Korupsi KTP Elektronik
Pengamat Minta Setya Novanto Ikuti Saja Proses Hukum di KPK
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto diminta mengikuti proses hukum ketika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto diminta mengikuti proses hukum ketika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, Setya Novanto harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat menghormati hukum karena statusnya sebagai pejabat negara.
"Beliau harus memberi contoh yang baik kepada masyarakat karena penegakan hukum harus dimulai dengan contoh yang baik dari para penyelenggara negara," ujar Peneliti Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) kepada Tribunnews.com, Senin (15/11/2017).
Kalau terus mangkir dari panggilan KPK, kata Djayadi, Setya Novanto dan kuasa hukumnya terkesan mencari-cari alasan dan mengulur waktu.
Baca: Bagaimana Kondisi Kebatinan Novanto Setelah Kembali Jadi Tersangka E-KTP?
Hal itu berdampak kerugian bagi citra Golkar di mata publik.
"Karena bagaimanapun Pak Setya Novanto adalah simbol Golkar di publik," jelasnya.
Untuk itu, kata Djayadi, Golkar harus segera mengambil langkah kongkrit untuk menyelamatkan partai.
Jika tidak Golkar akan terus tersandera oleh kasus ini.
Hari ini, Rabu (15/11/2017) dipastikan tidak menghadiri pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan, ketidakhadiran kliennya lantaran pihaknya sedang mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang KPK.
Pihak kuasa hukum Novanto menggugat dua pasal dalam UU KPK, yakni Pasal 46 Ayat 1 dan 2, serta Pasal 12 dalam UU KPK.
Baca: Begini Kronologi Kelompok Bersenjata Tembak 2 Anggota Brimob di Papua
Fredrich mengatakan, jika gugatan mereka dikabulkan MK, maka kliennya tidak perlu hadir dalam pemeriksaan KPK. Jika tidak dikabulkan, pihaknya akan tunduk pada putusannya.
Pun hingga saat ini KPK juga "berlindung" di MK ketika pihaknya tidak akan memenuhi undangan panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR.
Ketua KPK Agus Rahardjo sudah menegaskan pihaknya tidak akan memenuhi undangan Pansus.
Ia meminta Pansus Angket KPK sabar menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) soal hak angket DPR. KPK menganggap pembentukan Pansus ilegal.
Namun di sisi lain, hari ini juga, Rabu (15/11/2017), Setya Novanto meminta agar Pansus KPK bisa melaporkan kembali hasil kerjanya pada masa sidang ini.
Adapun masa sidang II DPR dimulai pada hari ini dan berakhir pada 14 Desember 2017.
Dalam pidatonya di rapat paripurna, Novanto mengingatkan pansus agar terus bekerja melakukan kegiatan penyelidikan terhadap aspek kelembagaan, kewenangan, anggaran, dan tata kelola sumber daya manusia.
"Diharapkan pada masa persidangan ini dapat dilaporkan hasil kerja Pansus Angket KPK," ujar Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017).