Jumat, 3 Oktober 2025

Kader Projo Curhat, Pengurusnya Jadi Tamak Mereka Lupa Akan Sejarah

Oknum pengurus Projo menjadi tamak, mereka lupa akan perjuangan puluhan kader yang membesarkan nama Projo sekarang.

Editor: Choirul Arifin
WARTA
Organisasi Pro Jokowi kisruh karena diduga lakukan penyelewengan jabatan 

Laporan reporter Wartakotalive.com, Dwi Rizki

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Peluh dan keringat tidak terhitung jumlahnya, teriknya matahari pun tidak dihiraukan para kader.

Namun ketika Projo berdiri dan sukses menghantarkan Joko Widodo duduk di kursi Presiden Republik Indonesia.

Oknum pengurus Projo menjadi tamak, mereka lupa akan perjuangan puluhan kader yang membesarkan nama Projo sekarang.

Curahan hati itu diungkapkan Pendiri sekaligus Deklarator Projo, Jonacta Yani Pambukananta S menanggapi polemik yang terjadi di tubuh Projo saat ini.

Menyadarkan arti perjuangan, pria kelahiran Garut, 31 Januari 1970 itu kembali mengingatkan sejarah awal berdirinya projo kepada oknum pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Projo saat ini.

"Tidak adil rasanya meninggalkan sejarah, sejarah yang seharusnya justru mempersatukan kita," ungkapnya ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (11/1/2018) malam.

Diceritakannya, Projo semula merupakan barisan relawan pendukung Jokowi-sapaan Joko Widodo, dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 yang selanjutnya tergabung dalam Aksi Jakarta Bersih yang lahir pada 3 Februari 2013.

Ketika itu, seluruh relawan menginginkan agar Jokowi maju dalam Pemilihan Presiden 2014 dan mensejahterakan rakyat selaknya memimpin DKI Jakarta.

Berjalannya waktu, tuntutan publik yang menginginkan Jokowi menjadi presiden diungkapkannya semakin besar.

Namun, pengusungan Jokowi terbentur sejumlah regulasi dan hanya bisa dilakukan oleh partai politik, karena itu relawan mendorong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk segera mengusung Jokowi sebagai Calon presiden.

"Pembicaraan dan diskusi terus berlangsung sejak Mei 2013, bahkan kami juga sudah mulai mencetak kaos Jokowi Presiden pada tahun itu. Di tengah dorongan publik yang semakin menguat sementara respon PDI perjuangan saat itu yang sangat lambat, kami berinisiatif untuk membuat kelompok penekan dari dalam tubuh PDI perjuangan," ceritanya.

Baca: Rahasia Single Juragan Empang Nella Kharisma Raih 1,8 Juta Viewers Hanya dalam 18 Hari Rilis

Baca: Dikenalkan di GIIAS 2017, UD Truck Segera Luncurkan Truk Ringan Kuzer Tahun Ini di Indonesia

Kelompok yang terdiri dari kader dan simpatisan PDIP itu lanjutnya dikenal dengan Pro Jokowi atau Projo.

Dirinya dan sejumlah pendiri kemudian mendeklarasikan diri untuk sepakat mendukung Jokowi maju dalam Pilpres 2014 di Warung Bang Hoody, kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan tepat pada tanggal 21 Desember 2013.

"Kami menamakan kelompok sebagai PDIP Projo yang kemudian dikenal sebagai Projo. Sejak itu kami bergerilya dengan membentuk jaringan daerah dan posko-posko Projo. Perjuangan Projo tidak hanya dalam hal sosialisasi, tetapi pembentukan opini serta jaringan pemenangan," ungkapnya.

"Tekanan kepada partai-partai pun kami lakukan agar segera mencalonkan Jokowi sebagai Capres 2014 hingga menang. Salah satu contoh adalah dengan mengirimkan sebanyak 15.000 orang dari jaringan kami untuk hadir dalam Konser Slank serta Giant Banner di GBK (Gelora Bung karno)," tutupnya menambahkan.

Namun sejarah sepetinya terlupakan, polemik yang terjadi dalam tubuh organisasi masyarakat (ormas) Pro Jokowi (Joko Widodo) atau Projo kian bergulir.

Tidak hanya disomasi lantaran dinilai menyalahgunakan kekuasaan, jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Projo juga akan digugat para kadernya atas pelanggaran Merek Projo ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Kamis (12/1/2018) siang.

Gugatan tersebut diungkapkan salah satu kuasa hukum kader Projo yang menamakan diri sebagai Tim Hukum Jas Merah Projo, Soefianto Soetono berdasarkan keberatan yang dirasakan Jonacta Yani Pambukananta S selaku pendiri dan deklarator Projodalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 silam.

Sebab, lanjutnya, melenceng dari cita-cita dan tujuan dari Projodan Jokowi, yakni mempersatukan masyarakat, jajaran pengurus DPP Projo justru menutup diri dan menyalahgunakan kewenangannya saat ini.

Padahal, Projo yang dibangun hingga sukses menghantarkan Jokowi masuk dalam bursa Pemilihan Presiden dan terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia saat ini adalah hasil kerja keras seluruh kader Projo Nusantara.

"Projo bukan serta merta berdiri sendiri, sejarah panjang perjuangan mendukung Jokowi dijalani bersama-sama. Tetapi ketika melenceng dari tujuan yang sebenarnya, semuanya harus diperbaiki, Projo harus kembali pada marwahnya sebagai pemersatu rakyat, seperti yang dipesankan bapak Jokowi," ungkap Soefianto Soetono mewakili Jonacta ditemui pada Kamis (11/1/2018) malam.

Terkait pelengseran sepihak oleh Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi dari jabatan Sekretaris Jenderal Projo digantikan oleh Handoko Wicaksono pada tanggal 1 Desember 2017 lalu, Sunggul Hamonangan Sirait selaku Kuasa Hukum Guntur Serigar menjelaskan, penggantian jabatan Sekretaris Jenderal Projo lewat penerbitan Surat bernomor 141/Internal/DPP-PROJO/XII/2017 yang ditandatangani oleh Freddy Alex Damanik dan Sinnal Blegur pada tanggal 1 Desember 2017 itu dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 263 Juncto 266 Juncto 55 KUHP tentang Pemalsuan Akta dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

Sedangkan, Handoko Wicaksono yang selama ini mengaku sebagai Sekretaris Jendral DPP Projo disebutkannya telah melanggar Pasal 14 Undang-undang tahun 1946 Juncto Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman hukuman sepuluh tahun penjara.

Terkait hal tersebut, pihaknya berharap agar permasalah tersebut dapat diselesaikan oleh paratersomasi, apabila tidak pihaknya akan menempuh jalur hukum ke depanya.

"Kami meminta kepada para tersomasi untuk segera menyelesaikan permasalahan hukum tersebut dengan klien kami. Sebab berdasarkan AD/ART, maka klien kami berhak dan berwenang penuh sebagai Sekretaris Jendral sah dan belum tergantikan, sesuai dengan keputusan Kongres Pertama DPP Projo pada tanggal 23 Agustus 2014," jelas Advokat dari Kantor Advokat SS and partners itu menegaskan.

"Kami memberi waktu sampai dengan tanggal 8 Desember 2017, apabila tidak menggunakan kesempatan yang kami berikan, maka klien kami akan menempuh dan melakukan segala tuntutan hukum baik secara Pidana maupun Perdata" tuturnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved