Jumat, 3 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Miryam Sudah Ditangkap Hak Angket Harus Dibatalkan

Hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digulirkan DPR seharusnya tidak berlanjut menyusul ditangkapnya Miryam S Haryani.

Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang dugaan korupsi KTP elektronik, Miryam S Haryani keluar dari gedung KPK Jakarta memakai baju tahanan usai menjalani pemeriksaan, Senin (1/5/2017). Miryam langsung ditahan KPK usai ditangkap oleh tim dari Polda Metro Jaya saat berada di Hotel Grand Kemang. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digulirkan DPR seharusnya tidak berlanjut menyusul ditangkapnya Miryam S Haryani (MSH) tersangka pemberi keterangan palsu saat sidang korupsi e-KTP.

"Dengan ditangkapnya Miryam S Haryani (MSH), saya pikir untuk apalagi ada ngket yang juga tidak tepat. Semestinya segera DPR batalkan angket," kata Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih.

Dosen hukum pidana Universitas Trisakti ini menjelaskan, terdapat dua kasus mendera Miryam. Pertama, terkait keterlibatannya dalam korupsi e-KTP.

Kedua, terkait keterangan palsu di bawah sumpah.

"Jadi tidak ada alasan bagi yang bersangkutan sidang proses praperadilan membuatnya tidak bisa ditahan," ujar mantan anggota Panitia Seleksi Komisioner KPK ini.

Menurut Yenti, dengan berbelit-belitnya keterangan yang diberikan Miryam ditambah pencabutan berita acara pemeriksaan keterlibatan yang bersangkutan semakin kental.

Apa yang Miryam sampaikan dalam BAP sebelumnya kemungkinan benar adanya. Untuk itu KPK jangan gentar mengungkap kasus tersebut hingga ke akar-akarnya.

"Jangan peduli dengan wacana angket," katanya.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap fraksi yang menolak hak angket KPK konsisten dengan sikapnya.

"Fraksi di DPR yang menolak agar konsisten diharapkan tetap melakukan penolakan hak angket," ujar Febri.

Febri menjelaskan hak angket itu ditujukan lebih kepada penerapan Undang-undang di wilayah pemerintahan atau eksekutif. Menurutnya, hal tersebut perlu dicermati oleh fraksi yang menyetujui hak angket.

"Ke depan kewenangan konstitusional yang sudah diatur spesifik dan memiliki kekuatan powerfull agar tidak masuk terlalu jauh pada proses hukum yang berjalan," terang Febri.

Febri juga menegaskan bahwa proses penyidikan yang dilakukan KPK akan terus berjalan dan tidak bakal terpengaruh dengan hak angket.

Ini dibuktikan dengan langsung dilakukannya pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani (MSH), tersangka memberikan kesaksian palsu di sidang e-KTP pasca dilakukan penangkapan oleh Polri dini hari tadi di Kemang, Jakarta Selatan.

"Penyidikan dengan tersangka MSH sekaligus menjadi satu poin penting bahwa proses hukum tetap berjalan. Ranah hukum dan politik harus dipisahkan," singkat Febri.

Baca: Miryam Tertangkap Sedang Bersama Adik Perempuannya di Hotel Kawasan Kemang

PAN Heran
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengaku heran mayoritas pengusul hak angket adalah partai pendukung pemerintah.

Padahal, menurut Zulkifli, ujung pangkal hak angket adalah menyatakan pendapat kepada Presiden Joko Widodo.

"Lha kan aneh kalau partai pemerintah usul hak angket. Aneh betul. Semua ini akan jadi pertanyaan bagi publik, ada apa DPR kenapa begitu. Apalagi kalau dilakukan partai pendukung, partai pemerintah," kata Zulkifli.

Hak angket tersebut ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan usulannya telah disetujui di Rapat Paripurna DPR, Jumat (28/4/2017) lalu.

Sebanyak 26 orang menandatangani usulan tersebut. Tiga fraksi walk out karena tak menyetujui angket tersebut, yakni Gerindra, PKB dan Demokrat.

Belakangan, PPP, PKS dan PAN juga ikut menyatakan tak mendukung. Zulkifli mengatakan partainya menolak hak angket.

Menurut dia, KPK tengah menghadapi kasus-kasus besar oleh karena itu perlu didukung penuh dan tak diganggu kerjanya.

Sekalipun ada satu orang anggota fraksi PAN yang menandatangani usulan hak angket, namun Zulkifli mengatakan dukungan tersebut bersifat pribadi.

"Punya hak masing-masing tapi begitu fraksi, partai memutuskan, ikut semuanya," ucap Zulkifli.

Sementara itu Fraksi PKB tidak akan mengirimkan nama anggotanya dalam panitia khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu sejalan dengan sikap fraksi PKB yang menolak hak angket KPK.

"Tidak mengirim, kan PKB menolak hak angket," kata Wasekjen PKB Daniel Johan.

Mengenai anggota PKB Rohani Vanath yang menandatangani angket KPK, Daniel mengatakan anggota Komisi III DPR itu telah mencabutnya.

Daniel menuturkan Rohani menandatangani saat usulan hak angket masih berproses di Komisi III DPR. Sementara saat itu, Fraksi PKB belum mengambil sikap resmi.

"Tapi saat bamus fraksi sudah mengambil sikap untuk menolak angket sehingga Bu Rohani mencabutnya," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.

Hanura Tetap Dukung
Fraksi Hanura di DPR RI akan menyerahkan nama-nama yang masuk dalam Pansus Hak Angket KPK.

Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana mengatakan pihaknya akan meminta pembentukan pansus usai masa reses DPR.

"Kita konsisten dalam konteks mendorong lembaga seperti KPK agar tetap profesional dalam menjalankan tugasnya. Tidak bermain dalam wilayah politik dan tetap menjaga obyektifitas," kata Dadang.

Dadang mengingatkan institusi apapun yang menggunakan APBN harus disentuh oleh pengawasan.

Ia mengatakan bentuk pengawasan yang dilakukan DPR sesuai konstitusi dan UU dapat melalui hak angket.

Dadang mengakui banyak pihak yang mencurigai hak angket merupakan upaya pelemahan KPK dan menghalangi proses hukum oleh DPR karena ada beberapa nama terlibat e-KTP.

"Perlu saya tegaskan, silakan penyidikan berlanjut, proses peradilan berlanjut, Hanura tidak akan sedikitpun intervensi dan menghalangi proses ini. Termasuk persoalan penetapan tersangka maupun DPO anggota fraksi kami, Miryam Haryani," kata Anggota Komisi X DPR itu.

Namun, Dadang menilai wajar jika DPR mengawasi tata kelola data dan dokumentasi maupun tata kelola informasi yang dilakukan oleh KPK.

Dadang menuturkan seorang penyidik menyebut ada enam anggota DPR yang menekan saksi.

"Ini kan harus dibuktikan, jangan berkembang menjadi fitnah enam nama yang disebut sudah mengalami "trial by the press", dan KPK tidak mau membuktikan rekaman itu. Ini kan berbahaya," kata Dadang.

"Ada lembaga yang bisa membuat reputasi orang hancur-hancuran tanpa sebuah pertanggungjawaban. Ini bertentangan dengan akal sehat. Jadi Hanura hanya menuntut itu. Sedangkan proses hukum silakan jalan saja," tambahnya. (fer/mal/ter/wly)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved