Kisruh Partai Hanura
OSO Diberhentikan Mendadak, Ini Kata Pengamat
Setelah pemberhentian OSO, rencananya, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Hanura, Daryatmo akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubaidillah Badrun, menilai janggal pengajuan mosi tidak percaya oleh 27 DPD dan lebih dari 400 DPC Hanura terhadap kepemimpinan Oesman Sapta Odang sebagai ketua umum.
Setelah pemberhentian OSO, rencananya, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Hanura, Daryatmo akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), selama kurun waktu satu minggu.
"Ada yang aneh di Partai Hanura, jika tiba-tiba minggu depan mengadakan Munaslub. Sebab tidak tercium oleh publik apa yang terjadi sebenarnya di partai Hanura," ujarnya, Selasa (16/1/2018).
Menurut dia, keganjilan itu semakin nyata setelah OSO membalas dengan cara memecat Sekjen Hanura, Sarifuddin Sudding, hanya beberapa jam setelah pemberhentian dirinya sebagai Ketum partai yang didirikan Wiranto itu.
Dia menjelaskan, setidaknya ada empat kemungkinan penyebab yang mendorong terjadinya fenomena ini. Salah satu kemungkinannya adalah adanya kepentingan bersama dari Partai Hanura yang tidak direspon dengan baik OSO.
"Sehingga seluruh pengurus partai di bawahnya menyatakan tidak percaya atau mencabut dukungannya terhadap OSO sebagai ketua umum partai Hanura," kata dia.
Selain itu, kemungkinan kedua adalah gagalnya proses konsolidasi yang dibangun OSO dalam internal Gerindra. Menurut dia, konsolidasi yang menemui jalan buntu berakibat fatal karena mengakibatkan hilangnya kepercayaan sejumlah kader terhadap ketua umum.
Apabila menilik tubuh Hanura, terdapat dua kubu yang berseteru ini merupakan kader-kader lama dan baru. Pada masa kepemimpinan OSO, Hanura mendapat tambahan tenaga dari DPD RI, yaitu sebanyak 27 senator yang memasuki partai tersebut pada Januari tahun lalu.
Salah satu nama yang tergabung dalam gelombang itu adalah mantan politisi Demokrat, I Gede Pasek yang terdaftar sebagai anggota DPD RI dari Bali. Masuknya 27 anggota DPD RI ini sendiri hanya tiga bulan sebelum OSO terpilih sebagai Ketua DPD RI pada April 2017.
Pada alasan selanjutnya, Ubed menyebut adanya faktor yang menjadikan OSO sosok berbahaya yang dapat mengganggu harmonisasi koalisi di pemerintahan. Dalam kemungkinan ini, Ubed menyebut ada hal yang membuat OSO dianggap telah mengganggu keberadaan pemerintah yang berkuasa.
"Sehingga pemerintah yang berkuasa berkepentingan untuk 'mengamankan' partai pendukung atau bahkan mengambil alih partai politik pendukungnya," tegasnya.
Sedangkan alasan terakhir, Ubed menyebut adanya kemungkinan OSO tak menenuhi keinginan sebagian DPD Hanura terkait calon kepala daerah di sejumlah daerah yang diputuskan secara sepihak atau secara otoriter oleh OSO.