Korupsi KTP Elektronik
Kuasa Hukum Setnov dan KPK Pasrahkan Keabsahan LHP KPK 115 Pada Hakim
Setiadi mempertanyakan bagaimana kuasa hukum bisa mendapatkan dokumen yang bersifat konsep
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perdebatan terjadi dalam sidang praperadilan Setya Novanto antara kuasa hukum Setnov dan pihak termohon yakni KPK yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Senin (25/9/2017).
Perdebatan dimulai pada saat Kabiro Hukum KPK Setiadi kembali mengingatkan bahwa pada sidang sebelumnya KPK mempertanyakan keabsahana alat bukti P06 pemohon berupa Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Atas Pengelolaan Fungsi Penindakan Tindak Pidana Korupsi pada KPK Nomor 115/HP/XIV/12/2013 yang kemudian disebut sebagai LHP KPK 115.
Setiadi mempertanyakan bagaimana kuasa hukum bisa mendapatkan dokumen yang bersifat konsep dan diduga merupakan dokumen rahasia negara.
Kemudian kuasa hukum Setnov, Ketut Mulya Arsana menjelaskan secara rinci bagaimana pihaknya mendapatkan dokumen tersebut.
"Dokumen itu sudah bersifat publik karena dikeluarkan pada tanggal 23 Desember 2013. Kami membutuhkan standard operational procedure (SOP) penyidik KPK untuk menetapkan tersangka dan kami tidak menemukan itu sama sekali di internet."
"Oleh karena itu kami datang sendiri ke Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bagian pelayanan informasi publik di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta untuk mendapatkan dokumen itu," kata Ketut.
Ketut juga menjelaskan bahwa dokumen itu mereka dapatkan sesuai prosedur yang berlaku dan tidak ilegal seperti yang beredar di media massa.
Baca: Oesman Sapta Odang Resmikan Gedung Partai Hanura Banten
"Kami mengisi formulir dan di kolom tujuan kami isi untuk mencantumkan alat bukti dalam perkara pidana dan kemudian kami mendapatkan salinan softcopy dari BPK," ujarnya.
Setiadi kemudian mempertanyakan keabsahan dokumen itu, yakni apakah ada tandatangan dan cap basah yang menunjukkan bahwa dokumen itu telah diresmikan.
"Memang kami mendapatkan konsep atau draft namun sudah ada tandatangan pemeriksa, itu sudah dipublikasi dan bersifat sah. Sehingga kami tetap gunakan sebagai barang bukti," jawab Ketut.
Tapi Setiadi kemudian menanyakan kepada hakim tunggal Chappy Iskandar apakah bisa dokumen yang baru diminta tanggal 19 September 2017 bisa dijadikan alat bukti sementara permohonan sidang sudah diajukan sejak 5 September 2017.
"Kami mohon penilaian dari hakim sidang apakah dokumen yang masih bersifat draft itu bisa dijadikan alat bukti," ujar Setiadi.
Sementara itu Ketut juga menyerahkan sepenuhnya kewenangan penilaian sah atau tidaknya LHP KPK 115 itu untuk digunakan sebagai alat bukti kepada hakim.
"Itu sudah dipublikasi dan sudah menjadi milik publik sehingga kami tetap menyerahkan dokumen LHP KPK 115 sebagai alat bukti. Kami serahkan penilaian seutuhnya kepada hakim."
"Padahal dokumen itu juga digunakan dalam sidang praperadilan atas nama Hadi Purnomo Nomor 36/Pid.Prap/2015/PN Jaksel tanggal 26 Mei 2015. Dalam praperadilan itu dokumen itu ditetapkan secara inkrah sebagai dalil dan sebagai alat bukti," tegas Ketut.
DokumenLHP KPK 115 menjadi polemik dalam sidang praperadilan Setya Novanto lantaran KPK mempermasalahkan kenapa dokumen yang menurut mereka menjadi rahasia negara bisa didapatkan oleh kuasa hukum Setnov.
"Kami mempermasalahkan cara mendapatkannya dan kami minta bukti permintaan dokumen itu yang katanya dijalankan melalui prosedur resmi," ungkap Setiadi.