Jumat, 3 Oktober 2025

Rizal Ramli: Pemerintahan Megawati Beri Kelonggaran kepada Obligor BLBI

Rizal Ramli membeberkan soal bagaimana kebijakan pemerintahan Gus Dur dalam mengejar para penerima BLBI

Editor: Sanusi
Theresia Felisiani
Rizal Ramli 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Rizal Ramli membeberkan soal bagaimana kebijakan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam mengejar para penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat krisis melanda Indonesia 1997-1998 silam.

Ditemui usai pemeriksaan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (2/5/2017), Rizal Ramli mengatakan saat era Gus Dur, dia berupaya menguatkan posisi Indonesia dalam mengejar para obligor yang belum melunasi dana pinjaman BLBI.

Kala itu, pemerintah meminta para penerima BLBI yang totalnya mencapai ratusan triliun rupiah menyerahkan personal guarantee.

"Artinya pengutang tanggung jawab sampai generasi ketiga. Bapaknya, anaknya, cucunya, sehingga kalau bapaknya meninggal, cucunya harus tanggung jawab dong," tegas Rizal Ramli.

Sayangnya setelah era Gus Dur lengser, pemerintahan selanjutnya di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri, melonggarkan kebijakan terkait penagihan utang para obligor BLBI dengan menghapuskan kembali soal syarat personal guarantee.

"Tapi begitu pemerintah Gus Dur jatuh, Rizal Ramli tidak lagi jadi Menko (Ekuin), pemerintah yang baru (Megawati Soekarnoputri) mengembalikan kembali personal guarantee," ungkap Rizal Ramli.

Seperti diketahui, Megawati mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 untuk memberikan jaminan hukum kepada obligor yang telah melunasi utang BLBI.

Melalui Inpres itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), lembaga yang ditugaskan mengejar utang obligor dan kemudian mengeluarkan Surat Keterangan Lunas.

Salah satu SKL yang diterbitkan Ketua BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung pada 2004 adalah untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), milik taipan Sjamsul Nursalim.

SKL BLBI ke Sjamsul Nursalim itu ternyata disinyalir merugikan negara hingga Rp 3,7 triliun oleh KPK. Sjamsul Nursalim baru melunasi Rp 1,1 triliun dari total utangnya sebesar Rp 4,8 triliun, yang harus diserahkan kepada BPPN.

Menurut Rizal Ramli ‎sejak awal pengucuran dana BLBI, para pengusaha diwajibkan mengganti secara tunai. Setidaknya ada 48 bank yang menerima dana BLBI di era Presiden Soeharto.

Selanjutnya di era Presiden BJ Habibie, diubah para penerima BLBI tak perlu membayarnya secara tunai.

"Namun saat pemerintahan Habibie dilobi, diganti nggak usah dibayar tunai asal diserahkan aset berupa saham, tanah dan perusahaan. Kalau obligor bener, dia serahkan aset yang bagus, yang sesuai dengan nilainya. Tapi ada kasus-kasus dimana diserahkan aset busuk yang nilainya tidak sepadan," tegasnya.

Rizal juga menyatakan sepakat dengan KPK, para obligor yang menerima kucuran BLBI bila belum melunasi utangnya, wajib menyerahkan aset-asetnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved