Korupsi KTP Elektronik
Dokumen Tak Lengkap, Terdakwa Tetap Perintahkan Bendahara Proyek e-KTP Bayar Tagihan 100 Persen
Perintah Irman tersebut diberikan pada Junaidi pada tanggal 18 Desember 2013 dan harus diselesaikan dalam tempo dua hari.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walau persyaratan tidak beres, terdakwa Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman tetap memerintahkan Bendahara Pembantu Proyek e-KTP Junaidi agar membayar semua tagihan konsorsium Percetakan Negara Repubik Indonesi (PNRI).
Perintah Irman tersebut diberikan pada Junaidi pada tanggal 18 Desember 2013 dan harus diselesaikan dalam tempo dua hari.
Permalasahannya, Berita Acara Serah Terima (BAST) dari daerah belum lengkap.
Baca: Beberapa Bulan Lagi KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus E-KTP
Walau dokumen tersebut belum lengkap, Junaidi akhirnya tetap mencairkan tagihan tersebut karena ada jaminan dari terdakwa Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
"Karena Pak Sugiharto sebagai PPK meminta jaminan itu," kata Junaidi saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (22/5/2017).
Proses tersebut harus dikebut karena berdasarkan peraturan Menter Keuangan bahwa pembayaran terakhir adalah 23 Desember.
Setelah tanggal itu, tidak boleh ada pembayaran.
Senarnya, Badan Pemeriksa Keuangan telah menemukan meenenai kekuranglengkapan dokumen BAST tersebut.
"Seingat saya itu ada temuan masalah blanko saja. Blanko itu setiap kali termin harus dilampirkan BAST. Itu saja yang saya tahu," kata dia.
Diketahui, negara berdasarkan hitungan Badan Pemeriksa Keuangan menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun.