tersebut bukan dari Kemendagri langsung.

"Saya malah tahu dari teman- teman pers. Kemudian begitu saya lihat sudah ada pengumuman dari Pak Martinus Sitompul yah," ujarnya.

Karena itu Zainudin mengaku akan melakukan komunikasi dengan pihak Kementerian Dalam Negeri untuk meminta penjelasan mengenai rencana tersebut.

"Saya akan coba mencoba berkomunikasi dengan Mendagri, minta penjelasan dengan beliau kira-kira apa yang menjadi dasar penunjukan dua perwira polisi ini," kata Politikus Partai Golkar ini.

Ia berpendapat posisi Pj itu lebih tepat dijabat oleh pegawai eselon I di Kemendagri.

Sebab, jika pejabat kepolisian yang ditunjuk sebagai Pj, maka ada kekhawatiran akan ada kepentingan politik.

"Silakan Pak Mendagri menentukan itu. Tapi sebaiknya sih memang para eselon I yang ada di Kemedagri sebagaimana yang ada," ujarnya.

Respon kaget juga dilontarkan Ketua DPP PKB Lukman Edy, menurutnya jenderal polisi yang masih aktif dilarang menjadi pejabat gubernur.

Menurut Lukman, dalam Undang-undang disebutkan, alat negara seperti TNI dan Polri tak boleh melakukan politik praktis.

Sementara jabatan kepala daerah, termasuk ke dalam jabatan politik.

"Kecuali dia itu sudah dikaryakan pada Kemendagri. Tidak perwira lagi, tapi pejabat di Kemendagri. Meskipun hanya selama Pilkada tetap enggak boleh," tutur Wakil Ketua Komisi II DPR itu.

Menurut Lukman, penunjukan TNI dan Polri yang masih aktif menjadi kepala daerah akan menimbulkan konflik kepentingan.

"Sudah melanggar Undang-undang TNI dan Polri. Menyangkut ASN (Aparatur Sipil Negara) juga diatur. Jadi enggak boleh," ucapnya. (Tribun Network/taufik ismail/fitri wulandai/kps/wly)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved