Korupsi KTP Elektronik
Buktikan Dirinya Ditekan Penyidik KPK, Miryam Akan Hadirkan Saksi Ahli
Miryam bahkan menyambut baik apabila rekaman tersebut akan ditayangkan karena itu adalah data yang miliki KPK.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Miryam S Haryani tidak takut mengenai rekaman pemeriksaan dirinya saat penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi akan diperlihatkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Miryam bahkan menyambut baik apabila rekaman tersebut akan ditayangkan karena itu adalah data yang miliki KPK.
"Silahkan saja karena itu kan data yang mereka peroleh. Itu bagus gitu lho," kata Miryam usai persidangan, Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Miryam mengatakan ada perbedaan antara orang yang tertekan di tayangan video dengan yang tertekan fisik.
Politikus Hanura itu mengatakan tekanan yang dia rasakan saat itu tidak bisa dilihat dari tayangan video.
"Mungkin orang yang tertekan di video sama orang yang tertekan di fisik berbeda dong. Kalau misalnya ada orang, orang kan misalnya ada marah diam. Tertekan itu bagaimana kan tidak bisa dilihat dari tayangan video itu," kata bekas Anggota Komisi II DPR RI itu.
Untuk membuktikan dirinya tertekan saat diperiksa penyidik KPK, Miryam S Haryani akan menghadirkan saksi ahli.
Namun, Miryam belum berkenan mengungkapkan saksi ahli yang akan dihadirkan itu.
Miryam sebelumnya didakwa memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus dugaan perkara korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan Miryam S Haryani sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam Berita Acara Pemeriksaan penyidikan yang menerangkan antaralain adanya penerimaan uang dari Sugiharto.
Miryam mengatakan keterangan di penyidikan itu tidak benar karena saat itu dia ditekan dan diancam oleh penyidik KPK.
Miryam didakwa Pasal 22 jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.